Episode 23 - Melanjutkan Hidup

1.6K 478 113
                                    

Pagi ini, Dayan bangun seperti orang linglung.

Dunia yang ditinggalinya terasa berbeda. Terlihat abu-abu, terdengar sunyi, terasa lambat. Tenggorokan, mata, dan kepalanya pun nyeri.

Semalaman, ia menangis di rumah sakit. Berlutut di sebelah brankar yang ditiduri sahabatnya, satu tangannya menggenggam tangan Alvin yang kaku, tangannya yang lain meremas kain putih yang menutupi tubuh sahabatnya itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia tidak sendirian. Orang tua Alvin dan Tyas juga meratap di sekeliling brankar itu.

Pagi ini, nama Alvin disebut-sebut dalam berita sebagai salah satu dari dua korban meninggal dalam kecelakaan lalu lintas maut yang disebabkan truk rem blong. Lima pengendara motor lain ikut menjadi korban luka, begitu pula pengendara dua mobil yang turut tertabrak sebelum truk itu oleng ke arah sebuah toko yang sedang tutup. Alvin sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya melayang di tengah perjalanan. Korban satunya tewas di TKP.

Meski kesedihan mengekang kedua kaki Dayan seperti bola besi seberat puluhan kilo, ia tetap bangkit dari ranjang untuk mengikuti kebaktian di gereja.

Dan menghadiri pemakaman sahabatnya yang dilaksanakan hari ini.

Sahabatnya. Sahabatnya yang sudah tidak bisa lagi tertawa bersamanya.

Kediaman Alvin menjadi lautan manusia. Semua teman sekolahnya datang, tumpah ruah sampai ke jalanan kampung. Yang dari SMP saja sudah berjumlah puluhan, ditambah teman-teman SMA yang dua kali lipat lebih banyak. Mereka semua berasal dari dunia Alvin yang terang-benderang, di mana Alvin hanya dikenal sebagai teman yang konyol dan remaja SMA biasa. Orang-orang dari dunia Alvin yang satunya tidak banyak yang datang, padahal merekalah kawan-kawan terdekatnya.

Tyas yang menggendong Anastasia terus saja tersingkir ke pinggir, terdesak kerumunan remaja berpakaian bebas yang lebih mudah dikenali sebagai teman-teman Alvin ketimbang dirinya. Begitu pula Dayan, yang terlalu kebas dan lunglai untuk melakukan apa-apa selain mendampingi Tyas, menjadi sandaran tempat kekasih sahabatnya itu menangis. Di tengah lautan manusia itu, mereka bukan siapa-siapa. Alvin tidak pernah memperkenalkan mereka pada siapa pun, tidak juga pada orang tuanya, kakek dan nenek Anastasia.

Tetapi, ketika prosesi pemakaman selesai dan para kerabat sudah seluruhnya pergi, merekalah yang menangis paling lama di atas gundukan tanah Alvin.

Melihat nama sahabatnya terpatri permanen di papan nisan kayu, hanya satu yang Dayan rasakan: hancur berkeping-keping.

Begitu hancur sampai tidak punya energi lagi untuk marah. Untuk mengamuk. Untuk mencaci dan menuntut seperti yang selama ini kerap dilakukannya. Ia tahu betul semua itu akan percuma. Tidak akan ada yang mendengarnya apalagi melakukan sesuatu. Satu-satunya hal yang terpikirkan hanyalah meluapkan emosi. Tidak ada lagi yang dirasakannya selain kesedihan yang begitu mendalam, sampai-sampai setelah tangisnya reda, ia mati rasa.

Dayan dan Tyas baru pergi dari makam Alvin saat gerimis turun. Mereka menyambangi sebuah warung tenda tidak jauh dari TPU. Memesan sepiring nasi uduk hanya untuk Anastasia saja. Gadis kecil itu sempat ikut menangis di makam tadi, tetapi itu hanya karena ikut-ikutan sang ibu. Dia mengerti sesuatu telah terjadi, tetapi belum mampu mencerna lebih jauh. Sekarang dia lapar dan berusaha menyendok nasi uduk sendiri, sementara ibunya hanya melamun dengan wajah pucat pasi.

Tyas baru tersadar saat sendok yang dipegang Anastasia terlempar jauh ke lantai semen.

Anastasia menangis sambil meracaukan bahasa bayi yang tidak Dayan mengerti. Dayan mengambilkan sendok yang jatuh dan memintakan sendok baru pada mamang penjual.

"Siapa yang baru meninggal? Terpukul banget nengnya," bisik mamang penjual itu sembari mengangsurkan sendok bersih.

"Pacarnya," jawab Dayan ringkas, lalu kembali duduk dan memberikan sendok pada Tyas.

Episode DayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang