Rumah jadi tempat yang semakin asing untuk Dayan setelah Patrick dijemput dari tempat penampungan anjing. Om dan tantenya kelihatan begitu bahagia menyambut anggota baru keluarga mereka itu. Dari pintu utama, Dayan menyaksikan mereka menurunkan Patrick dari mobil, lalu Patrick diperkenalkan pada objek-objek di taman halaman depan sambil direkam dengan kamera. Daniel tertawa, Sophie tertawa, para satpam juga tertawa.
Patrick itu sendiri tampak agak gelisah. Anjing itu sempat memundur-mundurkan badannya saat diajak masuk ke rumah, seolah ia takut akan kembali dicampakkan di dalam rumah kosong. Dayan menghampirinya dan membelai-belai lehernya, dalam hati berkata segalanya akan berbeda dengan keluarganya yang baru. Pada om dan tantenya ia bilang, "Biar di sini dulu aja, deh. Mungkin adaptasinya harus pelan-pelan." Lalu sesorean itu Daniel dan Sophie menemani Patrick di teras. Mereka bahkan makan malam di sana.
Dayan tidak tahu apa kata yang tepat untuk mendefinisikan perasaannya, tetapi ia merasa om dan tantenya pantas mendapatkan kebahagiaan itu. Mereka berhak menikmati kehidupan rumah tangga yang nyaman dan tenteram dengan seekor anjing yang akan mereka anggap seperti anak mereka sendiri. Mereka tidak perlu lagi mengurusi pembuat masalah sepertinya. Dayan malu mengingat tingkah lakunya selama ini. Berani-beraninya ia merepotkan mereka, padahal ia bukan siapa-siapa. Lo cuma numpang di sini, pikirnya berulang kali, tidak bisa menyingkirkan gagasan itu dari pikirannya. Harus tahu diri. Jangan ngerepotin mereka lagi.
Kesadaran itu membuat Dayan merasa harus lebih bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Harus lebih dewasa, harus lebih dewasa, harus lebih dewasa. Ia sudah bukan bocah SD lagi, tidak boleh lagi menjadi anak yang seenaknya sendiri di sekolah sampai guru-guru mengira ia "berkebutuhan khusus". Masa-masa itu harus sudah berlalu. Ia harus berubah. Ia akan menjadi lebih dewasa seperti Alvin.
*
Setelah periode UTS berlalu, mayoritas siswa SMP Bomantara kembali sibuk menekuni kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Dayan menginvestasikan sebagian besar pikiran dan waktunya untuk aktivitas klub Futsal. Timnya akan mengikuti turnamen yang diadakan sekolah lain. Sebagian besar adik kelas yang sudah resmi menjadi anggota baru belum punya pengalaman mengikuti pertandingan resmi. Dengan sukarela Dayan mengajukan diri pada Unggul—ketua klub baru dari kelas 8-C yang menggantikan posisi Ardian—untuk membimbing para adik kelas dalam sesi-sesi latihan tambahan. Semakin banyak waktu dihabiskan di lapangan, semakin bagus. Semakin banyak bergerak, semakin berkeringat, semakin lelah, semua itu semakin bagus.
Hampir dua minggu berlalu tanpa masalah apa pun—Dayan menghitungnya. Kalau tidak sedang menghabiskan nyaris semua waktu luangnya di lapangan futsal sekolah, Dayan bisa ditemukan dalam perkumpulan-perkumpulan geng F4 atau nongkrong bersama Dedy dan Thomas. Ia tidak pernah lagi dipanggil ke ruang guru, ruang BK, apalagi kantor kepala sekolah dan kantor omnya di SMA sebelah. Semua kuis ia kerjakan, semua tugas ia kumpulkan—dengan bantuan Nawang dan teman-teman sekelas yang semakin akrab dengannya. Ia juga hadir di pertemuan konseling ketiganya, di mana ia dan Nona Psikolog membicarakan kedewasaan dan emotional maturity.
Meski jadi jarang pulang dengan alasan sibuk dan ketagihan menginap di rumah Rendi, Dayan selalu memberi tahu Daniel dan Sophie ke mana ia pergi lewat chat. Mereka tidak bawel. Dayan hanya diperingatkan agar tetap berhati-hati dan tidak lupa makan, seolah mereka mengerti Dayan sedang berada di masa-masa seorang remaja lebih senang menghabiskan waktu bersama teman daripada keluarga—asal "temannya" adalah teman sekolah yang bisa diawasi, bukan berandalan apalagi preman yang tidak jelas juntrungannya. Dayan cukup puas dengan komunikasi itu. Nona Psikologlah yang menganjurkannya untuk memperbaiki komunikasinya dengan Daniel dan Sophie, walau sekadar lewat pesan teks.
Masalah muncul justru bukan dari hal-hal yang bisa Dayan kendalikan.
Pada jam istirahat kedua hari ini, seorang gadis dari kelas 7-A menyamperi Dayan di kafeteria. Mengajaknya bertemu empat mata selepas jam sekolah nanti karena ada sesuatu yang ingin disampaikan. Dayan sudah bisa menebak apa "sesuatu" itu, tetapi untuk menghormati tekad dan keberanian gadis itu, Dayan datang di tempat yang telah ditentukan—taman kecil di belakang ruang kesekretariatan OSIS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Episode Dayan
Teen FictionAndreas Dayan diterima menjadi salah satu siswa baru di SMP Bomantara. Segera ia memutuskan akan menjaga jarak dari semua orang. Anak-anak di sekolahnya begitu sama dengannya, tetapi ia begitu berbeda dari mereka. Ia tidak mau dirinya dikenal dan me...