Trust Me, ILY!

11 3 0
                                    

"Bisa datang ke kafe yang biasa kita kunjungi? Ya, kafe yang di dekat taman. Aku akan menunggumu."

Daniel memutuskan sambungan telfon setelah sang kekasih mengiyakan ajakannya. Daniel rasa, ia harus meluruskan masalah ini. Sangat tidak nyaman jika suasana canggung selalu menyelimuti keduanya. Apalagi, mereka sepasang kekasih. Bukankah sepasang kekasih harus banyak berkomunikasi jika ada masalah? Sepertinya, memang itu yang harus Daniel lakukan, supaya kesalahpahaman ini tidak berkepanjangan.

Karena Daniel sedang berada tak jauh dari wilayah kafe, tidak butuh waktu yang lama untuk Daniel sampai di sana. Hanya sekitar lima belas menit berjalan kaki, Daniel telah sampai di kafe.

Seperti yang tadi Daniel bilang. Kafe itu merupakan tempat yang biasa mereka berdua kunjungi. Suasana kafe yang menenangkan, serta dekorasi yang ditata sedemikian rupa hingga membuat Daniel dan Soobin senang berada di sana.

Daniel memesan minuman terlebih dahulu untuk dirinya. Setelah itu, ia memilih tempat duduk di pojok kafe dekat jendela, persis seperti tempat yang kerap ia tempati bersama Soobin. Tak berselang lama, pesanan Daniel datang. Ia menyesap minumannya dengan perlahan, sambil memandang keluar jendela.

"Kang Daniel!"

Sebuah suara yang ia kira milik Soobin membuatnya menoleh dan refleks berdiri. "Akhirnya kau dat..ang." Daniel yang menyadari bahwa pemilik suara yang memanggilnya itu bukan Soobin, seketika duduk kembali di tempatnya tanpa peduli dengan orang itu.

"Kau sedang menungguku, Niel-ah? Ouu.. kau tahu aku akan kesini, ya? Jadi kau-"

"Aku sedang menunggu kekasihku. Moon Raemi, jangan terlalu percaya diri jika aku di sini karenamu." Daniel memotong ucapan Raemi dengan cepat. Oh astaga. Kenapa Daniel hari ini harus dihadapkan dengannya lagi?

Raemi yang mendengar itu bukannya sadar dan pergi, ia malah dengan santainya duduk di kursi depan Daniel yang kosong sambil meminum minuman yang ia bawa. Tatapan matanya menuju pada Daniel dengan intens. Meskipun, Daniel yang kini - mungkin - marah atau bahkan membencinya, namja itu tetap saja tampan dimata Raemi. Sebuah maha karya ciptaan Tuhan yang harus dimilikinya.

"Apa yang sedang kau lakukan, di situ? Jika tidak ada keperluan yang bersangkutan denganku, bisakah kau pergi dari hadapanku?" Kata Daniel tanpa mengalihkan pendangannya dari lalu lalang kota yang cukup padat.

Dada Raemi rasanya sesak. Seperti ada ribuan jarum yang menusuk ulu hatinya. Bukankah Raemi baru saja diusir oleh orang yang ia sukai? Kalau Raemi boleh jujur, hal itu sangatlah menyakitkan. Raemi tercekat, lidahnya kelu, sulit bagi Raemi untuk menelan minumannya. Sepertinya sudah tak ada harapan lagi bagi Raemi untuk mendapatkan seorang Kang Daniel. Namun, bukan Moon Raemi jika berhenti berjuang begitu diusir atau dibenci sang pujaan hati.

Berbeda dengan Raemi, Daniel masih tetap santai berada di tempat duduknya. Ia hanya sedikit gusar ketika Raemi ada di dekatnya. Daniel rasa, Raemilah yang menyebabkan hubungannya dengan Soobin merenggang.

Daniel mengambil minumanya yang tersisa separuh gelas. Ia menyesapnya perlahan. Masih dengan pandangan yang sama sekali tak ingin menangkap sosok Raemi di matanya. Meskipun dengan ekor matanya, ia masih bisa melihat Raemi terus memandanginya. Daniel meletakkan kembali gelas minumannya di atas meja. Ia benar-benar tak peduli dengan keberadaan Raemi.

"Aku akan pergi setelah ini. Namun, ada satu hal yang harus kukatakan padamu." Raemi memajukan tubuhnya. Tangannya naik menuju sudut bibir Daniel, membersihkan noda yang tertinggal akibat minumannya. "Kau harus tahu, bahwa aku menyukaimu. Sejak lama. Aku tahu jika kau telah memiliki kekasih, tapi.."

Raemi menggantungkan kalimatnya. Sedangkan Daniel, ia membeku di tempatnya. Terlalu kerkejut dengan apa yang Raemi lakukan. Belum selesai keterkejutannya, ia kembali dibuat membeku ketika dengan berani Raemi mengusap lembut rahang dan juga pipi Daniel. "Tak bisakah kau menerimaku? Tidak masalah bagiku untuk menjadi simpananmu. Asalkan aku bisa terus bersamamu."

---

Astaga. Apa yang yeoja itu pikirkan? Daniel jelas bukan orang yang bisa berbuat sekejam itu pada kekasihnya. Mengapa ia begitu memaksa?

Tak~

Suara benda yang terjatuh membuat Daniel tersadar. Dan betapa terkejutnya Daniel ketika melihat Soobin berada tak jauh dari tempatnya. Ia berdiri dengan tegang. Tangannya terulur untuk mengambil ponselnya yang terjatuh, kemudian segera pergi meninggalkan kafe itu.

Dengan sekali sentakan, tangan Raemi terhempas dari pipi Daniel. Daniel bangkit dari duduknya, kemudian menatap tajam orang di depannya. "Ah, sial! Ini semua karena kau! Seandainya kau tidak pernah hadir dalam hidupku, pasti aku dan Soobin baik-baik saja. Kumohon dengan amat sangat! Pergilah dari hidupku, dan jangan pernah menggangguku lagi!"

Ucapan Daniel tidak keras. Ia masih memiliki urat malu untuk membuat keributan di kafe. Namun, setiap kata yang Daniel ucapkan terdengar begitu penuh penekanan. Sedikit banyak membuat Raemi merasa seperti dihantam batu besar.

Daniel meninggalkan kafe, mengejar sang kekasih yang sepertinya mendengar ucapan Raemi. Soobin berlari menjauhi kafe dengan air mata yang menggenang. Namun ia tidak menangis. Soobin tidak ingin menangis lebih tepatnya. Marah? Sepertinya juga tidak. Ia hanya.. kecewa?

Tak peduli berapa kali ia menabrak orang yang berlalu lalang, ia terus saja berlari. Namun tak susah bagi Daniel untuk mengejar Soobin. Karena, yah.. tubuh tinggi Daniel sangat bisa diandalkan disaat seperti ini.

Soobin berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya. Memiliki daya tahan tubuh yang lemah sama sekali tidak membantu Soobin. Nafasnya memburu. Jantungnya berdetak dengan kencang. Soobin hendak kembali berlari ketika sosok Daniel mulai mendekat. Namun kakinya sudah tak bisa diajak kerja sama lagi.

Terlambat. Daniel sudah berada di belakangnya. Tangannya digenggam dengan erat, namun tidak kasar. Soobin berusaha melepas cengkraman Daniel. Namun karena tenaga Daniel lebih kuat, usahanya menjadi sia-sia.

Daniel menarik Soobin menuju taman di sebrang jalan. Setelah sampai di sana, Soobin masih terus saja mencoba melepaskan diri meskipunn tetap tak mbuahkan hasil apapun.

"Kau mendengar semuanya?"

Tak ada jawaban. Soobin masih sibuk melepaskan diri. "Bin-ah, aku sedang bertanya. Apa kau mendengar semuanya?" Daniel mengulang pertanyaannya. Suaranya masih melembut. Membuat Soobin berhenti berusaha. Soobin terdiam. Ia menunduk menatap ujung sepatunya, tak berani menatap Daniel yang sebenarnya sama sekali tidak marah kepadanya.

Diam Soobin, Daniel anggap sebagai jawaban membenarkan. Ia menarik kekasihnya itu ke dalam dekapannya. Meski sempat kembali memberontak, akhirnya Soobin mengalah. Ia membiarkan Daniel memeluknya.

"Kau tau Bin-ah, aku bukan orang yang seperti itu. Aku sudah memilikimu, untuk apa aku harus menerima orang lain? Kau sudah lebih dari cukup untukku. Aku tak memerlukan orang lain."

Perlahan, pertahanan Soobin runtuh. Tetes demi tetes air mata mulai membasahi pakaian Daniel. Dengan jarak seperti itu, ia bisa mencium aroma Daniel yang begitu khas. Membuatnya semakin terisak. Tangannya naik untuk membalas pelukan Daniel.

Daniel merasa lega. Semoga dengan hal itu, hubungannya dengan Soobin akan membaik.

Satu tangan Daniel yang bebas, ia gunakan untuk mengusap helaian rambut Soobin dengan lembut. Kemudian, ia meninggalkan sebuah kecupan di puncak kepala Soobin. Membuat Soobin tersenyum dalam tangisnya.

"Aku mencintaimu, Bin-ah. Sangat. Aku sangat mencintaimu."







The Circle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang