"Dayaaan! Eh, udah bangun." Pintu kamar Dayan dibuka tiba-tiba. Seorang wanita berseragam blazer abu-abu klimis melangkah masuk. Senyum cantik wanita berdarah Tiongkok itu merekah lebar sementara tangan kirinya menggoyang-goyangkan hanger yang digantungi satu setel seragam sekolah hitam-putih berbungkus plastik dry cleaning. "Seragam baruuu karena yang dulu udah kekecilan!" serunya riang, kemudian berputar seperti model yang mengiklankan pakaian sampai rambut panjangnya mengibas.
Tantenya datang saat Dayan baru saja mengambil pakaian ganti dari lemari hitam yang besarnya hampir memenuhi dinding. Ia melirik wanita itu malas lalu berjalan ke kamar mandi. Dayan masih mengantuk. Ketua klub futsal sekaligus kapten tim memintanya datang ke sekolah karena mereka mau mengadakan rapat untuk membicarakan seleksi anggota baru, perubahan jadwal latihan, dan keperluan-keperluan klub lainnya. Futsal adalah satu-satunya hal yang Dayan nikmati dengan serius di sekolah, dan ia sudah terpilih menjadi anggota tim inti sejak kelas 7. Dedikasi adalah satu-satunya alasan ia membatalkan rencana tidur sampai siang dan bolos hari keempat minggu orientasi.
Tante Sophie sedang merapikan nakas di samping tempat tidur Dayan saat Dayan selesai mandi.
"Hm! Wanginyaaa," sambut wanita itu. "Seragam barunya dipake, seragam barunya!"
Pengang telinga Dayan mendengar tantenya berbicara, sebab suaranya yang tinggi selalu terdengar memekik-mekik. Tetapi ia membiarkan wanita itu menantikannya memakai seragam dengan mata terpejam, menyisiri rambutnya sambil bersenandung ceria sementara ia mengancingkan kemeja, mengoleskan sunscreen di wajahnya sambil mencerocos tentang self-hygiene, dan memotretnya berkali-kali dengan kamera ponsel lalu mengirim foto-foto itu ke grup keluarga kecil mereka.
Tante Sophie tampak terharu. "Tante bangga banget," ucapnya dramatis, telapak tangannya menempel lentik di dada. "Konon membesarkan anak itu baru kerasa saat kita sadar anak itu ternyata udah tumbuh melebihi orang tuanya sendiri. Dan sekarang tinggi Dayan udah jauh di atas Tante. Kamu makan apa aja sih, Yan? Jangan-jangan pernah minum pil penyubur proses pubertas, ya?"
"Nelen pil penderitaan tiap hari," gumam Dayan sambil memakai jam tangan.
Tante Sophie terkesiap. "Suaramuuu, suaramu! Kayak seakan-akan di tenggorokanmu itu ada kapal yang berlabuh trus jangkarnya guedeee banget!"
Dayan mengernyit dan menatap tantenya aneh. "Kalo pagi suaraku emang begini." Dua kali lebih rendah, dalam, dan agak serak dari kondisi normal.
Lagi-lagi Tante Sophie terkesiap, kali ini karena sesuatu di layar ponselnya. "Kata temen Tante kamu kayak artis!" pekiknya, lalu mengetik pesan balasan dengan antusias.
Dayan terlongo sebentar—masih dengan raut mengantuk yang membuat matanya tampak tidak melek sempurna. "Tante kirim fotoku ke temen Tante?"
"Iya! Habisnya mereka pada ngirim foto anak-anak mereka yang lagi mau berangkat sekolah."
"Dan anak-anak mereka itu umur ...?"
"Masih kecil-kecil, kok. Yang paling gede di sini cuma Dayan."
Mengesankan. Potretnya dikirim ke grup ibu-ibu muda yang tengah memamerkan foto-foto bayi berseragam PAUD dan putih-merah.
Dayan menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya dengan dengusan. "Oke," gumamnya, lebih kepada diri sendiri, untuk menyatakan bahwa kali ini pun ia akan memaklumi polah tingkah tantenya.
Om Daniel dan Tante Sophie tidak memiliki anak—mereka berencana mengadopsi seorang atau dua orang bocah dari panti asuhan ketika Tante Sophie merasa sudah cukup siap untuk meninggalkan sebagian atau seluruh pekerjaannya untuk menjadi seorang ibu. Tiap kali memikirkan betapa workaholic-nya dua orang itu, Dayan bertanya-tanya apa yang membuat mereka bersedia mengasuh dan membesarkannya sejak ia bayi sampai sebesar ini. Mungkin kehadirannyalah yang justru mengisi kekosongan dalam keluarga kecil ini dan membantu om dan tantenya bersabar menuju masa-masa mengadopsi. Atau mungkin, mereka hanya tidak punya pilihan. Ia mungkin dibuang oleh Liliana Janice, dan sebagai adik wanita itu, Om Daniel terpaksa memungutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Episode Dayan
Teen FictionAndreas Dayan diterima menjadi salah satu siswa baru di SMP Bomantara. Segera ia memutuskan akan menjaga jarak dari semua orang. Anak-anak di sekolahnya begitu sama dengannya, tetapi ia begitu berbeda dari mereka. Ia tidak mau dirinya dikenal dan me...