Langkah kaki Minhee terasa gontai. Rasanya ia tidak ingin pulang ke apartemennya dulu. Tapi, Yohan dan yang lain pasti menunggunya.
Sudah cukup larut. Banyak yang telah tutup. Namun tidak mengurangi suasana ramai di jalanan. Malah mungkin semakin malam, jalanan juga semakin padat. Kendaraan pribadi saling mendahului untuk cepat sampai pada tujuan mereka. Beberapa dari pengendara tidak ingin didahului. Mereka saling melempar suara klakson kemudian kembali saling mendahului.
Batu kerikil di sepanjang jalan menuju apartemennya menjadi sasaran kekesalan Minhee. Sejak meninggalkan taman bermain tadi, ia tak berhenti merutuki dirinya sendiri. Merutuki segala kebodohan yang dilakukannya.
Semua tindakan yang akan dilakukan memang harus dipikirkan terlebih dahulu segala sesuatunya. Apakah menguntungkan, atau malah merugikan? Apa akibat yang timbul dari tindakan tersebut? Kemudian, apakah siap menanggung konsekuensi dari tindakan tersebut? Namun, itu semua akan sia-sia jika kita tidak bertindak apapun. Mungkin hanya akan menyisakan penyesalan. Seperti yang Minhee alami.
Kesempatan tidak datang dua kali. Maka manfaatkanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Setidaknya itu yang akan Minhee jadikan prinsip selanjutnya. Ia tidak ingin kehilangan kesempatannya lagi.
"Ada apa, hyung?" Minhee bertanya setelah sambungan telfon terhubung. Suara Woojin di sebrang sambungan terdengar. "Aku sedang menuju apartemen."
"Hm.. tak perlu khawatir."
"Cepatlah pulang! Kami belum makan malam."
Oh. Minhee kira Woojin khawatir padanya. Ternyata hanya karena mereka ingin Minhee memasakkan makan malam. Baiklah. Minhee paham. Ia sudah terbiasa dengan hal itu. Teman-temannya memang seperti itu.
"Baiklah. Tunggu sebentar."
Sambungan telfon diputuskan oleh Minhee. Ia segera membawa dirinya menuju apartemen.
Sekitar lima belas menit kemudian, Minhee sampai di apartemennya. Keadaan apartemennya cukup membuatnya pusing seketika. Bagaimana tidak, dari pada ruang tengah, apartemen Minhee lebih tampak seperti kandang ayam.
Apa-apaan itu? Sampah bungkus makanan berserakan, beberapa kaleng kosong bertumpuk di bawah televisi yang menyala, bantal dan selimut yang berantakan, juga beberapa kekacauan yang lain.
"Apa baru saja terjadi peperangan di sini? Atau ada kawanan gajah yang bermigrasi? Mengapa apartemenku jadi seperti ini, Yohan ssi?"
Yohan yang baru saja keluar dari dapur dengan meminum sekaleng soda, tampak terkejut. Kepala Woojin menyembul dari balik pintu kamar mandi di sebelah dapur setelah mendengan suara Minhee. Jinyoung dan Junho terbangun dari tidur mereka.
"Apartemenku baru saja dilalui angin topan ya, Jinyoung ssi? Apa yang terjadi?" Mereka semua terdiam. Berusaha tidak berkontak mata dengan Minhee. Merasa diabaikan, Minhee memanggil teman-temannya sekali lagi. Ia mencoba bersabar.
"Junho ssi? Woojin ssi? Ada yang bisa menjelaskannya padaku?"
Tak ada yang menyahuti. Mereka menunduk. Merasa tidak enak dengan Minhee. Laki-laki bermarga Kang itu mengehela nafas dengan kasar. Ia memijit pelan pelipisnya.
"Bisa kalian bersihkan semua kekacauan ini? Sementara aku akan memasak makan malam untuk kita." Minhee melangkah masuk. Ia menuju dapur untuk memasak makan malam.
Keempat orang itu bergegas membersihkan ruang tengah. Woojin selesai mandi, pun langsung ikut membantu. Sedangkan Minhee sibuk memasak di dapur. Butuh setidaknya beberapa menit untuk membersihkan ruang tengah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Circle of Love
Romance'Nyatanya semua orang di dunia ini sama. Mereka tamu yang datang tak diundang, menetap untuk waktu yang tak lama, dan pergi dengan tiba-tiba.' -Kang Daniel 'Hyung! Kau dimana? Apa kau baik-baik saja? Aku ingin segera bertemu denganmu, Hyung!' -Kang...