-20-

3.3K 407 22
                                    

.

.

Bibir plum Jungkook terbuka kecil. Nafasnya berembus pendek dan itu membuat yang menjadi ibu semakin khawatir. Banyak ramuan dan juga obat tengah dioleskan di tubuh penuh luka pemuda itu. Ratu tentunya yakin jika sang putra tengah merasakan sakit dalam alam bawah sadarnya.

Sedangkan raja hanya duduk dengan perasaan cukup cemas melihat luka di tubuh Jungkook. Dia tidak menyesal, sungguh. Toh apa yang dia lakukan juga sesuai dengan seberapa kotor perlakuan anaknya.

Fikiran raja kini tertuju pada ratu. Menatap wajah sedih milik orang yang masih berstatus sebagai istrinya tersebut dengan penasaran. Jujur, dia masih tak mengerti bagaimana wanita itu menghilang tanpa jejak, bagaimana cara sang ratu melarikan diri dari istana, dan bagaimana istrinya dapat mengawasi Jungkook sedangkan dia sendiri tidak mengetahuinya?

Ratu itu bersembunyi dengan begitu rapi. Bahkan rasanya panah tadi seolah di arahkan pada dadanya. Dia terkejut. Tentu saja. Seluruh pekerja saat itu diarahkan untuk mencari pendamping raja mereka, hingga ke seluruh negeri, namun yang dicari tetap tidak bisa ditemukan. Lalu kini sang ratu kembali? Dan cantik parasnya yang tak termakan oleh waktu.

"Obat ini membutuhkan waktu untuk meresap. Tapi aku tak tahu kapan Pangeran akan sadar. Saya pamit, Yang Mulia, Ratu..."

Wanita itu berkata tanpa menoleh sedikit pun kepada si dokter istana. "Aku bukan lagi ratu."

"Kau ibunya Jungkook. Itu artinya kau tetaplah ratu disini." Raja berkata dengan tegas.

"Pergilah kalian semua dari sini. Tinggalkan aku berdua dengan putraku. Dan Yang Mulia, jangan pernah lupakan sumpahku." Malas berdebat dengan sang istri, Raja bersama para pekerja pergi meninggalkan ruangan itu.

Dengan menggenggam jemari anaknya, wanita tersebut memutuskan untuk tidur sebentar.

*****

Dia melihat pasar tengah begitu ramai. Dengan bakul berisi ikan di tangannya, si pemuda nelayan berjalan santai menuju kios tempat biasa dia menitipkan ikan.

"Hai, Taehyung! Hasil memancingmu tak pernah mengecewakan." Lelaki putih disana tersenyum ramah sambil menerima bakul yang diberikan oleh Taehyung.

"Bobby, tumben sekali aku melihat pasar begitu ramai. Apa akan ada acara besar?" Yang di ajak bicara tentu mengerutkan kening bingung.

"Hei! Apa kau lupa? Tiga hari lagi pangeran Jungkook akan dinobatkan sebagai Raja dan tentu semua orang sibuk. Akan ada banyak festival perayaan, terutama di istana. Apalagi toko kain dan pakaian. Mereka tak pernah berhenti dikunjungi pembeli."

Tiba-tiba hati Taehyung serasa jatuh dan pecah lagi. Matanya langsung memancarkan kekosongan dan bibirnya hanya terbuka kecil. "Kenapa kau melamun?"

Taehyung menggeleng dan segera pamit untuk pulang. Dan di perjalanan menuju rumahnya, Taehyung hanya melamun dengan fikiran tertuju pada pangeran itu. Dia bahkan tak tahu sedang kenapa Jungkook saat ini.

"Bagaimana kabarnya?" Bibirnya tersungging sebelah. "Bagaimana bisa aku melupakan hari istimewa untuk Jungkook?" Matanya kini menatap kakinya melangkah. "Aku merindukannya." Dan biarlah kini Taehyung menitikan beberapa tetes air matanya.

Tunggu, dia tetap diundang kan?

"Haruskah aku datang ke penobatan itu?"
*****

"Ngghh... Akhh" pemuda itu meringis sakit kala dia menggoyangkan tubuhnya, dan gesekan di punggungnya itu terasa tidak enak.

Mata Jungkook beralih menatap pada wanita yang tertidur sambil menggenggam jemarinya. "Ib..Ibu..." Dan yang dipanggil segera bangun saat mendengar suara pangerannya.

"Jungkook?! Kau sudah sadar. Tuhan, betapa senangnya hatiku." Dan wanita itu langsung menciumi wajah anaknya dengan sayang. Dia hati-hati tentu saja. "Kau kuat, Jungkook. Fikiranku sudah buruk. Aku bersyukur, Tuhan. Terima kasih." Dia mengepalkan tangannya sambil menengadah.

Jungkook hanya terkekeh melihat kelakuan senang ibunya. "Aku tentu kuat. Kan ibu yang mendidikku." Jungkook mencoba untuk duduk. Sang ibu langsung membantu sambil mengusap surai Jungkook lembut. Mereka saling bertatap setelah bertahun-tahun mereka menahan rindu.

Senyum Jungkook tiba-tiba hilang berganti pertanyaan. "Selama ini ibu kemana? Kami mengira bahwa ibu sudah-"

"Ibu baik-baik saja. Lupakah dirimu jika ibu merupakan mantan panglima perang di kerajaan asal ibu? Masalah bertahan hidup tak perlu kau khawatirkan."

"Tapi ibu tinggal dimana? Dan kenapa ibu bisa tahu jika aku sedang disiksa?" Senyuman wanita itu menghilang untuk sejenak.

"Pada awalnya ibu tinggal di tengah hutan dan bertahan disana. Hingga dua tahun lalu, ibu pindah untuk tinggal di dekat istana dengan penyamaran. Ibu tinggal di belakang dinding tempat dirimu diperlakukan tak adil seperti tadi. Ibu tak tahan untuk mendengar kesakitan mu. Ibu berfikir bahwa inilah saat yang tepat untuk kembali. Ibu masuk dengan membuka penyamaran ibu. Bersyukurlah ibu datang tepat waktu." Air matanya menetes.

"Aku memang melakukan dosa besar sehingga ayah marah seperti tadi." Jungkook menunduk. Terdapat sirat kesedihan dalam caranya berbicara.

"Hanya karena kau mencintai seorang pemuda nelayan?" Jantung Jungkook langsung berdetak tak karuan. Nafasnya tak teratur. Matanya menatap takut pada sosok sang ibu.

"K... Kenapa ibu tahu?"

Namun yang membuat si pangeran aneh adalah, kenapa ibunya justru tersenyum?

"Setiap kali kau keluar, ibu selalu mengikutimu diam-diam. Ibu tahu saat kau menemuinya di pasar. Ibu tahu saat tanganmu terluka karena jala itu. Ibu tahu saat kau... Dengan embel-embel membawa undangan, kau menyatakan cinta padanya. Ibu awalnya kecewa. Namun apa salahnya ketika mencintai seseorang dimana kau merasa bahagia dengan orang itu? Lagian pemuda itu tampan." Jangan kira seberapa merah wajah Jungkook kali ini. Dan hatinya kembali terluka. Juga dengan air mata yang ikut keluar.

Sang ibu langsung menghapus jejak air mata di pipi anaknya. "Rasa sakit saat mencintai wajar saja kau rasakan, Jungkook. Dulu ibu mencintai seorang pangeran dari kerajaan lain. Namun ayahmu datang dan menikahi ibu. Ibu tidak dapat menolak karena itu adalah permintaan kakekmu dulu. Saat ibu hamil besar, ibu memutuskan untuk kabur karena ibu tak kuat dengan sifat keras ayahmu. Ibu dikejar. Sampai akhirnya mereka kehilangan jejak setelah ibu memasuki kandang kuda kosong milik warga."

"Ibu lupa bagaimana kejadiaannya hingga akhirnya ibu melahirkanmu disana. Ibu begitu bahagia dan kau lahir dengan begitu sehat. Meskipun akhirnya orang istana menemukan kita karena kau menangis." Hati Jungkook amat teriris mendengar bagaimana kuat ibunya menghadapi semua.

"Lalu bagaimana ibu kabur untuk kedua kali?"

"Ibu terpaksa meracuni beberapa penjaga supaya mereka pingsan. Ibu kabur tanpa perhiasan. Ibu kabur dengan pakaian yang lusuh. Ibu hanya membawa satu pedang. Kemudian ibu menemukan suatu tempat di tengah hutan yang ibu rasa cocok untuk ibu tinggal disana." Jungkook kembali terkekeh setelah tadi menangis.

"Ibu berani pergi karena kau sudah tumbuh menjadi remaja kuat saat itu. Dan tiga hari lagi kau akan menjadi seorang raja. Anak ibu sudah dewasa."

"Tapi terkadang aku merasa tak siap jika aku menjadi raja."

"Ibu tak akan pernah pergi lagi, Jungkook. Ibu akan membimbingmu untuk menjadi raja yang baik. Ibu yakin kau akan bisa melakukannya." Meskipun rasa sakit kembali menghampiri tubuhnya, Jungkook tetap memeluk ibunya.

"Dan bagaimana dengan nelayan itu, Jungkook?" Senyum Jungkook hilang.

"Ummm... Entahlah. Aku mungkin tak akan pernah lagi menemuinya." Setelah itu sebuah isakan terdengar.

"Lepaskanlah, Jungkook. Kau berhak memilih. Kau juga pantas untuk mencintai. Ibu disini."

"Ibu...." Dan malam itu Jungkook hanya menangis juga mengadu segalanya pada sang ibu.
_________________
Jangan lupa vomment

-14y-

My Prince-[kth×jjk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang