ALBARA- sesakit inikah?

193 4 0
                                    

Seperti hal nya sayap, Bukankah semakin besar harapan maka akan semakin tinggi kau di bawa terbang, semakin sakit bila kau jatuh dan patah.

***

" Kamu ingat ali, pertama kali kita datang kesini untuk apa?" Rama masih menggenggam jemari alice yang terasa mungil.

Mereka berjalan mengitari ruang waktu, seperti yang rama janjikan beberapa tahun lalu, tempat yang selalu ramai bagi alice, namun tetap sepi bagi dirinya.

Tempat khusus yang di ciptakan rama hanya untuk sang tuan putri.

" Untuk melukis kisah rama dan shinta"
" Itu dulu"
" Kalau sekarang?" Alice kembali bertanya.
" Untuk melukis kisah panjang rama dan tuan putrinya"
" Aku alice, bukan putri yang kau ciptakan sendiri"
" Putri adalah bidadari tercantik yang di miliki semesta, sedangkan aku hanya ingin memilikimu, yang cantiknya luar biasa"

" Ali.." rama menggenggam kedua tangan alice, membiarkan gadis itu menatap balik tatapan matanya. " Kamu mencintai barra?"

" Sangat" jawab alice yakin.
" Ada yang teriak teriak bilang cemburu"
" Siapa?"
" Hatiku, tapi mau bagaimana lagi, hati tuan putri yang belum sempat ku tahklukkan sudah lebih dulu singgah di tempat orang lain"
" Semua itu hanya tentang permainan waktu bukan?"
" Yah dan aku salah harus berjarak dengan kamu meski hanya beberapa saat, ternyata kepergianku sudah membuatmu se kecewa itu"

Rasa kecewaku tak akan pernah menang jika sudah melawan dirimu rama.

" Kamu sempat membenciku ali?"
"Yahh.. beberapa saat, tapi tidak lagi kalau kamu memberikanku arum maniis sepuluh"
" Mau yang manis?"
" Mau, tapi apa yang lebih manis dari senyumanku?" Alice tertawa setelah memuji dirinya sendiri.
" Ah iya ya, aku lupa, tidak ada yang lebih sempurna ketimbang tawamu"

Alice alana, merubah takdir bukanlah kehendaku, melainkan jalan semesta yang mestinya kita lalui bersama sama, aku tak pernah merenggut apapun dari yang digariskan tuhan untuk kita, mencintaimu hingga esok bukanlah suatu kesalahan, namun ketidakmungkinan, sebab cinta hanyalah untuk seorang yang baru saja merasakan jatuh cinta, sedangkan aku dan dirimu, sudah berulang ulang kali merasakanya.

***

Hampir tiga jam barra berdiri di depan pagar rumah alice, menunggu gadis itu pulang dan diantar oleh pangeran yang selalu menjadi kebanggaanya. Rasanya ingin sekali berteriak menengahi keduanya dan membuat mereka mengerti apa yang ia inginkan, barra tak ingin alice bersama orang lain, merasakan bahagia yang teramat sangat bukan dengan dirinya, sedikit egois memang, namun ia tidak ingin kehilangan gadis itu.

Namun bukankah semeta selalu punya rencana, sekuat apapun barra menggenggam, jika kebahagiaan alice bukan denganya, meski sudah berkali kali barra berusaha, titik lelah juga pasti ada.

Malam ini, ia tak akan lagi mengusik dan mengikat erat gadis itu, menjadikanya seperti sayap yang ia paksa terbang dan mengepak bersama sama. Barra akan melepaskan satu sayapnya, lebih baik jika tidak terbang sama sekali bersama harapan harapan yang fana itu.

Sebuah mobil berhenti tepat di hadapanya , di dalam kaca terbuka alice sudah lebih dulu menangkap tatapan mata barra, tatapan yang belum pernah ia lihat, mengapa barra tidak masuk rumah? Sudah seperti tamu yang tidak ingin singgah.

Rama membukakan pintu mobil untuk alice, dan gadis itu berjalan, raama tersenyum lalu mengelus pelan pucuk kepala alice, Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sudah menahan sesak sedari awal bertemu mereka.
Alice sedikit canggung, meski saat ia melirik ke arah barra lelaki itu memalingkan wajahnya.

" Terimakasih untuk hari ini, sudah mau ku ajak jalan di jalan tidak jelas, mengenang beberapa rindu yang sempat dipaksa bungkam"
" Sama sama, hati hati" setelah itu rama pergi.

ALBARA - (Jatuh Cinta Itu Lucu)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang