Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Taburin emot love di sini dong ❤ ***
Bukan usia yang menjadi tolak ukur untuk berproses menjadi dewasa. Tapi keadaan. Sebagaimana yang terjadi pada Angel. Usianya belum genap 6 tahun, tapi karena keadaan ia dituntut untuk bersikap dewasa. Anak-anak seusianya mungkin sedang bahagia dengan tawa lepas tanpa beban. Tapi tidak dengannya. Tawanya hanya untuk membalut luka yang belum sepenuhnya ia mengerti. Celotehan dan tingkahnya hanya untuk pelarian agar ia melupakan sejenak beban yang menancap di pundak.
Di kamarnya, Angel berbaring menatap langit-langit kamar. Hanya celengan ayam yang menemaninya. Dalam diam, ia masih mencoba memahami dengan bahasanya sendiri. Baginya, bahasa orang dewasa terlalu rumit. Otaknya tidak sampai untuk memahami itu.
Meninggal, tidak bisa bertemu lagi, rindu tanpa pertemuan, dan ikhlas. Sekiranya itulah poin-poin yang Angel tangkap. Bola matanya bergerak pelan, menatap foto yang menggantung di dinding. Papa Juan di sana, tersenyum lebar saat menggendongnya di pundak. Tanpa sadar, Angel ikutan tersenyum. Memanggil papanya penuh kerinduan.
Ya ... Angel sedikit paham sekarang. Foto-foto itulah yang akan menjadi penawar rindu-rindunya. Mulai sekarang ia harus membiasakan diri untuk belajar apa itu ikhlas. Angel sadar, pertanyaan yang pernah ia lontarkan perihal papanya, membuka kembali luka yang belum sepenuhnya mengering di hati mommy dan saudaranya.
Suara gaduh dari luar membuat Angel tersentak kaget. Ia tahu siapa pemilik suara itu. Dengan cepat, Angel turun dari ranjang hendak mencari sumber suara. Ia tidak terima jika Daniel kesayangannya dibentak-bentak.
"Nggak gitu caranya, Niel. Lo salah kalau ngambil langkah kayak gitu. Yang ada Angel sama yang lainnya jadi ketergantungan sama lo. Udah saatnya Angel dididik buat mandiri! Cepat atau lambat lo harus pergi buat masa depan lo. Satu yang harus lo ngerti. Masa depan lo bukan seputar Angel dan adik kita yang lain. Lo nggak usah terlalu fanatik sama mereka."
Mendengar itu, langkah Angel terasa berat hingga ia memutuskan untuk berhenti melangkah. Lagi .... Kalimat itu terdengar, semakin mengusiknya. Perpisahan kembali menghantuinya. Kemarin papa Juan. Mungkin besok jika waktunya tiba, Daniel yang akan meninggalkannya dan semua orang pun sama. Pergi bersama janji untuk selalu bersama.
Angel pun memutuskan untuk kembali ke tempat tidurnya. Celengan yang menjadi sumber kekuatannya saat ini, dipeluk erat. Siap tidak siap, perpisahan akan kembali menamparnya begitu hebat. Dari apa yang terjadi dan yang ia dengar tadi, Angel menyimpulkan bahwasannya semua orang akan pergi meninggalkannya. Sendiri. Bersama sepi.
Di lain tempat, Daniel semakin murka dengan pola pikir Damian. "Nggak semua orang setegar lo, Mian. Ini Angel, cuma bocah 5 tahun. Nggak segampang itu buat Angel. Jangankan belajar buat tegar kayak lo setelah daddy pergi, buat ngerti apa itu meninggal aja Angel nggak bisa."