Forgive

8K 1.1K 373
                                    


Jeon-Jonas melepas apron ketika ponselnya berdering. Terdapat panggilan telepon dari Ben. Ia menerima panggilan kemudian menuang sup krim kental yang telah selesai ia masak ke dalam sebuah wadah.

“Ada apa?”

“Ada yang ingin bertemu degan Bos.”

Jeon-Jonas menaruh satu sendok makan dan garpu di dalam wadah, lantas membawanya menuju kamar tidur. “Siapa?”

“Mereka dari Torino.”

“Mengapa mereka datang jauh-jauh dari Italia, hanya untuk menemuiku?”

“Ada senapan baru yang ingin mereka tawarkan."

“Ah…” Jeon-Jonas menaikkan sudut bibir. “Sudah selidiki siapa mereka sebenarnya?”

“Sudah, Bos. Mereka dijuluki Black Shooter, ketua mereka salah satu anggota dari kelompok Mafia Italia yang sudah dibubarkan pada tahun 2004. Saat ini, kelompok Black Shooter hanya bekerja dibidang penjualan senapan.”

Sounds interesting, I'll be there.”

“Baik, Bos.”

Sambungan telepon berakhir, Jeon-Jonas menaruh ponsel di dalam saku celana kemudian mendorong pintu kamar tidur, dan menemukan Melissa tengah berbicara dengan seseorang lewat telepon juga.

“Menjadi sakit saat aku bangun pagi tadi, awalnya tidak sesakit ini.”

“Kenapa tidak membalasnya, bodoh! Tarik juga rambutnya, pukul kepalanya,” ucap Peter.

Melissa tertawa kecil. “Andai saja jiwa kita berdua tertukar.”

“Eww, akan menjijikkan jika Jeon-Jonas menganggapku istrinya.”

Melissa tertawa lagi, tersenyum saat Jeon-Jonas meletakkan menu sarapan yang ia buat, lalu mencondongkan tubuh untuk mendengar dengan siapa wanita itu bicara.

“Tapi itu akan sangat lucu,” kekeh Peter.

“Jangan terlalu sering menghubungi istriku, Peter.”

Hening beberapa detik setelah Jeon-Jonas memberi peringatan.

“Itu—aku tidak menyukai Melissa, serius. Maksudku—kami teman.”

Melissa mendorong pelan dada Jeon-Jonas lalu berbisik, “Jangan membuat Peter takut.”

“Kenapa dia harus takut?”

Melissa menaruh jari telunjuk di depan bibir, menyuruh Jeon-Jonas untuk tidak membuka suara.

“Melissa, aku rasa … aku harus melakukan sesuatu sekarang.”

“Oh, ya?”

“Hm. Kita akan mengobrol lagi lain kali.”

“Kau tidak sedang takut dengan Jeon, kan?”

“Dia masih mendengarkan tidak?” tanya Peter dengan suara lebih pelan.

“Sudah tidak.”

Nyatanya, Jeon-Jonas masih mendengarkan, hanya saja posisinya sudah duduk di hadapan wanita itu, mengatupkan mulutnya untuk tetap diam.

“Aku sebenarnya tidak takut. Tapi, aura suamimu itu memang cukup menyeramkan. Apa kau pernah merasa tertekan?”

Jeon-Jonas mendesah, memilih menaruh wadah berisi krim sup buatannya di atas paha.

“Tidak…”

“Ah, aku tau. Dia jahat pada orang lain, tapi baik padamu. Begitu, ya?”

Melissa melirik Jeon-Jonas yang juga menatapnya lurus-lurus.

MY PINKY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang