Sorry

7.1K 1.1K 241
                                    

Sekitar pukul enam, waktu yang masih baik untuk berpelukan dengan pillow, atau yang lebih diinginkan Jeon-Jonas saat itu, wanita bernama Melissa yang lebih nyaman dari benda apa pun di dunia ini untuk didekap, terganggu karena dering ponsel yang diletakkan entah di mana.

Jeon-Jonas melenguh, meraba tubuhnya untuk menemukan ponsel yang mungkin ia taruh di dalam saku. Dan ketika ia tidak menemukan sehelai benang pun, matanya mengerjap pelan. Situasi ini, situasi seperti ini—mengingatkannya tentang kenikmatan semalam. Ketika ia mendominasi atas—sebentar! Oh, astaga.

Selimut besar yang selalu berhasil melelapkan, ia sibak dengan cepat. Menemukan ponselnya yang masih berdering di lantai, dengan tumpukan pakaian yang mengusut. Ia mengenakan celana, menerima panggilan masuk, lantas mengalihkan tatapan pada sisi ranjang yang kosong.

“Jelaskan!”

Suara melengking di seberang sana serta-merta membuatnya menjauhkan ponsel dari telinga. Id caller yang ia namai ‘Ibu’ belum cukup mengirimkan rasa takut. Ia perlu membuka pintu kamar mandi untuk melihat apakah Melissa ada di sana atau tidak.

“Kenapa Ibu menelepon?”

“Ibu perlu penjelasan!”

Jeon-Jonas berjalan ke dalam kamar mandi, hanya menemukan aroma sabun dan sampo milik Melissa yang kelewat harum. Sedang pemiliknya tidak berada di sana.

“Penjelasan apa?”

Krista terdengar mendengkus kasar.

“Melissa menangis saat Ibu menelepon. Kau kasar kepada istrimu!”

Jeon-Jonas meraup wajah, mengusapnya sedikit kasar. “Aku akan mengurus masalah itu sendirian.”

“Apa yang kau lakukan padanya?”

“Aku akan mengurusnya, Ibu.”

“Apa yang kau lakukan?!”

“I fuck her!”

“Jeon Jonas!”

“Aku sudah bilang aku akan mengurusnya sendirian!”

“Tidak! Ini sudah kelewatan, Melissa bahkan tidak tau kesalahan apa yang dia lakukan, dan kau menghukumnya tanpa sebab!”

“Aku punya alasan.”

“Apa? Jelaskan!”

Jeon-Jonas mengusap wajah hingga belakang kepala. Rasanya, ingin membenturkan kepala sendiri ke sudut meja, atau apa pun yang lebih terasa menyakitkan daripada itu, untuk menghilangkan segala masalah yang membeludak di sana.

“Kenapa? Tidak bisa dijelaskan?”

“Melissa tidur dengan Ben.”

Untuk sepersekian detik yang terasa begitu lama, belum ada yang membuka suara. Krista yang sebelumnya murka secara menggebu-gebu, bahkan belum mengembuskan napas.

“Tidak, itu tidak mungkin.” Krista menggumam. “Melissa tidak mungkin melakukannya.”

“Jangan mengada-ada Jeon Jonas! Melissa tidak akan pernah berpikir seburuk itu!” sambungnya.

Ia melihatnya dengan mata kepala sendiri. Tapi—tapi mengapa—seolah ia-lah yang bersalah? Seolah sebenarnya—ia berhalusinasi waktu itu, dan yang mampir di matanya saat itu adalah kesalahan teknis yang bisa muncul kapan saja.

“Aku melihatnya.”

Krista terisak. “Meski tidak tau kejadian sebenarnya, Ibu tau kalau Melissa tidak tidur dengan Ben. Ibu bisa merasakan kesedihannya saat menelepon. Tolong percaya kepada Melissa, wanita itu wanita baik, Jeon. Percaya pada Ibu. Ya? Ya, Jeon?”

MY PINKY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang