Lost Star With Red Candle

9 3 0
                                    

Malam ini kafe milik Seungwoo tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung yang masih duduk di kursi mereka dengan minuman dan aktivitas masing-masing. Mungkin karena sudah hampir tutup. Pengunjung jadi semakin berkurang.

Seungwoo, Daniel, Seongwoo, dan Seungyoun tengah berbincang di dekat meja kasir. Menyapa setiap pengunjung yang datang atau yang hendak keluar. Sedangkan Wooseok dan juga Eunsang, sedang membersihkan meja yang usai digunakan pengunjung.

Suara lonceng di atas pintu menandakan adanya seseorang yang baru saja masuk. Seungwoo dan yang lain sontak merotasikan kepala mereka, kemudian memberi sapaan. Seongwoo yang tadinya sedang tersenyum dengan lebar, kini menghilangkan senyum itu dengan perlahan. Ia memandang seseorang yang baru saja masuk dengan pandangan gusar. Mengapa orang itu masih datang kepadanya? Bukankah beberapa waktu yang lalu, Seongwoo sudah melarangnya untuk menemuinya lagi?

"Untuk apa kau kemari, Lee Hangyul?" Tanya Seongwoo dengan dingin. Yang lain memilih untuk mundur beberapa langkah. Memberi ruang untuk kedua saudara itu saling berbicara.

"Apa kau punya sedikit waktu, Hyung? Ada yang hendak kusampaikan padamu." Meski Seongwoo tidak memperhatikan Hangyul dengan baik, namun ia bisa menangkap raut sendu dari wajah adiknya itu. Kasihan? Tidak banyak. Hanya sedikit. Ia juga kakak, sedikit banyak pasti empati pada adiknya.

"Jika tidak terlalu penting, sebaiknya katakan sekarang." Ucap Seongwoo masih dengan nada dinginnya.

"Aku tidak tahu ini masih penting atau tidak bagimu, Hyung. Tapi setidaknya kau juga harus tahu."

"Tapi aku masih bekerja. Aku tidak ingin diganggu."

"Aku akan menunggu hingga kafe tutup."

Dari tempatnya berdiri, Daniel dapat menarik sebuah kesimpulan. Ong Seongwoo keras kepala. Lee Hangyul juga. Meski bukan saudara kandung, mereka sama-sama memiliki tingkat keras kepala yang sama. Sama-sama tidak bisa dibantah hingga salah satunya mengalah.

Seongwoo menghela nafasnya dengan kasar. Sebenarnya ia sangat muak dengan apa pun yang menyangkut masa lalunya. Namun mendengar ucapan Hangyul tadi, sepertinya itu memang hal yang penting. "Baiklah. Terserah kau saja."

Hangyul kemudian mengukir sedikit senyumnya, kemudian berlalu menuju salah satu meja di ujung kafe. Dekat dengan jendela, membuat Hangyul bisa melihat lalu lintas kota.

"Bersabarlah, sebentar lagi kafe kami akan tutup. Kau bisa berbicara berdua dengan Seongwoo kemudian." Hangyul menoleh dengan cepat ketika suara seseorang terdengar sedang berdiri tak jauh darinya. "Ah iya, ini. Minumlah selagi menunggu. Yang ini tidak perlu dibayar."

"Hyung.. tidak perlu repot-repot seperti itu. Diizinkan menunggu seperti ini saja, aku sudah senang." Kata Hangyul. Menolak dengan sopan minuman yang disodorkan oleh Seungwoo.

"Tidak, tidak. Aku memaksa. Kau harus meminumnya."

"Mm.. baiklah kalau begitu. Terima kasih banyak, Hyung." Seungwoo tersenyum sambil mendudukkan diri di depan Hangyul. Ingin mengobrol sebentar dengan adik Seongwoo itu. "Jauh hari sebelumnya, aku pernah berkunjung ke sini. Dan aku sangat menyukai menu yang ada. Suasana kafenya juga sangat menyenangkan."

"Ah jangan melebih-lebihkan. Banyak kafe yang lebih bagus dari kafe ini." Seungwoo merendah.

"Tidak, Hyung. Aku berkata yang sebenarnya."

-*-*-*-

Lee Hangyul masih menunduk dalam. Sama sekali belum berminat untuk membuka mulutnya. Tangannya memainkan gelas kopi yang isinya nyaris habis. Tidak berani menatap Ong Seongwoo yang sedang duduk bersandar di kursi depannya.

The Circle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang