ALBARA-

155 5 0
                                    

     Kelas sudah diterisi penuh, hanya ada satu orang yang ia tunggu tunggu sedari tadi, barra tidak kunjung muncul, padahal tidak izin kalau memang mau tidak masuk hari ini. Alice tidak bisa berhenti memperhatikan pintu, berharap sosok yang ia tunggu tunggu datang dalam hitungan detik.

Alice mencoba bertanya pada fabi dan galih , namun keduanya juga tidak tau kenapa barra tidak kunjung datang, tidak mungkin barra terlambat. Karna selama ini barra berangkat jauh lebih awal dari alice dan yang lainya.

Jantungnya masih berpacu cepat kala mengingat kejadian semalam, dimana barra memutuskan untuk berjalan sendiri sendiri, alice yakin saat itu barra hanya emosi, ia akan menjelaskan segalanya hari ini, agar kesalahpahaman mereka bisa berakhir dan tidak berkepanjangan.

Matanya agak bendul karna semalaman menangis, banyak yang bertanya namun alice hanya menjawab digigit semut makanya sampai begini.

Guru matematika sudah datang, namun Barra tidak kunjung menampakan batang hidungnya, alice semakin khawatir terjadi apa apa kepada anak itu.

Ternyata benar saja, barra datang dengan acak acakan, bajunya tidak dimasukan, san terlihat begitu berantakan, alice sudah menyiapkan tempat duduk untuk barra, namun barra melewatinya begitu saja, barra duduk di sebelah fabi, dan danu yang semula duduk bersama fabi kini duduk dengan Alice.

Alice melihat sudut bibir barra berdarah, keningnya pun merah merah, apa barra berantem? Tapi dengan siapa, setahu alice barra tidak memiliki musuh di skolah ini, apa jangan jangan dengan, ah sudahlah ia akan menanyakan hal itu nanti saja. Meski sebenarnya masih terasa canggung kala harus berhadapan dengan barra.

Jam pelajaran berjalan seperti biasanya, bedanya tidak ada lagi Barra yang menjahilinya, seperti ada sesuatu yang kosong dan tidaj terisi, alice canggung harus mengajak barra bicara, setelah guru mata pelajaran matematika keluar kelas, dan teman temanya berhamburan, ada yang keluar ada juga yang nongkrong di depan, hanya ada alice barra dan teman teman geng barra, dan karena nada tidak masuk hari ini.

" Lo kenapa bar, berantem?" Tanya galih kala melihat ujung bibir barra terluka.

" Paling juga berantem sama ayam tetangganya, ya kan bar" timpal fabi becanda, barra hanya tertawa menyikapi pertanyaan teman temanya, matanya tidak melirik ke arah alice sedikitpun, bukan malas, entahlah tapi yang penting barra tidak akan melihat gadis itu dengan tatapan seperti hari kemarin, semuanya sudah berbeda sekarang.

" Sok iyes lo berantem"
" Kemarin lo belum imunisasi bar kenapa sekarang berantem sih, kan gue jadi khawatir"
" Iya yah gue lupa" jawab barra cengengesan seolah tidak ada beban apa apa, dan alice memperhatikan itu, ia pura pura memainkan ponsel yang tidak ada isinya apa apa.

" Lagian berantem sama siapa sih" tanya nana yang tidak sengaja lewat. " Sampe kaya gini" sambungnya, tanganya meraih wajah barra dan menatapnya dengan seksama.

Alice memperhatikan hal itu namun ia diam saja, begitupun barra, barra tau alice mengetahui hal ini, jika tidak ada reaksi apa apa itu artinya alice memang sudah benar benar menerima keadaan, membiarkan gadis lain memperhatikanya bahkan genit kepadanya.

Sejak semalam barra tidak bisa tidur nyenyak, tanganya tidak bisa tidak mengepal kala mengingat wajah alice alana dan rama, terutama lelaki itu, lelaki yang sudah membuat wanitanya merasa nyaman selain dirinya.

" Iya nih abang terluka, nana mau ngobatin nggak?" Barra mencolek pipi nana. Alice masih melirik dan membiarkan hal itu meski ada yang terbakar di sela sela jantung dan hatinya, rasanya ia ingin sekali menarik rambut nana dan memukul pantatnya yang kecentilan.

" Ih ganjen lo bar, nana kan maunya sama gue, ya kan na?" Sahut fabi sembari menaik turunkan alis dan menjilat bibir seperti sedang mengumbar hawa nafsunya, dasar penghuni neraka.

ALBARA - (Jatuh Cinta Itu Lucu)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang