Wedding

15.3K 1.4K 104
                                    


Pada tengah malam yang begitu sepi, ketika semua mata telah memejam dan keheningan membungkus semuanya dengan damai, Jeon Jonas berhasil keluar, menyelinap ke sebuah kamar berpintu putih yang pemiliknya sudah tidur sejak lama. Dengan semua keberanian, ia mencium bibir gadis itu dengan begitu lembut, begitu pelan dan sangat hati-hati. Dengan demikian gadis itu tidak akan terbangun, tidak akan terganggu, tidak akan menjauh dengan raut marah.

Jeon Jonas ingat bagaimana wajah Melissa menyimpan kekecewaan, gadis itu tidak terima tempatnya diambil wanita lain. Jeon Jonas sangat mengerti itu. Ia paham bahwa Melissa akan selalu di sana, menempati seluruh ruang hatinya. Melissa bisa mengisi semuanya tanpa permisi, sebab Jeon Jonas akan menerimanya sepenuh hati.

Ia tersenyum, saat seperti biasa Melissa merengek menginginkan sebuah guling saat gulingnya justru terjatuh ke lantai, jadi Jeon Jonas menyiapkan dirinya di sana, memeluk gadis itu dengan begitu rapat, begitu hangat dan mereka nyaris lengket. Semua yang ada pada Melissa sangat disukai Jeon Jonas, semua hal. Jeon Jonas menggilainya, itu sebabnya ia selalu sulit menahan diri, itu sebabnya ia selalu keras hati. Gadis itu selalu mengujinya.

“Pinky..” Ia menghisap rakus aroma Melissa, menyimpannya bulat-bulat untuk dibawa ikut pergi.

Di pagi hari, setelah selesai mandi dan memakai seragam, Melissa bergegas ke kamar Jeon Jonas, dan saat mendapati kekosongan di sana, ia mencari di segala tempat, Jeon Jonas tidak di manapun. Enna yang sudah bangun sejak subuh mengatakan tidak melihat pria itu seperti sebelumnya.

“Sudah cek di taman belakang? Mungkin dia lari pagi.”

“Tidak ada. Paman tidak ada di manapun.”

Enna tersenyum.

“Jangan khawatir, dia pasti terburu-buru pergi ke suatu tempat. Sekarang giliranmu siap-siap berangkat ke sekolah. Segera sarapan.”

“Enna..”

“Ya?”

“Apa Paman sudah makan makanan yang aku masak? Aku menaruhnya di kulkas karena Paman pulang larut.”

“Aku tidak melihat makanan itu di kulkas..”

“Kau serius?”

“Ya, mungkin dia memang sudah memakannya.”

Melissa tersenyum senang. Ia mengoles roti dengan selai, mengunyahnya masih dengan senyuman yang tidak mau hilang, terbayang bagaimana Jeon Jonas menelan sup iga buatannya, pasti pria itu menghabiskannya dengan lahap, pasti perutnya juga menjadi membuncit. Itu banyak, Melissa mengingat ia memasak sup iga itu dengan porsi banyak.

“Apa yang membuatmu senyum-senyum?” Enna menarik kursi duduk di sampingnya.

“Aku membayangkan perut Paman yang membuncit.” Enna tertawa lebar.

“Mustahil, ada banyak pack di perutnya.”

“Pernah menghitungnya?”

“Hei, tidak.” Enna menggeleng cepat. “Tidak sengaja melihatnya saja sudah sangat beruntung.” Melissa berdecak.

“Tapi itu seperti enam atau delapan,” sambung Enna.

“Itu artinya kau sempat memperhatikannya Enna, kau menghitungnya.”

“Sebut saja begitu. Tapi kau pernah menyentuhnya, kau jauh lebih beruntung.”

“Well, itu memang bagianku.” Mereka terkekeh.

“Aku akan berangkat,” ucap Melissa mengangkat tasnya.

“Ya, selamat belajar.”

🌷🌷

MY PINKY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang