Beautiful Good Bye

3 2 0
                                    

"Apa semua sudah Kau bawa? Tidak ada yang tertinggal? Atau perlu kubelikan sesuatu sekarang? Kau tidak lupa membawa dompetmu, kan?"

Pertanyaan beruntun itu kembali Minhee tanyakan. Hal itu membuat Soojin merasa gemas sendiri. Tentu saja gemas karena kesal. Sampai ia rasanya ingin mencubit pipi kekasihnya itu.

"Sudah. Semua sudah kubawa. Tidak perlu khawatir, Minhee-ya."

"Benar, sudah semua?"

Soojin memutar matanya malas. Ia tahu, sebenarnya Minhee hanya ingin mengulur waktu dan masih ingin lebih lama bersamanya. Minhee tidak ingin Soojin pergi meski nyatanya laki-laki itu bilang, tak apa untuk pergi. Gadis itu maju beberapa langkah. Mengikis jarak yang ada di antara mereka. Kemudian mendekap Minhee seperti memeluk beruang besar.

"Hanya satu minggu, Minhee-ya. Hanya satu minggu." Gadis itu mengusap-usap punggung kekasihnya dengan lembut. Sedikit menjinjit - tentu saja - karena tinggi Minhee yang menjulang. Minhee menumpukan pipinya di bahu Soojin. Tidak peduli jika Soojin tidak dapat mendekap tubuhnya secara keseluruhan, Minhee menyamankan dirinya. Bibirnya mencebik. Benar-benar tidak ingin Soojin pergi.

"Cepat pulang, Booboo!"

Soojin terkekeh. Ia mengendurkan pelukannya sebelum akhirnya melangkah mundur untuk melepaskan dekapanya pada Minhee. Soojin kemudian menangkup kedua pipi laki-laki di depannya dan menekannya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Membuat bibir Minhee tampak seperti mulut ikan. "Aku bahkan belum berangkat, Minhee-ya. Kau ini.."

"Aku pasti akan merindukanmu." Kata Minhee sambil kembali memeluk pinggang Soojin dengan kedua lengannya. Soojin juga melakukan hal yang sama. Ia balas memeluk Minhee. Namun masih ada jarak di sana. Satu tangannya naik, mengusap pipi dan rahang tegas Minhee dengan lembut. Entah mengapa, rasanya ada yang mengganjal. Soojin takut.

Gadis itu kembali mengikis jarak. Kembali menjinjit untuk mencapai jarak terdekat dengan wajah kekasihnya. Pandangan keduanya saling terkunci. Menatap satu sama lain dengan tatapan lembut dan dalam. Rasanya waktu berjalan begitu lambat. Debaran menyenangkan di dada Minhee membuat sensasi tersendiri bagi laki-laki itu. Ia tetap berada di tempatnya. Membiarkan sang gadis mempertemukan kedua ranum mereka.

Ketika ranum mereka saling bertemu, keduanya sama-sama memejamkan mata. Saling menikmati lembutnya ranum yang lain. Ciuman yang selalu Soojin sukai. Karena Minhee selalu menciumnya dengan lembut dan penuh perasaan. Bahkan ketika ia yang memulai. Soojin tersenyum disela ciuman itu. Perasaan mengganjal yang tadi ia rasakan mendadak sirna. Sekarang semuanya terasa lebih ringan bagi Soojin.

Seakan teringat bahwa mereka tengah berada di bandara, Soojin segera menjauhkan kepalanya dari Minhee. Wajahnya memanas. Membuat semburat kemerahan menghiasi paras cantiknya. "Boobooku sangat lucu ketika sedang malu." Kata Minhee sambil mencubit pipi Soojin.

Pipi Soojin semakin memanas. Ia akhirnya memilih untuk mengubur wajahnya di perpotongan bahu dan leher Minhee. Hal itu malah semakin membuat Minhee terkekeh. Gemas sekali dengan kekasihnya itu.

"Terima kasih."

"Untuk?" Gadis itu mendongak. Menatap lelakinya dengan tatapan yang meminta penjelasan.

"Untuk semua." Katanya sambil tersenyum. Minhee menunduk. Membalas tatapan Soojin dengan lembut. "Aku sangat bersyukur memilikimu dalam hidupku. Setelah ibu dan Niel hyung, kau salah satu orang yang paling berharga dalam hidupku."

Hati Soojin menghangat. Ia merasa senang jika Minhee berpikir seperti itu. Karena Soojin pun juga merasakan hal yang sama.

Keduanya masih saling berbagi pelukan untuk beberapa saat. Menikmati bagaimana tubuh Minhee yang terasa pas saat memeluk Soojin. Dan menikmati aroma tubuh Soojin yang selalu membuat Minhee tenang. Namun sayangnya, pusat pemberitahuan memberi tahu bahwa penerbangan Soojin akan dilaksanaka tak lama lagi. Mengharuskan keduanya menyudahi tautan pelukan mereka.

