Episode 13 - Hari Buruk

2.3K 529 76
                                    

Hal pertama yang terpikirkan oleh Dayan begitu ia bangun pagi ini adalah bertanya tentang Liliana Janice pada om dan tantenya lagi, seperti yang telah dilakukannya sejak pertama kali bisa membaca nama itu di akte kelahirannya. Tetapi tidak seperti dulu, Dayan sekarang mengerti tindakannya itu akan memicu apa saja: pertengkaran, kemarahan, kekecewaan, berujung pada minggat dan kabur ke rumah kontrakan pacar Alvin. Maka ia mengemas baju ganti dan beberapa benda ke dalam ransel. Ia mengirimi Alvin pesan: "Hari ini lo di rumah cewek lo aja, kan?" Ia mempersiapkan diri untuk satu lagi hari buruk.

Hari ini hari Minggu. Sepulang dari gereja, Dayan dan om-tantenya mampir ke taman kompleks. Sementara Daniel dan Sophie bersenda gurau di pinggir kolam air mancur, Dayan duduk sendirian di ayunan, merasa menjadi pengganggu di tengah dua orang yang sedang bermesraan. Om dan tantenya sama-sama masih berumur tiga puluhan tahun. Pasangan muda. Ketika tidak sedang gila-gilaan bekerja, pada hari-hari santai seperti ini mereka bagai sepasang pengantin baru. Kadang mereka disangka masih berpacaran, lalu setelah mereka bilang sudah lama menikah, orang-orang yang salah sangka itu akan menatap mereka kagum dan memuji. Melabeli mereka "relationship goals".

Dayan pikir itu karena mereka tidak punya anak. Dengan penampilan menawan yang selalu terjaga sebagai bagian dari gaya hidup dan tuntutan pekerjaan, Daniel kelihatan seperti eligible bachelor idaman para wanita dan Sophie seperti cici-cici sosialita yang hobinya berfoya-foya dengan penghasilan sendiri. Mereka memperlakukan Dayan seperti seorang adik kecil, bukan anak. Orang-orang juga tidak pernah menyangka Dayan adalah anak mereka, sebab Dayan hampir sebesar Daniel dan wajahnya terlalu kebarat-baratan untuk Daniel dan Sophie yang sama-sama keturunan Tionghoa.

Mungkin karena itulah Dayan merasa kehadiran mereka tak pernah cukup. Ia menginginkan kasih sayang orang tua seperti yang didapatkan teman-temannya di sekolah, tetapi om dan tantenya tidak pernah memberikan itu.

Anak memandang keluarga sebagai kesatuan dari seorang ayah, ibu, dirinya sendiri, dan atau saudara-saudara kandung. Dari kesatuan itu ia mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya .... Ada nyeri yang berdenyut di dada Dayan saat kata-kata Nona Psikolog itu terngiang. Ia baru tahu kalau perhatian dan kasih sayang adalah sebuah kebutuhan pokok. Apa pelajaran Ekonomi saat kelas 7 juga mengajarkan itu? Ia tidak pernah memperhatikan.

Dayan membuka kunci layar ponsel. Kapan, sih, Alvin akan membalas pesannya?

Terdengar pekikan girang Sophie dari kejauhan. Dia sedang memeluk seekor Siberian husky putih dewasa sementara Daniel mengobrol dengan pemilik anjing itu, seorang pria sepantarannya yang tinggal empat rumah dari rumah mereka. "Yan! Sini!" panggil Sophie menyadari Dayan memandanginya. "Menurut kamu lucuan retriever apa husky? Kita tentuin sekarang supaya nanti bisa langsung survei!"

"Survei apa?"

"Survei animal shelter!"

"Emang mau adopsi?"

"Iyaaa, astaga! Kamu nggak denger dari tadi Tante dan Om ngomongin apa? Ngelamun mulu, sih!"

Mereka akan mengadopsi seekor anjing. Sepasang suami-istri muda dan seekor anjing, mestinya itu cukup untuk membentuk sebuah keluarga kecil modern yang mapan dan sempurna. Dayan yang bukan siapa-siapa tidak seharusnya berada dalam bingkai itu. Ia seharusnya memiliki keluarganya sendiri.

Di manakah keluarganya itu?

Sesiangan itu mereka mengeksplorasi animal shelter dan tempat-tempat penampungan anjing. Daniel dan Sophie sama-sama menyukai anjing besar, yang masih muda, perilakunya manis, senang bermain, dan tidak punya latar belakang berburu. Mereka memutuskan akan mengadopsi seekor Siberian husky, tetapi mengubah keputusan itu setelah pemilik salah satu tempat penampungan anjing bercerita tentang seekor golden retriever jantan berusia dua setengah tahun yang baru saja diselamatkan dari sebuah rumah kosong dua hari lalu. Anjing berbulu keemasan itu dicampakkan. Majikan lamanya pindah entah ke mana tanpa repot-repot memikirkan bagaimana nasib hewan peliharaannya setelah ditinggalkan. Patrick—nama anjing itu—tidak mengenal rumah dan keluarga lain selain yang dimilikinya saat itu, jadi ia mendekam di tempat yang sama selama hampir sebulan, menunggu dijemput oleh orang yang telah melupakannya sampai bulunya kumal dan badannya kurus. Tetangga dari rumah sebelahlah yang kemudian menghubungi pemilik tempat penampungan anjing untuk mengamankannya.

Episode DayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang