-21-

3.1K 383 28
                                    

.

.

.

"Kakak!! Lihatlah apa aku terlihat can- Kenapa kau menangis?" Gadis yang bernotabene sebagai adik Taehyung itu segera menghampiri kakaknya.

Taehyung menggeleng kuat kemudian tersenyum senang melihat betapa indah adiknya dengan pakaian sederhana baru yang dibeli gadis itu tadi. Taehyung menghapus air matanya cepat.

"Kau sangat cantik dengan pakaian itu. Kau akan sangat menarik perhatian ketika kau datang ke festival."

Tapi gadis itu tak mengindahkan perkataan sang kakak. Dia justru mendekati pemuda itu, dan menatapnya dalam. "Sudah cukup kau patah hati dengan pangeran itu, Kakak."

Taehyung diam. Seketika jantungnya berdenyut seperti tengah balapan. Bagaimana adiknya bisa tahu? Bagaimana cara dia mengelak? Dan Taehyung hanya diam. "Tak perlu kaget seperti itu. Lagian sejak kapan kau sering kasmaran setelah pulang bekerja? Aku sudah tahu sejak pangeran itu datang kemari."

Taehyung merasa bahwa ini sudah saatnya dia terbuka. Dia kemudian memeluk adiknya dengan erat. Gadis itu balas memeluk senang hati. "Sebentar lagi dia dinobatkan dan aku sedang ada dalam dilema, Chae..."

"Kau masih tak rela dia jadi raja, Kak?"

Taehyung menggeleng, "Bukan. Aku mendukung dia untuk jadi raja. Lagian apa hakku untuk tidak rela? Namun aku masih bingung. Aku diundang olehnya untuk hadir di acara itu, sedangkan aku masih merasa bersalah padanya."

"Hingga kapan kau mau dikejar dengan rasa bersalah? Aku memang masih remaja, tapi aku bukan tidak mengerti soal percintaan. Menurutku kau sebaiknya hadir. Hanya hadir kan? Jikapun kau tidak mau bertemu dengan pangeran, langsung pulang setelah selesai acara itu."

"Tapi aku tak yakin jika aku akan sanggup  menghadiri acara itu. Aku yakin semua yang hadir adalah orang-orang kelas atas dan aku tak mau lagi melukai hatiku dengan melihat Jungkook."

"Kau mana tahu jika kau tidak berusaha. Dan aku yakin jika hatimu akan lebih terluka jika kau mengecewakan pangeran dengan tidak menghadiri undangannya."

"Aku tidak tahu apakah Jungkook akan menyadari kehadiranku disana atau tidak. Aku takut."

"Dia sadar atau tidak, itu bagaimana nanti. Ah, kenapa percintaanmu sangat rumit, Kak? Huft, apa kau tetap mencintainya?"

"Entahlah, Chae. Aku mencoba melupakannya tapi aku tak bisa." Taehyung menatap putus asa pada sang adik. Gadis itu pun mengusap bahu lebar kakaknya.

"Ya sudah. Datang ke penobatan itu sebagai bentuk penghormatanmu untuk pangeran. Setelah itu pulanglah dan jangan pernah lagi mengingat tentang masa lalumu bersama pria itu. Mulailah hidup baru."

"Kau mudah mengatakan tapi itu akan sangat sulit untuk diwujudkan."

"Lama kelamaan juga kau bisa bangkit dari keterpurukanmu. Coba saja dulu. Kalau tidak bisa, ya mau bagaimana lagi?" Taehyung mengangguk dan kembali memeluk adiknya.

"Aku membeli kain yang bagus. Sepertinya aku akan mulai menjahit pakaian baru untuk kau datang ke penobatan itu. Kau harus terlihat lebih tampan dari biasanya."

Taehyung terkekeh, "Aku memang tampan. Terima kasih, Chae."

*****

Semua orang di istana tidak ada yang bersantai ria. Semua sibuk mempersiapkan acara besar untuk besok. Para pelayan berjalan kesana kemari, menghias setiap bagian di aula istana, mempercantik gerbang hingga seluruh jalan penghubung.

Suasana begitu semarak. Rangkaian bunga dimana-mana. Gantungan, juga banyak hiasan beraneka bentuk dipasang menjuntai dari ujung ke ujung. Semua hewan dikandangi untuk sementara. Penjagaan di sekitar istana diperketat.

Besok tepatnya. Hari dimana Jungkook naik tahta sebagai seorang Raja. Dimana jubah kekuasaan dan tongkat wewenang akan sepenuhnya ada di tangan pemuda itu.

Namun dibalik keramaian istananya, kini Jungkook tengah duduk di kamar bersama sang ibu juga sahabatnya dari kerajaan tetangga, yaitu Pangeran Jimin.

Luka Jungkook sudah cukup membaik meski lelaki itu masih sering merasa sakit. Dan sekarang sang ibu tengah mengoleskan obat di bekas luka Jungkook. Jimin yang melihatnya hanya meringis ngeri dengan sesekali mengusap Jungkook.

Tanpa Jimin sangka, teman masa kecilnya kini akan menjadi seorang pemimpin. Memang sudah tradisi kerajaan Jungkook untuk menobatkan raja yang masih muda. Dan Jimin hanya bisa mendukung sahabatnya itu dengan sepenuh hati.

Setelah selesai pengobatannya, Jungkook kembali memakai pakaian longgar itu dengan hati-hati. "Jagalah kesehatanmu, Jungkook. Besok adalah hari spesial untukmu. Ibu akan sangat bangga untuk menjadi seorang Ibu Suri dari Raja sepertimu. Kau pasti akan sangat tampan diatas singgasana itu."

Jungkook tersenyum dan menampilkan senyum kelincinya. "Terima kasih, Ibu. Aku merasa gugup."

"Tak perlu gugup, Kook. Besok juga kau akan hanya melaksanakan acara tanpa berbicara. Terkecuali sumpahmu sebagai seorang raja." Kini Jimin bersuara.

"Ya tetap saja aku gugup. Jantungku tak berhenti berdegup kencang." Sang ibu terkekeh lalu mengusap kepala Jungkook lembut.

"Besok pun semua rasa gugupmu akan hilang." Setelah itu, ratu dan Jimin meninggalkan Jungkook sendiri di kamarnya.

Dengan perlahan, Jungkook membaringkan tubuhnya menghadap ke langit-langit kamar. Matanya menatap kosong. Hatinya berada entah dimana. "Aku sama sekali tidak gugup dengan penobatan itu. Tapi aku masih cemas. Apa kau akan hadir ke hari istimewaku, Taehyung?"

Tanpa bisa dia cegah, satu tetes air matanya lolos begitu saja. "Aku masih berharap besar dirimu hadir besok. Setidaknya aku bisa melihat wajah orang yang aku rindukan. Aku menyerah pada perasaan ini, Tae."

Kemudian malam itu Jungkook memutuskan untuk menutup matanya dan mulai tidur. Masalah besok, biarlah menjadi rahasia Tuhan yang tak akan dia tahu.

*****
"Jungkook, aku ingin datang tapi aku takut kembali melukai hatimu."
________________
Beberapa chapter lagi cerita ini selesai. Hehehe

-14y-

My Prince-[kth×jjk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang