🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶Kalau gue boleh meminta, gue mau kembali menjadi anak kecil, menjadi sosok yang tidak terlalu memikirkan perihal masa depan, anak kecil yang masih sangat disayangi oleh semua orang, dan menjadi dewasa bukanlah hal yang menyenangkan seperti bayangan gue di masa kecil.
-Asha Asmita-Asha terduduk dibalkon kamarnya, meratapi perihal kondisi dirinya yang sudah hampir satu tahun menjalani pengobatan ke dokter psikolog agar kesehatan mentalnya kembali pulih.
Terbesit di dalam benaknya, bayangan Pasha terus menghantui pikirannya, pertanyaan yang selalu dipertanyakan sedari Pasha pergi terus dipertanyakan dan entah kapan ia menemukan jawaban itu.
"Lo orang baik yang pernah gue kenal, Pasha. Sayangnya keadaan membuat kita berpisah, entah apa alasannya lo milih selesai dari pada terus memulai cerita baru sama gue," gumam Asha dengan tatapan kosong terus mengintai langit yang hari ini tampak begitu cerah.
"Pasha, lo tau? Besok adalah ulang tahun gue, dari dulu gue gak pernah ngerayain itu, gue juga gak pernah berharap hari itu akan datang, dan sekarang gue juga gak peduli kalau gak ada satu pun yang mengucapkan 'selamat ulang tahun' buat gue. Bagi gue itu semua adalah kalimat penenang yang bikin gue tetap positif thinking dan masih ada banyak orang yang sayang sama gue," ucap Asha lirih, kini air matanya sudah meluruh ke pelupuk mata.
"Kalau gue boleh meminta, gue mau kembali menjadi anak kecil, menjadi sosok yang tidak terlalu memikirkan perihal masa depan, anak kecil yang masih sangat disayangi oleh semua orang, dan menjadi dewasa bukanlah hal yang menyenangkan seperti bayangan gue di masa kecil. Entah luka gue udah sejauh mana, gue udah cukup melukai innerchild gue sendiri." Tangis Asha semakin menjadi-jadi, bergegas dirinya menyeka air matanya agar tidak ketahuan oleh siapapun orang rumah yang melihat mata Asha sembab.
"Kata mereka, bermonolog adalah salah satu dari gangguan kesehatan mental. Tapi, kalau gue gak bermonolog rasanya gue gak bisa melepaskan apa yang udah gue pendam selama seharian. Gue sekarang belajar gak peduli sama omongan mereka, semakin gue dengar, semakin sakit diri gue. Gak ada yang bisa menyembuhkan diri gue, selain kemauan gue sendiri." Lagi dan lagi Asha terus bermonolog dibalkon kamarnya sambil menatap langit dengan tatapan kosong dan air matanya kian deras meluruh ke air pelupuk mata.
"Makasih buat gue yang memilih bertahan, memilih untuk menyembuhkan yang padahal luka batin itu gak bisa disembuhkan, tapi hanya bisa ditutupi dengan canda dan bahagia di depan umum," ujar Asha seraya bangun dari duduknya lalu melenggang masuk ke dalam kamarnya.
Asha merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia menutup matanya sejenak lalu menghela napasnya dalam-dalam. Di dalam batin dan benaknya, ia terus mengucapkan maaf serta berterima kasih ke dirinya sendiri, karena sudah mau dan juga mampu bertahan sejauh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
STOP, SAY IDIOT! (TAMAT!)
Teen Fiction"Rantai kehidupan setiap orang itu berbeda-beda, jangan selalu merasa bahwa kamu orang yang paling sakit di dunia ini. Dunia belum jahat sama kamu, kalau kamu belum pernah ngerasain rasanya dikucilkan dan dianggap idiot juga oleh orang-orang di luar...