"Kurasa ini saatnya aku harus pergi." Soojin meraih tas ranselnya. Sekuat tenaga ia menahan air mata yang mendadak menyeruak ingin keluar. "Sampai berjumpa minggu depan, Minhee-ya!"

"Tunggu," Minhee menahan lengan Soojin. Ia meraih sesuatu dari saku celananya. Kemudian mengangkat tangannya setinggi pandangan Soojin saat benda itu berhasil ia ambil. "Kemari, kubantu memakaikan."

Hati Soojin kembali menghangat. Ia terus tersenyun bahkan ketika Minhee selesai memakaikannya sebuah kalung berliontin kecil berwarna putih dengan huruf 'S' di tengah, yang sepertinya liontin itu dapat dibuka. "Kau suka?" Sebuah anggukan menjadi jawaban mutlak yang Soojin berikan. "Jangan dibuka sampai kau kembali lagi, ya."

Soojin berbalik. Mengucapkan sebaris kalimat terima kasih sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi.

Minhee tetap di tempatnya. Menunggu punggung Soojin menghilang. Juga menunggu pesawat yang Soojin naiki lepas landas. Dari kaca jendela itu, Minhee dapat melihat pesawat mana yang akan Soojin naiki. Entah dimana Soojin mendapat tempat duduk, Minhee tetap melambaikan tangannya saat pesawat itu mulai bergerak meningalkan pangkalannya.

Sampai jumpa minggu depan Booboo. Bersenang-senanglah! Kemudian cepatlah kembali!

---

Yohan dan Woojin berada di ruang tengah apartemen Minhee saat ini. Keduanya sama-sama tengah menikmati makanan yang Jaehwan beli sebelum laki-laki itu pergi keluar entah kemana. Ada urusan katanya.

"Minhee lama sekali. Firasatku mengatakan bahwa kita tidak akan pergi hari ini." Kata Woojin sebelum akhirnya kembali menyendokkan sesuap terakhir nasi beserta lauk kedalam mulutnya.

"Bersabarlah. Mungkin lalu lintas sedang terhambat. Lagi pula, lihat itu." Yohan menunjuk televisi yang menanyangkan sebuah berita.

Woojin mengangguk-angguk. Sedikit ngeri melihat kemacetan yang ditayangkan. Oh, bukan karena melihat kendaraan yang mengular. Melainkan melihat bagaimana sebuah bus yang terbalik di sebuah ruas jalan, dengan dua mobil lain yang tampak hancur tak berbentuk.

Dering dari ponsel Yohan membuat fokus keduanya buyar seketika. Laki-laki bermarga Kim itu terlebih dahulu meletakkan sendoknya setelah makanannya habis, kemudian meraih ponsel dengan panggilan yang sepertinya sangat mendesak.

Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Yohan segera menggeser pilihan menuju terima, kemudian ia mendekatkan benda persegi panjang itu ke telinganya.

"Halo.."

Suara diujung sana membuat Yohan tercekat. Matanya sontak melebar. Ia menatap televisi Minhee lamat-lamat. Benar-benar kehilangan kata-kata.

"Siapa?" Bisik Woojin. Laki-laki bergingsul itu penasaran. Terlebih saat melihat ekspresi Yohan yang tampak sangat terkejut dan sedikit cemas.

Yohan tidak menjawab. Ia masih mendengarkan suara di ujung panggilan dengan seksama. "B-ba, baiklah. S-saya akan segera ke sana."

Panggilan itu terputus. Lengan Yohan terkulai lemas. Kedua bahunya juga merosot. Membuat Woojin khawatir. "M-minhee.." katanya sambil tetap memandang televisi yang masih menayangkan berita kecelakaan lalu lintas di sebuah ruas jalan.

"Minhee kenapa? Ya! Jangan membuaktu khawatir, Kim Yohan! Apa yang terjadi dengan Minhee?!"
Woojin mengikuti kemana arah pandangan Yohan. Beberapa saat kemudian, ia terhenyak. Menyadari bahwa sesuatu telah terjadi pada Minhee, Woojin menjadi panik. "Jangan bercanda! Itu tidak mungkin, kan?"

Sayangnya Yohan mengangguk. Dengan tergesa-gesa, ia merapikan semua peralatan makannya, kemudian meletakkannya di tempat cuci. Woojin melakukan hal yang sama. Tanpa pikir panjang, kedua orang itu segera keluar dari apartemen Minhee, menguncinya, kemudian menuju rumah sakit yag dimaksud oleh petugas yang tadi menghubungi Yohan melaluli ponsel Minhee.

---


(030920)
19:18

The Circle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang