P E M B U K A A N
***
Aksa membuka tas kopernya saat ia dan Angel sudah sampai di bangku taman bermain yang letaknya dekat perosotan. Angel yang duduk di sebelah Aksa, hanya diam memperhatikan Aksa yang begitu sibuk. Satu per satu, mulai dari kotak bekal, botol susu, 3 bungkus snack, dan satu cup puding mangga dikeluarkan dari tas koper Aksa. Aksa menata semua itu di bangku yang tengah ia duduki.
"Banyak banget makanannya," ujar Angel sedikit takjub dengan banyaknya makanan yang Aksa keluarkan.
"Biar kita cepet gede, Pong. Ini mama bawain sarapan. Mama yang masak. Enak. Kamu bisa masak enggak, Pong?"
"Enggak. Angel, kan, masih kecil. Bantuin berdoa aja kalau mommy masak."
Aksa mengangguk lalu meletakkan kotak bekalnya di pangkuan.
"Tapi nanti kalau udah jadi mama gede, belajar masak ya, Pong. Akutuh pengin dimasakin sama kamu. Sekarang masih mama kecil, nggak papa belum bisa masak."Angel mengangguk patuh lalu membuka mulutnya saat tangan kanan Aksa mengarahkan sendok ke mulutnya. Setelah satu suapan masuk ke mulut Angel, tangan Aksa berganti menyuapi dirinya sendiri.
"Enak?" tanya Aksa.
"Enak. Rasa nasi goreng yang ada sosis sama telur."
"Ya kan emang nasi goreng telur sosis. Nanti kalau aku udah gede, tinggi, dan jadi bos, kamu di rumah aja ya Pong. Jagain anak-anak. Kayak mama Shilla."
Gerakan mengunyah Angel memelan. Anak itu mulai tidak bisa menangkap maksud dari kalimat Aksa.
"Anak-anak apa?""Anak-anak kita. Nanti aku tanya papa gimana cara bikin anak-anak. Kalau kata Kak Denis sih cuma pake susu putih sama telur."
"Oh." Angel yang masih tidak paham, hanya berohria.
"Pong."
Angel sedikit mendongak menatap Aksa. "Apa anak setan?"
"Nanti kalau gede aku mau jadi pakboi."
"Pakboi? Pakboi itu apa?"
"Kata Kak Denis, pakboi itu yang selalu bilang aku cintanya cuma sama kamu. Terus nanti kamu SMA-nya bareng aku, ya, Pong. Nanti bonceng aku berangkatnya."
"Nggak mau. Aksa anak setan nakal. Angel nggak mau satu kelas lagi sama anak setan."
"Nurut apa susahnya, sih, Pong? Kita itu udah mama papa, kamu jadi mama harus nurut sama aku yang jadi papa," kesal Aksa lalu mengunyah makanan di mulutnya dengan cepat. Di sela kegiatan mengunyahnya, anak itu melirik-lirik Angel yang belum ada tanda akan membujuknya. Aksa makin kesal saja, aksi merajuknya tidak direspons oleh Angel.
"Iya nanti bareng. Sama Akbar juga, kan?"
"Pong!" erang Aksa penuh peringatan.
Aksa kesal bukan main.
Akbar, Akbar, dan Akbar yang selalu ada di pikiran Angel. Padahal jika dibanding dengannya, Akbar tidak ada apa-apanya. Soal ketampanan, kekayaan, dan segalanya, Aksa merasa di level yang jauh lebih tinggi dari Akbar. Secara Aksa ini anaknya papa sultan Rivaldo Januar orang kaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears In Heaven
Fiksi Remaja"Kudanil, Tuhan nggak sayang Angel, ya?" "Kok ngomongnya gitu?" "Buktinya papanya Angel diambil. Angel, kan, jadi sedih." "Nggak gitu, Ngel. Semuanya sayang Angel. Nanti kalau udah gede Angel bakalan ngerti. Sekarang Angel bobok, ya?" Angel meng...