Stay

2 2 0
                                    

Malam ini langit tampak cerah tanpa awan. Hamparan dirgantara yang gelap dan kelam, seakan tengah memamerkan perhiasannya berupa berlian langit. Angkuh. Menatap setiap manusia di bumi dengan jemawa.

Minhee membalas tatapan arogan itu dengan senyum yang mengembang. Berada di atap apartemennya membuat Minhee semakin merasa dekat dengan langit. Minhee selalu suka saat dulu ia dan Daniel berbaring di pekarangan belakang rumah, mengamati bintang di langit malam yang indah. Rasanya sangat menyenangkan. Apalagi ketika sang kakak membawakannya sepotong ubi bakar. Meski hanya sepotong, harus berbagi dengan sang kakak, dan harus mendapatkannya dengan usaha keras - seperti mencuci baju, mengepel lantai atau semacamnya - Minhee tetap bersyukur dengan hal itu. Setidaknya masih ada yang bisa ia jadikan untuk mengganjal perutnya sampai keesokan pagi.

Ah.. Minhee jadi merindukan kakaknya.

Dalam kepala Minhee, sekarang tengah ada banyak sekali pertanyaan tentang kakaknya. Dimana Daniel sekarang? Bagaimana keadaannya? Apakah Daniel sudah makan? Apakah Daniel hidup dengan baik? Apa Daniel sudah menikah? Bagaimana paras Daniel sekarang? Sepertinya sangat tampan jika mengingat Daniel sudah terlihat tampan sejak kecil. Namun Minhee sama sekali tidak memiliki gambaran bagaimana penampilan kakaknya sekarang. Oh.. ada satu lagi pertanyaan yang sangat mengganggu Minhee. Apakah kakaknya masih hidup?

Minhee menghela nafasnya dengan kasar. Hari ini ia sudah cukup lelah. Dan memikirkan segala kemungkinan yang dapat terjadi - meski belum tentu itu terjadi - membuat Minhee semakin lelah. Sepertinya Minhee harus menghentikan kebiasaannya yang satu itu.

"Minhee-ya!"

Dengan gerakan cepat, Minhee mendudukkan dirinya. Panggilan dari Yohan bahkan sama sekali tidak kencang. Hanya sebuah panggilan lirih yang bahkan - mungkin - hanya terdengar sampai tempat Minhee berbaring. Tentu saja. Untuk apa berteriak kencang saat orang yang kau panggil berada di sebelahmu? Kecuali jika orang itu tengah melamun. Seperti Minhee. Bedanya, saat Minhee melamun, panggilan kecil seperti itu sudah membuat jantungnya berdetak kencang karena terkejut.

"Kau mengejutkanku, Hyung."

"Aku bahkan tidak memanggilmu dengan berteriak, Minhee-ya." Yohan membawa dirinya duduk di sebelah Minhee, membuka kaleng minuman setelah memberi kaleng lainnya untuk Minhee, kemudian memandangi lampu dari gedung-gedung di depannya sambil meminum minumannya.

"Apa kau tidak merasa keberatan jika aku tinggal lebih lama di apartemenmu?" Yohan membuka suara. Memecah keheningan setelah beberapa saat keduanya hanya terdiam dan berenang dalam pikiran masing-masing.

Minhee memutar kepalanya menghadap Yohan. Hampir saja tersedak minumannya karena menahan tawa setelah mendengar pertanyaan Yohan. Memang tidak ada yang lucu dari pertanyaan Yohan. Namun entah mengapa Minhee rasanya ingin tertawa. "Eyy.. pertanyaan macam apa itu, Hyung?" Minhee terkekeh pelan di ujung kalimatnya.

"Bukan apa-apa, Minhee-ya. Aku hanya tidak ingin merepotkanmu. Maksudku, apa kau benar-benar tidak masalah jika aku dan Jaehwan hyung tinggal di sini untuk beberapa saat? Apa kami tidak mengganggumu?"

Baiklah, kini tawa Minhee semakin menjadi. "Ayolah, Hyung. Kau bukan orang asing dalam hidupku. Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" Minhee menyeka sudut matanya yang berair akibat tertawa, sebelum melanjutkan lagi ucapannya. "Kalian sama sekali tidak mengganggu. Aku bahkan merasa sangat senang jika kalian tinggal bersamaku. Selama ini aku tinggal seorang diri. Dan rasanya sangat menyebalkan. Sekarang ada kalian. Jadi aku tidak lagi merasa kesepian."

Yohan tersenyum simpul. Sungguh. Sejujurnya ia sangat tidak enak hati menumpang di apartemen Minhee seperti itu. Bukan masalah sudah berteman lama atau apa, Yohan hanya merasa tidak enak karena siapapun - diantara temannya - pasti tahu, bahwa Minhee yang pali--

The Circle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang