🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶Terkadang seorang Kakak bisa terlihat gak peduli di depan adiknya, padahal kalau adiknya disakiti sedikit aja, udah bisa dipastikan orang yang menyakiti itu akan berhadapan langsung dengan sang Kakak.
-Asha Asmita-Ia menundukkan kepalanya, menyeka air matanya sebelum masuk ke dalam rumah. Namun, sebelumnya ia menghela napas berat berulang kali dan mempersiapkan diri setelah dirinya masuk ke dalam rumah akan mendapatkan ocehan panjang dari Arsyad dan Laksmi.
Ia membuka pintu rumah secara perlahan, senyumnya seketika pudar saat melihat Arsyad sudah berada di ruang tamu. Seperti biasanya ia selalu menghormati Arsyad dengan cara menyalimi tangannya, meskipun perasaannya saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Habis pergi sama cowok? Siapa orangnya? Besok suruh dia hadap ke Papa bisa?" Baritonnya berhasil membuat tubuh Asha semakin lemas.
Asha yang sudah menaiki beberapa anak tangga, ia menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Arsyad dengan raut wajah malas dan tanpa sedikit senyuman.
"Gak perlu, Pa. Dia, cuman sahabat Asha. Tadi juga pergi sama Byan kok, Papa tenang aja Asha gak akan ingkar janji sama Papa," jawab Asha lemas.
"Besok kalau Papa jemput kamu, kasih tau yang mana orangnya! Dia emang bukan pacar kamu, tapi dia juga mengincar kamu untuk dijadikan pacar, 'kan?!" Arsyad menegaskan sekali lagi.
"Paaa, Asha mau istirahat dulu boleh? Asha gak mau debat sama Papa. Intinya orang itu bukan siapa-siapa Asha, okay?" Asha meyakinkan papanya.
"Sama satu lagi, Asha udah kirim berkas heregistrasi pendaftaran ulang kuliah, bisa dipastikan untuk kesekian kalinya Asha selalu nurut apa kata Papa," ucap Asha sebelum benar-benar melenggang pergi ke kamarnya.
Sesampainya di kamar, Asha sling bag dipenyangga yang ada dibelakang pintu kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya dan kembali menghela napas berat. Rasanya hari ini rasa lelah Asha menjadi lebih banyak, mulai dari menunggu Pasha hampir satu jam, melihat Pasha berjalan dengan Artasya, mengingkari janjinya, dan memilih menemani Artasya cukup menguras emosi dan kesabarannya.
"Kalau emang lo gak bisa lepas dari orang lama, lo gak perlu susah payah yakinin gue kalau lo tulus cinta sama gue. Emang dari awal gak seharusnya gue kasih kesempatan lo buat bikin gue jatuh cinta ke lo, Sha," gumam Asha sendiri.
Asha memejamkan matanya, kini dirinya terlelap di bawah alam sadarnya, setelah dirinya mencoba menstabilkan emosinya yang sedari tadi ingin memberontak. Ia teringat akan ucapan dokter psikolog yang menanganinya, bahwa kita sebagai manusia harus bisa mengatur emosi sendiri, bukan emosi yang mengatur diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP, SAY IDIOT! (TAMAT!)
Teen Fiction"Rantai kehidupan setiap orang itu berbeda-beda, jangan selalu merasa bahwa kamu orang yang paling sakit di dunia ini. Dunia belum jahat sama kamu, kalau kamu belum pernah ngerasain rasanya dikucilkan dan dianggap idiot juga oleh orang-orang di luar...