Episode 7 - Buket

3.3K 605 90
                                    

Dayan menjalani konseling pertamanya hari ini. Pak Gun menginformasikan itu padanya setelah menjemputnya di kelas pada jam istirahat pertama tadi. Di kantor pria bongsor yang beberapa tahun lebih tua dari Om Daniel itu, Dayan berusaha meyakinkan bahwa ia tidak punya masalah apa-apa, tidak mengidap kelainan apa-apa seperti yang dicurigai Bu Rianti, tidak perlu dihadapkan pada seorang ahli kesehatan mental yang kemudian akan memvonisnya abnormal.

"Tapi tingkah lakumu selama ini menunjukkan yang sebaliknya, Yan," kata Pak Gun, telak bahkan tanpa perlu berusaha, sebab memang begitulah kenyataannya. "Guru-guru berharap kamu nggak bikin ulah lagi mulai kelas 8 ini, tapi belum jalan setengah semester aja kamu udah," Pak Gun menghitung jarinya sendiri dengan raut lucu, "berkelahi dengan teman sekelasmu sendiri .... Bolos hampir dua minggu full .... Gara-gara bolos hampir dua minggu full, kamu tidak mengerjakan kuis empat mata pelajaran .... Tidak mengumpulkan PR tiga mata pelajaran—"

Dayan mendecak. "Iya iya saya konseling!"

"Nanti kamu dapat nilai dari mana, Yan? Kalau nilaimu nggak cukup, nanti nggak bisa ikut UTS juga! Waduh .... Gimana, dong," Pak Gun melanjutkan, seakan barusan Dayan tidak bicara. "Padahal kalau semester ini nggak ada perubahan apa-apa, semester depan kamu harus ... pindah."

Dayan menunduk, makin-makin cemberut. "Terus gimana?" gerutunya.

"Ya kerjakan tugas-tugas pengganti." Pak Gun meletakkan selembar kertas berisi daftar tugas pengganti di depan Dayan. "Sudah saya kompilasikan semua di sini, jadi kamu hanya tinggal mengerjakan dan mengumpulkan. Enak, kan?"

Melihat daftar itu memuat tugas-tugas dari nyaris semua mata pelajaran, Dayan terang-terangan mengerang.

Setelah itu, selepas jam sekolah, Dayan ogah-ogahan pergi ke ruang konseling di lantai tiga. Tempat yang paling sering didatanginya di sekolah ini nomor dua setelah ruang kelasnya sendiri. Di sana ia bertemu dengan seorang psikolog pendidikan yang dihadirkan Pak Gun secara khusus untuknya. Itu agak mengejutkannya, sekaligus juga menyadarkannya bahwa kebandelannya sekarang semakin sulit ditoleransi. Sekolah bukan lagi mengandalkan guru BK untuk menanganinya, melainkan mengutus seorang psikolog. Dayan tidak tahu banyak tentang psikolog, tetapi ia cukup tahu profesi itu berkaitan dengan penanganan orang-orang yang menderita gangguan kejiwaan.

Untung psikolog tersebut berwujud seorang wanita muda cantik yang dari penampilan modisnya tampak cocok menjadi adik Tante Sophie. Dia menyuruh Dayan mengisi berlembar-lembar kuisioner dan membujuknya bercerita tentang apa saja (Dayan tahu apa saja itu sebenarnya berarti masalah yang sedang membebanimu akhir-akhir ini atau hal yang belakangan membuatmu merasa hidupmu sia-sia). Mengingat terakhir kali Dayan memercayakan sesuatu yang amat besar tentang hidupnya pada seseorang ia malah diolok-olok sampai hatinya rontok, Dayan melakukan segala hal untuk mengelak dan menutup-nutupi segalanya termasuk dengan cara menggoda si Psikolog Cantik.

Ia keluar dari ruang konseling dengan label baru: Anak Kurang Ajar Tidak Tahu Diri yang Berani-beraninya Merayu Perempuan yang Jauh Lebih Tua. Sekarang Nona Psikolog itu tahu betapa problematiknya Dayan sampai-sampai pihak sekolah meminta bantuan padanya.

Dayan hengkang dari gedung sekolah dengan rambut diacak-acak dan mulut mengumpat-umpat tanpa suara. Dalam dadanya saat ini membara emosi yang Dayan sendiri tidak tahu disulut oleh apa; yang jelas ia merasa kesal.

Pak Gun adalah, menurut Om Daniel, salah satu dari segelintir guru yang berusaha mempertahankannya agar bisa tetap bersekolah di SMP ini karena sungguhan peduli padanya. Pria itu tulus, sabar, dan pengertian. Tetapi kenapa ia selalu mengacaukan segalanya? Nona Psikolog akan melaporkan konseling mereka tadi dan sikap-sikap Dayan yang diceritakannya pasti akan membuat Pak Gun kecewa.

Episode DayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang