.
.
.
Jungkook membenarkan posisi dia duduk. Lutut mereka berdua menempel. Jungkook benar-benar ada di hadapan Taehyung. Tatapan keduanya tidak terlepas barang sedetik.
"Aku sangat merindukanmu. Saat itu aku akan pergi untuk menemui dirimu. Sebelum aku pergi, aku melihat lukisan diriku dan ibu. Melihat sosok ibu yang tersenyum di lukisan itu, aku jadi mengingat cerita ibu yang mengatakan bahwa dia menyamar untuk kabur dari istana.
Tiba-tiba aku terfikir kan akan cara itu. Secara spontan aku memikirkan bagaimana aku bebas dari semua permasalahan yang sedang aku hadapi. Di pagi buta itu, aku memutuskan untuk pergi dan tidak pernah kembali ke istana. Aku yakin akan ada seseorang yang lebih baik yang bisa menggantikan ku.
"Sepertinya fikiranku benar. Aku ingin bebas."
Aku langsung berjalan cepat menuju kamar seorang pelayan laki-laki. Kebetulan ukuran tubuhnya sama dengan diriku.
"Ada apa, Yang Mulia?"
"Aku minta dua pasang baju dan celana milikmu. Terserah mau yang mana, ini darurat."
"Tapi pakaianku tidak ada yang bagus, Raja."
"Justru itu yang aku perlukan. Ayolah cepat. Kau bisa meminta imbalannya kepada ibuku."
Pelayan itu kemudian membawa dua pakaian yang aku inginkan. Aku tidak mau membuat siapapun curiga. Aku memasukkan kedua pasang pakaian itu ke dalam jubahku. Lumayan hangat juga di pagi yang begitu dingin ini.
Aku memasuki kamar ibuku. Sekedar memberikan sebuah pesan dan mengucapkan salam perpisahan. Hatiku tak kuasa meninggalkan wanita ini. Namun aku yakin hidupku akan segera membaik setelahnya.
Aku sengaja tidak menaiki Hoseok karena aku tak mau menelantarkan kuda kesayanganku itu. Aku memilih menaiki kuda lain.
Selama menelusuri hutan, aku mencari sesuatu yang bisa ku bunuh namun bukan manusia. Aku memperlambat laju kudaku, hingga bunyi sesuatu dari semak belukar menggembungkan harapanku.
Aku turun. Berharap bahwa itu bukanlah hewan berbahaya. Aku mengacungkan pedangku untuk bersiap siapa tahu hewan itu menyerang ku. Saat aku mendekat, ternyata di balik semak-semak itu terdapat seekor rusa. Aku tersenyum puas melihatnya. Harapanku untuk hidup bebas akan segera terwujud.
Dengan sekali hentak, aku menancapkan pedangku pada rusa itu. Hanya membiarkan dia mati sendiri sebelum kupergunakan jasadnya.
Aku kemudian mengganti pakaianku di tempat. Membaringkan pakaian kerajaan, memindahkan bangkai rusa itu, dan mulai aku potong beberapa bagiannya supaya darah rusa itu bisa memenuhi pakaianku. Dengan pedang yang sama, aku merobek-robek pakaianku supaya terkesan seperti bekas terkaman hewan buas. Aku merusak alas kakiku dan aku lempar ke sembarang arah.
Tulang-tulang kecil milik rusa itu aku simpan di dalam pakaianku. Aku juga mencabik sedikit dagingnya untuk aku taruh di pakaianku.
Aku kemudian melepas kalung pemberian ibu. Aku sebenarnya tidak tega untuk menghilangkan barang pemberiannya. Namun aku terpaksa. Aku kemudian menaruh kalung ini dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari tempat pakaianku disimpan.
Hari sudah mulai terang. Aku yakin pekerja istana akan segera mengejarku. Dengan kuda ini, aku pergi meninggalkan tempat itu juga tak lupa membawa bangkai rusa tadi. Saat kurasa jaraknya sudah cukup jauh, aku membuang rusa itu ke sembarang tempat. Aku masih punya satu lagi pakaian yang bisa aku gunakan nanti, karena pakaianku yang ini sudah terkena darah.
Aku kemudian sampai ke samping sebuah sungai. Aku membersihkan diri juga pakaianku disana. Aku tak punya lagi sesuatu apapun. Hanya kuda ini.
Aku baru menyadari jika sebuah pisau terselip di pakaian pelayan itu. Dengan bercermin pada air, aku memotong rambutku hingga tak bersisa. Aku tak mau ada seorang pun yang mengenaliku nanti.
Aku kemudian memasuki sebuah desa disana. Bersyukurlah ada seorang kaya yang mau membeli kudaku dengan harga yang cukup. Uang itu aku pakai untuk membeli sebuah gubuk sederhana di desa itu.
Tak perlu waktu lama, aku mulai mencari pekerjaan dan akhirnya aku diterima untuk menjadi seorang kuli. Pekerjaanku adalah mengambil hasil hutan, lalu membawanya ke pusat, untuk selanjutnya hasil hutan itu dijual entah kemana.
Aku belajar banyak dari hidup di desa itu. Dari bagaimana aku harus berkeringat banyak untuk mendapatkan uang. Aku menjadi mudah beradaptasi disana. Temanku banyak. Namun tujuanku belum terpenuhi, Taehyung. Aku belum bertemu denganmu.
Aku hampir saja dinikahkan dengan putri atasanku jika aku tak berbohong bahwa aku sudah menikah. Beruntunglah mereka percaya padaku.
Dengan meminjam gerobak kuda milik atasanku, aku pergi ke desa yang ternyata cukup jauh dari desa asalku. Aku pergi ke desa Gangjeom dimana itu adalah tempatmu tinggal.
Aku mengunjungi rumahmu. Itu sudah sore jadi aku yakin jika dirimu sudah pulang. Kalaupun belum, pasti ada adikmu kan? Aku terus mengetuk rumahmu. Meskipun aku tahu apa yang akan terjadi, tapi setidaknya aku sudah kembali dan memberitahukan semua tujuanku.
Kemudian seorang petani datang. "Kenapa kau diam disana?"
"Aku ingin berkunjung kesini."
"Pemilik rumah itu sudah pergi. Mereka pindah setelah salah satunya menikah."
Tak tahukah betapa hancurnya hatiku, Taehyung? Harapanku jatuh dan pecah begitu saja. Fikiranku langsung tertuju bahwa yang menikah itu adalah dirimu. Karena aku yakin bahwa adikmu tak akan secepat itu tumbuh dewasa.
Aku pulang ke desaku dengan perasaan kecewa. Aku telah membohongi semua orang, aku mengasingkan diri, namun tujuan dari itu semua adalah nihil? Sia-sia saja aku melakukan semua ini.
Aku kemudian meneruskan hidupku meski semuanya tak se-semangat saat sebelum aku mencoba menemuimu. Aku melakukan banyak hal dengan keteledoran. Hingga akhirnya aku dipecat.
Aku kemudian pergi lagi menuju suatu tempat. Aku sudah layaknya gembara jalanan yang terombang-ambing di lautan tanpa arah. Hingga akhirnya aku sampai di desa ini. Aku mencari sebuah pekerjaan dan beruntunglah ada yang menerimaku. Aku bekerja sebagai kuli bangunan. Tak apa. Sama lelahnya seperti dulu.
Aku tak tahu jika dirimu suka beribadah di kuil ini. Hmmm... Setelah begitu lama aku pergi juga mengasingkan diri, akhirnya tujuanku tercapai. Aku berhasil bertemu denganmu.
Menatap lagi wajah yang amat aku rindukan. Menatap lagi mata yang selalu membuat aku salah tingkah.
Aku bahkan tak ingat bahwa ini adalah hari 'kematian'ku. Tapi kau mengingatnya. Aku merasa sebegitu berharganya diriku hingga kau menyebut namaku dalam doamu. Lihatlah, doamu langsung terkabul hari ini.
Aku tahu bahwa kau merindukanku, kau tahu kan bagaimana kabarku sekarang? Aku juga sudah tahu bahwa kau ingin bertemu denganku. Ternyata Tuhan begitu baik hingga dia langsung mengabulkan doamu. Aku yakin itu terjadi karena kau adalah orang yang baik.
Meskipun semuanya tak lagi sama seperti dahulu, tapi pertemuan ini cukup membuat hatiku bahagia."
Tak ada yang menyedihkan dari cerita tadi. Namun kenapa baik Taehyung dan Jungkook, keduanya sama-sama menangis? Terkecuali balita yang justru tertidur pulas.
Hanya mereka dan tuhan yang tahu.
________________
Terharu banget sebentar lagi beres ini cerita 😭😭😭-14y-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Prince-[kth×jjk] [END]
Fanfiction[Completed] "Disini, saat sungai mengalir beriring dengan ikan di dalamnya, kau dan aku saling bertatap. Hingga segalanya mulai merunyam sandiwara tanpa jejak." Salahkah jika seorang nelayan sederhana mulai mencintai pangerannya? Baginya, cinta tak...