Semenjak kemunculannya di panggung minggu orientasi, Dayan jadi salah satu bahan obrolan para gadis di sekolah.
Popularitasnya selama kelas 7 dan di kalangan anak-anak angkatannya sendiri tidak sampai sebesar itu; selama ini ia hanya dikenal sebagai anak bandel yang menyusahkan semua orang. Tetapi, siswi-siswi yang sekarang menjadi adik kelasnya memandangnya sebagai "cogan", "si Ganteng", dan "Kakak Ganteng". Mereka tentu tidak mengalami sendiri masa-masa ketika nyaris setiap minggu beredar desas-desus tentang Dayan yang dipanggil ke ruang BK lagi, Dayan dihukum ini, Dayan dihukum itu, Dayan dipanggil ke kantor Kepala Sekolah, Dayan "parah banget" sampai Kepala SMP Bomantara tak sanggup menanganinya dan mengirimnya ke kantor Kepala SMA Bomantara untuk ditangani oleh omnya sendiri, dan Dayan mungkin sudah di-DO tetapi hari-hari berlalu dan ia masih terdaftar di SMP Bomantara. Adik-adik kelas itu hanya menilai berdasarkan apa yang sejauh ini mereka lihat, dan yang sejauh ini mereka lihat hanyalah ketampanan Dayan.
Bagi Dayan, mereka adalah gangguan. Ia tidak suka dipandangi dan dibicarakan. Lirikan dan bisik-bisik membuatnya paranoid. Apalagi kalau semua itu dilakukan sambil cekikikan. Apa yang sedang mereka tertawakan darinya? Apa mereka berhasil membongkar sesuatu tentangnya dari suatu tempat entah di mana dan sekarang tahu ia berbeda? Apanya yang aneh atau konyol darinya sampai-sampai mereka memandanginya sambil tertawa-tawa? Apa dagunya terlalu panjang dan hidungnya terlalu besar? Apa ini soal warna kulit lagi? Atau karena warna matanya? Apa iris abu-abu gelapnya terlihat amat jelas? Alvin pernah bilang kadang matanya kelihatan agak kecokelatan. Tapi Dayan tidak bisa melihat matanya sendiri tanpa cermin. Ia tidak tahu kapan matanya terlihat abu-abu, kapan terlihat agak kecokelatan.
Kadang-kadang gadis-gadis itu berani mendekatinya dan mencoba mengobrol dengannya. Tetapi Dayan menjaga jarak sejauh-jauhnya dan bahkan menumbuhkan kebiasaan menunduk atau memalingkan muka ketika mereka berpapasan.
Itu pula yang Dayan lakukan saat mengetahui beberapa gadis itu rupanya datang ke gereja yang sama dengannya di kebaktian umum hari Minggu.
Dayan tahu itu mereka meski ia tidak mengenal mereka sebab salah seorang dari mereka terkesiap berlebihan saat melihatnya lewat. Gadis itu lantas memberi tahu ketiga temannya dengan pekikan-pekikan tertahan, "Itu Kak Dayan! Itu Kak Dayan!" Dan sepertinya semua orang yang berkumpul di halaman luar gereja bisa mendengar histeria mereka, sebab volumenya amat keras.
Untungnya Dayan dan Daniel biasa duduk di dalam ruangan, jadi mereka terpisah dari gadis-gadis berisik yang berkumpul di luar itu.
"Siapa, Yan? Teman sekolah?" tanya Daniel sambil menyelip di antara orang-orang yang sudah mengisi sebagian besar bangku panjang untuk mencapai ruang kosong agak di pojok. Rupanya dia memperhatikan.
"Tauk. Nggak kenal," jawab Dayan dari belakang Daniel.
"Penggemar, ya? Anak bandel kok punya penggemar."
Dayan mendecak. "Dibilang nggak tahu."
Daniel tersenyum. "Kamu dandan terus, sih. Jadi banyak yang ngelirik."
Setelah duduk, Daniel bertegur-sapa dengan tetangga mereka yang rupanya duduk di belakang mereka, menjawab pertanyaan basa-basi tentang di mana Sophie yang—seperti biasa—Daniel jawab dengan, "Sedang dinas di Singapura." Sementara diam-diam Dayan memikirkan celetukan Daniel tadi.
Walau setengah mati menyangkal, sepertinya yang dikatakan omnya itu benar. Sebelumnya Dayan biasa hadir di peribadatan dengan pakaian seadanya, seakan-akan gereja bukanlah rumah Tuhan melainkan suatu ruangan lain di rumahnya yang besar yang bisa dimasukinya dengan memakai piama. Kalau Tante Sophie kerap dipergunjingkan beberapa anggota jemaat—terutama ibu-ibu dan nenek-nenek—karena gemar berdandan "terlalu glamor", maka Dayan dipergunjingkan karena selalu berpenampilan kumal. Dua gaya yang bertolak belakang itu sama-sama dianggap tidak pantas, tidak sopan, tidak menunjukkan keteladanan terhadap Yesus Kristus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Episode Dayan
Teen FictionAndreas Dayan diterima menjadi salah satu siswa baru di SMP Bomantara. Segera ia memutuskan akan menjaga jarak dari semua orang. Anak-anak di sekolahnya begitu sama dengannya, tetapi ia begitu berbeda dari mereka. Ia tidak mau dirinya dikenal dan me...