Comeback Home

8 2 0
                                    

Suasana kafe tampak seperti biasanya. Ramai dan dipenuhi oleh pengunjung. Mereka terus berdatangan meski malam semakin larut. Entah karena kopi Seungwoo yang terlampau enak, atau kehadirannyalah yang membuat kafe menjadi ramai. Sepertinya opsi kedua. Namun opsi pertama juga benar. Kopi di kafe Seungwoo memang sangat enak. Membuat banyak pecinta kopi menjadikan kafenya sebagai tempat langganan.

Daniel mengantar kopi yang baru saja dibuat oleh Seungyoun ke meja nomor sebelas. Sepasang kekasih sedang duduk berhadapan di sana. Sepertinya mereka tengah menghabiskan malam ini dengan berkencan. Ah, rasanya Daniel jadi rindu pada kekasihnya. Soobin.

"Silahkan. Selamat menikmati." Daniel dengan senyumnya yang tidak lupa ia kembangkan ketika melayani pengunjung kafe.

"Terima kasih."

Daniel mengangguk, kemudian kembali ke Seungyoun dan Seongwoo yang tengah membuat kopi. Setelah jadi, Daniel mengantarnya ke pengunjung yang menunggu.

Seperti itu hingga jam digital di salah satu dinding kafe menunjukkan pukul 22:00. Saatnya kafe tutup. Pengunjung terakhir menandaskan minumannya, setelah berterima kasih pada Seungwoo dan yang lain, ia berjalan meninggalkan kafe.

"Aaa.. lelahnyaa.." Seongwoo duduk di salah satu kursi. Tak lama setelahnya, Wooseok dan Seungyoun ikut bergabung.

"Hari ini sangat ramai. Seperti biasanya. Atau kurasa, hari ini lebih ramai dari pada biasanya." Seungyoun pada Seungwoo.

Pemilik kafe itu ikut bergabung dengan teman-temannya setelah membereskan beberapa bagian.

"Kurasa juga begitu." Daniel menyahut tak jauh dari mereka. Ia masih mengelap beberapa meja dan merapikan kursi. "Saat kutinggal ke toilet sebentar saja, sudah banyak pesanan yang siap di antar. Eunsang bahkan sampai kesusahan mengantarnya."

Kafe milik Seungwoo hanya memiliki enam pelayan, termasuk Seungwoo sendiri. Siapa lagi jika bukan teman-temannya. Seungyoun, Seongwoo, dan Seungwoo sebagai barista. Eunsang, Daniel, dan Wooseok sebagai pelayan. Tidak heran jika terkadang mereka kewalahan melayani pengunjung jika sedang ramai-ramainya. Dan setiap hari, kafe milik Seungwoo selalu ramai.

Seungwoo tidak masalah. Terkadang Guanlin juga datang membantu. Meski Guanlin tidak bekerja di sana, ia membantu dengan sukarela. Ia sudah cukup berada untuk bekerja paruh waktu seperti teman-temannya. Guanlin juga tidak ingin diberi bayaran jika selesai membantu. Ia benar-benar membantu dengan tulus. Selain Guanlin, adiknya yang berstatus sebagai kekasih Daniel juga sesekali datang membantu. Meski ia dan Daniel melarangnya. Terkadang adiknya terlalu batu untuk dibantah.

"Itu benar. Aku hampir mengumpatimu Hyung, jika tidak tahu bahwa kau sedang ke toilet. Kukira kau melarikan diri." Semua tertawa mendengar penuturan Eunsang.

Mereka sedang asyik berbincang ketika seseorang tiba-tiba masuk dan membunyikan lonceng yang terpasang di atas pintu. "Maaf, tapi kami sudah tu--"

Ucapan Seongwoo terhenti ketika ia berbalik - sebelumnya ia duduk membelakangi pintu. Matanya menatap orang itu dengan intens. Ada sorot kesal, marah, sedih dan perasaan lain yang tidak dapat diungkapkan.

Seungwoo dan Seungyoun tak bergerak dari tempatnya. Mereka hanya memandangi Seongwoo dan orang yang kini berada tak jauh darinya, secara bergantian. Daniel, Eunsang, dan Wooseok pun sama. Tak ada yang berani berbicara. Atmosfir di kafe milik Seungwoo, mendadak memanas.

"Hyung--"

Seongwoo berdiri dari duduknya. Tangannya terangkat. Menghentikan ucapan laki-laki yang tampak seusia dengan Daniel, Wooseok, dan Seungyoun itu.

Seongwoo tampak mengepalkan sebelah tangannya yang berada di sisis tubuhnya. Nafasnya tak beraturan. Masih dengan perasaan yang bercampur aduk.

"Hyung.. kumohon. Pulanglah ke rumah! Eomma dan appa--"

"Eomma dan appa kenapa? Bukankah mereka senang aku tidak di rumah?" Suara Seongwoo meninggi. Kembali memotong ucapan laki-laki di depannya yang terdengar lirih.

Seungwoo menyentuh pelan lengan Seongwoo. Ia mencoba menenangkan laki-laki bermarga Ong itu. Mereka semua terkejut ketika mendengar suara Seongwoo yang tiba-tiba meninggi. Selama berteman dengan Seongwoo, mereka sangat jarang melihat seorang Ong Seongwoo marah atau menangis. Seongwoo tipe orang yang humoris. Orang lain selalu melihatnya sebagai orang yang seperti tidak memiliki masalah dalam hidupnya. Namun teman-temannya tahu. Dibalik sifat humoris yang Seongwoo miliki, dia sedang menyimpan luka masa lalunya sendirian.

Teman-temannya juga paham, Seongwoo seringkali melucu dan membuat orang lain bahagia. Namun Seongwoo tidak tahu bagaimana cara membuat dirinya sendiri bahagia. Melihat orang lain tertawa, itu sudah cukup bagi Seongwoo.

"Tidak Hyung. Bukan begitu." Katanya dengan lirih. Ia mencoba mendekat ke arah Seongwoo. Namun lagi-lagi terhenti karena Seongwoo melarangnya mendekat. "Hyung salah. Eomma dan appa ingin bertemu denganmu, Hyung."

"Kenapa? Jika mereka ingin berhenti mengirim uang padaku, aku sangat tidak masalah. Aku bisa mencarinya sendiri."

Seongwoo berkata tanpa melihat ke arah laki-laki itu. Ia membuang pandangan ke luar jendela. Mata Seongwoo tiba-tiba memanas. Ia meremat jemarinya dengan kuat. Mencoba menekan segala perasaan yang mendadak membuat dadanya terasa berat.

"Mereka merindukanmu, Hyung. Kau juga anak mereka."

Cih.

Seongwoo berdecih dalam hati. Kemudian tersenyum sarkas sambil memandang laki-laki di depannya yang kini menatapnya dengan tatapan sendu. "Sejak kapan mereka menjadi seperti itu? Kurasa tidak akan pernah."

Eunsang menunduk. Seongwoo yang mode seperti itu, sangat menakutkan di matanya. Daniel melangkah meninggalkan meja yang tadi dibersihkannya untuk meletakkan piring dan gelas kotor. Sebelah tangan Seongwoo yang masih terkepal, digenggam oleh Seungyoun. Ia menepuk-nepuknya perlahan. Memberi isyarat supaya tidak marah.

"Mereka benar-benar merindukanmu, Hyung. Mereka berharap kau mau pulang. Mereka menyesal telah berbuat seperti itu padamu." Seongwoo hanya diam tidak merespon. Ia membiarkan laki-laki itu mengatakan apa yang hendak dikatakannya. "Percayalah padaku. Ketika kau pulang, semua akan berubah. Semua akan baik-baik saja. Mereka sudah berubah. Hyung, sekali saja. Pulanglah ke rumah!"

"Mudah bagimu untuk mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja." Seongwoo berjalan mendekati laki-laki itu. "Kau pernah tidak dianggap oleh orang tuamu? Kau pernah dipukul oleh mereka? Tidak, kan?"

Memori masa kecil Seongwoo kembali hadir satu per satu. Menyeruak, ingin diingat kembali. Membuat dada Seongwoo kembali terasa sangat berat. Setiap helaan nafas yang ia ambil, terasa menyakitkan.

"Tentu saja tidak pernah. Karena kau anak mereka. Sedangkan aku ha--"

"Kau juga anak mereka, Hyung." Laki-laki itu memotong ucapan Seongwoo. Suaranya juga meninggi. Membuat senyum miring Seongwoo kembali hadir. "Aku anak mereka. Begitu juga denganmu, Hyung. Tidak ada yang membedakan kita. Kita sama-sama anak mereka!"

Seongwoo tertawa hambar. Sedikit memilukan di telinga Seungyoun dan yang lain. "Sudahlah, Gyul. Lebih baik kau pulang sekarang. Atau eomma dan appa akan mencarimu."

---




(020620)


The Circle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang