Episode 22 - Malam Alvin

1.8K 491 210
                                    

Malam minggu pukul setengah delapan malam. Biasanya Alvin bekerja lebih keras melariskan dagangannya pada jam-jam segini; ia akan mendatangi tempat-tempat hiburan malam atau hotel mewah dan bertemu dengan klien-klien yang akan membayarnya dengan tumpukan uang. Atau, menyambangi tongkrongan-tongkrongan pemuda seusianya dan menawarkan beberapa sampel sampai mereka terjerat, agar dapat pelanggan baru.

Alvin biasa mendekati orang-orang yang memang sudah familier dengan maksiat. Baginya, menjerumuskan anak-anak baik dalam dunia narkotika adalah dosa besar yang tidak boleh diperbuat. Lagi pula, lebih mudah membujuk dan bertransaksi dengan orang-orang yang memang sudah berpengalaman ketimbang menyesatkan anak-anak polos yang belum tahu apa-apa. Bisa-bisa, mereka bertindak teledor dan merugikan Alvin.

Namun, malam ini, Alvin tidak melakukan itu semua.

Ia tengah duduk manis di smoking area sebuah kafe terkenal dengan rokok mengepul. Dadanya berdebar, kakinya gemetar, tetapi ia tetap berusaha mempertahankan tampang tenang. Di mejanya berserak topi Converse buluk, bungkus rokok, struk pembelian, dan gelas black tea latte yang sudah habis sepertiganya. Pelanggan lain di sekitarnya tampak bercengkerama riang dengan kawan masing-masing, atau berkutat serius dengan laptop dan lemburan pekerjaan. Pukul setengah delapan di Ibu Kota adalah malam yang sangat muda.

Alvin melongok ke arah jalan untuk yang kesekian kalinya dalam setengah jam terakhir. Dateng beneran nggak, ya? Udah lewat lima menit, nih. Eh, tapi baru lewat lima menit, sih. Biasanya orang Indonesia kan, kalo janjian jam setengah lapan, datengnya jam sembilan.

Kafe ini terletak di pinggir jalan besar dan berada di lantai dasar sebuah hotel. Alvin membayangkan orang yang dinanti-nantikannya bepergian mengendarai mobil mahal seperti Pajero Sport, makanya ia hanya mengawasi mobil-mobil yang keluar-masuk hotel yang setipe dengan itu. Rupanya, imajinasinya melenceng agak jauh dari kenyataan, sebab orang itu datang dengan CR-V putih yang lewat begitu saja tanpa ia acuhkan. Tahu-tahu saja, orang itu sudah terlihat berjalan melintasi pekarangan drop off.

Alvin mengulum senyum girang. Alhamdulillah! Dateng beneran.

Dihunjamkannya kepala rokok ke asbak dan dibacanya Al-Fatihah untuk menenangkan diri.

Pria itu berjalan menuju pintu utama kafe sambil membaca sesuatu di layar ponsel, mungkin mengecek ulang pesan dari Alvin. Setelah itu, dia celingukan. Melihat Alvin sedang memperhatikannya dari meja terpojok di beranda kafe, pria berkacamata itu menarik napas, mengantongi ponsel, dan kembali berjalan dengan langkah yang lebih yakin.

Tak lama kemudian, dia berdiri di dekat meja Alvin dan bertanya, "Kamu Alvin?"

Senyum semringah terkembang semakin lebar di wajah Alvin. "Betul! Silakan duduk, omnya Dayan."

"Panggil Daniel saja."

Daniel duduk dengan raut tak rela. Kemarin ia dapat SMS dari nomor tak dikenal yang memperkenalkan diri sebagai Alvin. Katanya, Alvin mencuri nomor Daniel dari ponsel Dayan. Katanya lagi, ada hal penting yang ingin dibicarakannya tentang Dayan, dan Daniel diminta meluangkan sedikit waktu untuk meet up di waktu dan tempat yang telah ditentukan. Meski enggan, sebagai wali Dayan, Daniel penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan si Alvin-Alvin itu. Kalau ternyata Dayan terlibat suatu masalah, maka ia harus menanganinya secepat mungkin. Maka, ia pun membatalkan janji makan malam dengan mertua dan saudara ipar, juga menunda janji kencannya dengan Sophie, agar bisa duduk di kafe ini malam ini, berhadap-hadapan dengan seorang pemuda urakan bau nikotin seusia murid-muridnya di sekolah. Meskipun tidak mengenalnya, Daniel tahu pemuda ini adalah salah satu teman berandalan Dayan.

"Om Daniel, kenalin, saya Alvin Surya. Maaf ya, Om, kemarin lancang kirim-kirim SMS. Saya pengin ketemu Om tanpa sepengetahuan Dayan soalnya," ucap Alvin.

Episode DayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang