Teman Minhee

33 2 0
                                    

"Kau punya waktu sebentar? Aku ingin berbicara denganmu, Seo Jaehan."

Jaehan mengekori langkah pria itu dengan tanpa banyak bicara. Sampai di dekat lorong yang sepi, keduanya berhenti.

"Katakan, Park Woojin. Apa yang ingin kau bicarakan? Aku tak punya banyak waktu."

Woojin meragu untuk mengatakan apa yang hendak dikatakannya. Jantungnya berdetak lebih kencang. Ia tak pernah seperti ini sebelumnya ketika hendak melakukan sesuatu. Biasanya Woojin selalu yakin dengan setiap langkah yang ia ambil. Namun kini kemana Park Woojin yang itu.

Woojin terus menatap lantai sambil sesekali menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Bibirnya sudah terbuka untuk mengatakan sesuatu, walau tak satupun kata yang terucap. Mungkin Woojin akan terus seperti itu jika Jaehan tidak menegurnya.

"Aa.. begini Jaehan-ah. Se, sebenarnya.. su, sudah lama aku ingin.. mengatakan hal ini padamu. Tapi.."

"Langsung intinya saja." Jaehan memotong ucapan Woojin. Ia benar-benar tak memiliki banyak waktu.

"A, aku.. aku, menyukaimu. Aku menyukaimu Seo Jaehan." Beberapa detik kemudian, keheningan hadir di antara mereka. Jaehan terkejut, namun berusaha menyembunyikan keterkejutannya itu.

Satu helaan berat keluar dari mulut Jaehan. Ditatapnya Woojin yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan penuh harap.

"Maafkan aku Woojin-ah. Aku tidak cukup baik untukmu. Kurasa aku tidak bisa menerima perasaanmu. Aku.. ingin kita hanya menjadi teman, tidak lebih. Sekali lagi maafkan aku Woojin-ah. Aku tahu, mungkin ini menyakitimu. Tapi.. maafkan aku. Aku harus pergi sekarang."

Jaehan melangkah meninggalkan Woojin di lorong itu. Ia masih berdiri di tempatnya."Kalau begitu, tidak perlu meminta maaf. Ini benar-benar menyakitkan." Gumamnya.

Beberapa menit kemudian, Woojin pun memutuskan untuk beranjak dari tempat itu. Tak ingin merasakan sakit terlalu lama.

---

Minhee tengah berbincang dengan temannya ketika tiba-tiba ia melihat Woojin berlalu dengan wajah murung. Temannya selesai berbicara, namun Woojin telah berbelok di lorong menuju ke luar gedung. Setelah temannya pergi, Minhee bergegas menyusul Woojin.

"Woojin Hyung!"

"Aish.. Ya, Kang Minhee! Kau mengejutkanku." Minhee tersenyum tak bersalah ke arah Woojin.

"Kau baik-baik saja Hyung? Kenapa ada awan hujan di wajahmu, hmm?" Woojin hanya menggeleng. Enggan untuk menceritakan masalahnya pada Minhee.

Namun Minhee paham betul sikap hyungnya yang satu itu. Mereka bukan orang yang baru saja saling mengenal. Mereka berdua sudah saling kenal sejak lama. Sejak sekolah dasar lebih tepatnya. Tak heran jika Minhee sangat memahami Woojin, dari pada teman-temannya yang lain.

Jika sudah seperti itu, Minhee hanya akan diam. Menunggu Woojin mau berbagi masalah yang tengah dihadapinya.

"Minhee-ya. Aku baru saja mengatakan perasaanku pada Jaehan." Kata Woojin akhirnya.

"Lalu, bagaimana Jaehan Noona?" Minhee antusias. Woojin hanya menggeleng sebagai jawabannya. Setelah memahami situasi, Minhee hanya mengangguk sambil tersenyum kecut. 'Jadi itu yang mambuat Woojin Hyung murung.' Batinnya.

"Eyy, Hyung. Ayolah. Jangan bersedih hati seperti itu. Aku tahu itu pasti sangat menyakitkan. Tapi berhentilah bersedih, Hyung. Mungkin ada alasan tersendiri bagi Jaehan Noona, kenapa ia tidak menerima perasaanmu. Aku yakin pasti ada orang lain di luar sana yang sedang menunggumu, dan akan mendampingimu nanti. Sekarang.. supaya kau tidak bersedih, ayo kita ke cafe di ujung jalan sana. Yang lain sudah menunggu."

"Baiklah. Ayo kita ke sana." Woojin dan Minhee pun berjalan menuju cafe di ujung jalan yang tak terlalu jauh dari kampus mereka. Tak butuh waktu yang lama, mereka sampai di cafe itu. Suara lonceng di pintu membuat sekumpulan mahasiswa menoleh ke arah pintu.

"Minhee-ya! Woojin Hyung!" Seseorang memanggil mereka. Langkah mereka terhenti di salah satu meja yang diisi oleh empat orang.

"Kalian dari mana saja? Kami menunggu sangat lama." Tanya salah satu dari mereka ketika Minhee dan Woojin duduk, bergabung dengan mereka.

"Aku harus pergi ke perpustakaan terlebih dahulu sebelum ke sini, Yohan Hyung. Oh iya, Jisung Hyung dimana?" Pria dengan gigi kelinci yang dipanggil Yohan oleh Minhee menggeleng.

Salah satu dari mereka mengatakan bahwa Jisung sedang bekerja. Kemudian, ia bangkit dari kursinya untuk memesankan Minhee dan Woojin makanan. "Wooah.. Minhyun Hyung. Kau sangat baik. Bisakah kau juga memesankan aku minuman?"

"Baiklah. Akan kupesankan untukmu, Jinyoung-ah. Mm.. Junho-ya! Kau juga?" Junho menggeleng.

Beberapa menit kemudian, Minhyun kembali dengan membawa pesanan teman-temannya. Mereka melanjutkan perbincangan. Minhee dan yang lain tertawa ketika Woojin membuat lelucon. Namun ia tahu jika sebenarnya Woojin masih terluka. Woojin selalu menghibur orang lain jika dirinya sendiri sedang terluka. Itu sudah menjadi hal biasa.

Diantara mereka, ada satu orang yang tidak tertawa disaat yang lain tertawa. Tertawa pun hanya sekedar tersenyum. Minhee menyadari hal tersebut. Setelah memperhatikan Woojin, atensi Minhee teralihkan oleh orang di hadapannya yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Cha Junho.

"Junho-ya, apa kau sakit? Kau banyak terdiam hari ini." Tanya Jinyoung tiba-tiba. Membuat semua menatap Junho yang duduk di sebelah Minhyun.

"Mm.. aku merasa tidak enak badan."

"Pulanglah jika kau merasa tidak enak badan, Junho-ya. Mau kuantar?" Tawar Minhee.

"Tidak, terima kasih. Aku akan pulang sekarang." Junho menggendong tasnya sebelum ia beranjak. "Hubingi aku ketika sampai." Minhee khawatir. Junho pun akhirnya pergi meninggalkan keenam temannya.

Setelah Junho pergi, mereka masih menikmati minuman masing-masing. Hingga akhirnya Minhyun pamit untuk pergi bekerja. Begitu juga Minhee. Ia juga pamit beberapa saat setelah Minhyun pergi.

"Kau juga akan pergi bekerja, Minhee-ya?" Minhee berdiri dari duduknya sambil bergumam mengiyakan. "Aku akan pergi."

Teman-temannya mengiyakan. Minhee berjalan menuju tempat kerjanya. Sebuah minimarket 24 jam yang cukup jauh dari kampusnya. Sudah lama Minhee bekerja di sana. Yah, walaupun gajinya tidak seberapa, tapi masih bisa digunakan untuk membantu membiayai kuliahnya.

Matahari telah tenggelam di ufuk barat ketika Minhee sampai di tempat kerjanya. Ia sampai 10 menit lebih cepat. Noona yang berjaga sebelum Minhee sampai terheran karena tak biasanya Minhee datang lebih awal.

Setelah mengganti pakaiannya, Minhee menuju tempat kasir, dengan membawa beberapa buku. Ia menyempatkan belajar sambil bekerja.

---

Pukul 23.10

Seseorang datang menggantikan Minhee. Minhee kembali mengganti pakaiannya, kemudian berjalan pulang. Langkahnya terhenti ketika sebuah panggilan masuk ke ponselnya.

"Yeoboseo.. Junho Eomma. Hmm, Tidak. Junho tidak sedang barsamaku. Aku baru saja selesai bekerja. Tadi sore Junho pamit untuk pulang lebih dulu karena tidak enak badan. Kukira dia sudah di rumah." Minhee terdiam, mendengarkan semua yang Ibunya Junho katakan. "Baiklah, aku akan mencarinya."

The Circle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang