Sampai detik ini alice masih ragu dalam menetapkan keputusan, menjalin hubungan namun tidak rela hati yang lain rapuh membuatnya tidak mampu memberi kepastian pada hubunganya dengan barra, seiring waktu ia faham, bahwa cinta datang karena terbiasa, begitu juga dengan hatinya saat ini, ia tau bahwa saat ini yang terjadi adalah dia mencintai barra.
Sungguh dalam perasaan yang dulu ia buang ini, seperti bisa ular yang menyebar lalu menjalar begitu cepat, tidak ingin kehilangan membuatnya menjadi wanita paling bodoh, mungkin.Yang dianggap benar adalah ular, jika ia menganggap benar apa yang dikatakan danu, maka disini dua hati akan terluka, namun jika bertindak seolah tuli dan buta, nada sendiri yang akan terpuruk dalam luka.
Semesta..
Ingin sekali rasanya alice berteriak, bertanya pada angin, siapa yang pantas di salahkan akan hal ini, jika sudah terjadi , mengapa harus kepadanya..Matanya sedikit bengkak karena terlalu lama sembab oleh air mata, sedari tadi ia tidak bisa menahan isak tangisnya lagi, begitupun nada yang sudah kehilangan cara agar alice mengerti akan semua, barra hanya bisa duduk dengan rambut acak acakan, sedari tadi mereka bertiga bergumam pada dirimereka sendiri, menyalahkan semesta akan perassaan yang mereka miliki.
Untung saja perpustakaan sepi, karena jam pelajaran terakhir, jadi barra dan nada sepakat mengajak alice menenangkan pikiran di tempat persegi yang cukup luas dan dipenuhi oleh ruas buku lapuk tanpa pembaca.
Alice masih menelengkupkan kepalanya di meja, nada duduk di pinggirnya seraya memeluknya berniat menenangkan, sedangkan barra sendiri lebih memilih duduk agak jauh dari keduanya.
Sekilas barra menatap dua gadis yang kini tengah menunduk, salah satunya adalah alice, gadis yang begitu ia sayangi, jika saja tadi keduanya tidak melarang, mungkin danu sudah babak belur kena hajar, untungnya bara masih bisa menahan emosi dan memilih menenangkan diri di sini.
" Gue yang salah al, barr, maafin gue" ujar nada lirih, namun masih bisa di dengar oleh keduanya, kini barra mendekat ke arah nada dan alice.
" Nggak ada yang perlu di salahin, bahkan gue sendiri juga gapernah tau kenapa bisa sepenuhnya ngasih perasaan gue ke alana" jelas barra, sedikit membuat sesak di hati nada, namun bagaimanapun juga seperti itulah kenyataanya.
" Apa yang gue takutin bener bener kejadian bar" kini nada meneteskan air mata, sedari tadi ia berusaha menahanya, mungkin karena ia sudah terlalu lelah berpura pura baik baik saja.
" Gue bener bener takut lo berdua salah faham sama apa yang gue pendem selama ini" sambungnya." Salah satu sumber kenapa perasaan suka itu bisa ada, adalah nyaman kan bar, al? Dan gue ngerasain itu saat gue deket sama bara, gue akuin nggak seharusnya gue punya perasaan nyaman ke pacar sahabat gue sendiri. Tapi sedikit aja niatan buat ngerusak hubungan kalian itu nggak adaa, bener bener nggak ada all, lo percaya kan sama guee" nada begitu terisak.
Alice yang melihat hal ini menjadi begitu tersentuh, apa benar yang di katakan nada?
" Lo sih barrr, udah tau gue baperan, mana di kasih perhatian lebih dikit udah lemah" sambung nada sedikit tertawa mencairkan suasana yang mulai tegang, ia tidak ingin terlihat hancur saat itu.
" Lo sendiri juga tau kan nad, gue ya emang gini orangnya, baper enggak nya cewek tentang perlakuan gue, ya itu urusan dia, lo juga gitu nad, hati dan cinta gue cuma buat ini anak" jelas barra mengusap puncak kepala alice yang masih ia tengkurapkan.
" Gue yang salah bar" nada menunduk lesu, setidaknya apa yang ia jadikan beban selama ini sudah terlampiaskan, dalam artian barra dan alice sudah mengetahuinya, meski niat nya tidak seperti ini.
***
" Gue minta maaf ya bar.." ujar alice untuk yang kesekian kali, sedari tadi ia hanya diam mematung tidak mengatakan apapun selama di perjalanan barra mengatarnya pulang, tidak seperti biasa, barra juga diam tidak berusaha mengajaknya berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARA - (Jatuh Cinta Itu Lucu)
RastgeleGemercik air hujan itu menyembunyikan tawa yang menutupi samar nya luka. lentik nya jemari yang menyapa dinginya sepi. menyambut pagi dengan kecohan sang mentari. embun di ujung bumi,yang mengepul pesat perlahan pudar. beriring dengan air yang mengg...