"Ayah tidak pernah mengajari mu jadi pemalas Jisoo. Ini masih jam sembilan tapi kenapa kau malah tidur tiduran di kamar? cepat selesaikan belajar mu"
"Lihat Eunbi, dia anak yang rajin walau ayah dan ibunya sudah tiada dia tidak patah semangat. Belajar lah dari Eunbi"
"Jadwal kursus mu hari ini adalah les bahasa inggris, ayah mau kau sudah mahir ketika kau memimpin perusahaan nantinya"
"Bermain bermain dan terus bermain! Kapan kau pintarnya jika kerjaan mu hanya bermain Jisoo-ya?! Akan ditaruh dimana wajah ayah jika punya anak bodoh sepertimu"
"Belajar lah dengan Eunbi jangan mengeluh, ayah tidak mau melihat lagi kau mengeluh"
Jarum jam sepertinya tak pernah membuat Jisoo beristirahat kala itu, setiap detiknya kemarahan sang ayah selalu saja terdengar ditelinganya. Waktu seolah diciptakan hanya untuk membuat Jisoo belajar. Pergi berangkat sekolah disaat matahari baru saja muncul, sepulang sekolah jadwal kursus pun sudah menanti, lalu hari petang diisi dengan mengerjakan tugas-tugas hingga kegelapan datang tak membuat Jisoo beralih dari rutinitas wajibnya, dia pergi untuk menyiapkan buku-buku untuk hari esok. Jisoo terlelap tidak dalam waktu yang seharusya, 5 jam adalah jeda yang sangat cukup untuk beristirahat.
Bayang-bayang ayah, amarah, paksaan, juga derita yang selalu ada dipikirannya. Tekanan yang lagi-lagi diterima Jisoo saat berada dibangku sekolah, sejak itu usia 15 tahun sudah hidup dibawah kuasa sang ayah. Jisoo yang tak bisa menikmati masa remajanya, alih alih pergi bersama teman tapi malah beban yang sering kali ia terima selama menjadi anak dari seorang pemimpin tertinggi Jkim's.
Keinginan sang ayah adalah hal paling utama yang harus dilaksanakan, tidak pernah dan tidak akan pernah sedikit pun tak terealisasi.
Satu kesialan yang harus diterima Jisoo adalah dia hidup dalam bayangan Kwon Eunbi, ayah nya yang selalu marah karena Jisoo tak sebanding dengan sepupunya Eunbi. Usianya yang hanya terpaut berbeda satu taun membuat Jisoo harus berkaca dari Eunbi. Jisoo akui dan sangat ia akui Eunbi lebih pintar darinya, tetapi hal itu sama sekali tidak membuat Jisoo mau menyamakan diri dengannya. Jisoo merasa cukup masa mudanya penuh dengan kekangan sang ayah, ia tidak mau jika dia hidup tenang sebagai Eunbi.
Kwon Eunbi, dia lahir dari adik perempuan ayah Jisoo, kedua orang tua Eunbi meninggal karena sebuah kecelakaan. Kelanjutan hidup Eunbi pun akhirnya ditanggung oleh ayah Jisoo, mereka hidup dalam satu atap, hidup dibawah nama Jkim's yang semakin membuat Eunbi, wanita itu merubah jati dirinya.
Tak ingin Jisoo merebut perhatian dari pamannya alias ayah Jisoo sendiri, Eunbi bahkan sudah berani untuk mengadu domba hal yang benar menjadi salah. Jisoo merasa keadilan tak lagi berpihak padanya, semua seolah-olah seperti batu kerikil yang silih berganti menghantam raganya.
Tangisan pedih semakin hari semakin tak ada yang memperdulikan, orang tuanya bahkan menutup mata hanya demi citra yang saat itu tengah mereka pegang. Sampai sebuah rencana yang terdengar cukup mustahil berani Jisoo lakukan, dia pergi untuk menghilang jauh dari dunia yang perlahan seakan ingin membunuhnya hidup hidup.
"APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?!"
Penuh dengan emosi, Jisoo menatap benci orang-orang yang saat ini berada dalam pandangannya.
"Jisoo, Jisoo nak duduk lah dulu" nyonya Kim membujuk, dia memahami betul seperti apa suasana hati Jisoo. Nyonya Kim tidak mau jika Jisoo sampai salah paham.
"Bahagianya dirimu masih hidup dikeluarga ini!" mengabaikan perkataan ibunya, Jisoo tak mampu meredam amarahnya.
"Unnie apa yang kau katakan?" kali ini Eunbi sendiri yang menyahuti.
"Jisoo jaga bicara mu" tuan Kim berdiri dari posisi duduknya.
"Aku tidak menyangka belas kasih kalian adalah palsu. Aku cukup bodoh tertipu karena air mata ayah"
"KIM JISOO!" cecar tuan Kim tersulut emosi.
"Apa? apa lagi yang harus aku dengar dari ayah?! apakah tidak cukup ayah memperkakukan ku seperti mayat hidup dulu? aku lelah ayah aku lelah" air matanya menetes Jisoo menangis, hatinya sakit.
"Lihat apa yang kalian lakukan pada ku, ayah membohongi ku. Aku berani datang kembali untuk meluruskan apa yang selama ini aku pikir salah terhadap kalian, aku berhasil mampu mengobati luka sendirian, aku senang aku bisa hidup damai dengan masa lalu, aku sudah bahagia ayah! tapi kenapa kalian malah seperti ini padaku?!"
"Jisoo mohon dengarkan ibu sayang" nyonya Kim tak bisa menahan tangisnya.
"Kwon Eunbi kau sudah berhasil merebut kebahagiaan ku. Kau pasti puas sudah membuat ku menyingkir dari keluarga ini. Nikmati kebahagian mu, aku tidak akan pernah kembali dan muncul lagi dihadapan kalian" Jisoo membalikan badan, ia pamit berlari dengan pedih meninggalkan ayah dan ibunya untuk kedua kali.
Itu kah akhir dari perjuangannya setelah berani pulang dan melihat orang tuanya kembali usai mengobati luka yang cukup dalam sendirian? Jisoo tertawa, kebahagiaan memang tak akan pernah datang untuknya bahkan hanya sekedar berharap pun tak bisa.
Menangislah sekencang kecangnya, berteriaklah hingga burung yang tertidur pun terbangun, luapkan amarah dan segala rasa sakit yang kau alami hingga lenyap tak ada lagi.
Jisoo selalu menurut apa yang orang tuanya perintahkan, kesedihan selalu saja ia abaikan demi melakukan apa yang mereka mau. Tapi tertawa bersama orang yang ia benci selama ini sepertinya lebih mampu membuat mereka puas dan melupakan sosok kecil yang selalu berharap kebahagiaan.
"Nak tunggu! Jisoo jangan pergi!"
Sedetik saja kiranya suara hati dapat didengar oleh sang ayah, tapi kesempatan itu tak pernah ia dapatkan. Jisoo hanya ingin dia hidup tidak dalam bayangan orang lain dimata ayahnya, Jisoo ingin hidup sebagai dirinya sendiri nyaman dengan apa yang ia lakukan dan diterima oleh mereka.
Entah akan seperti apalagi jika harus mempertahankan, untuk kali ini Jisoo kehilangan akal. Jisoo benar benar sakit hati setelah mengetahui bagaimana Kwon Eunbi hidup bahagia bersama kedua orang tua Jisoo tanpa memperdulikan dirinya.
Jisoo merasa dunia sangat tidak adil untuknya, ia merasa bahwa ia lahir tak diinginkan. Orang lain bahkan dengan mudah merebut kebahagiaannya.
Tersedu, tertunduk lemah, Jisoo menangkup wajahnya dengan kedua tangan, meluapkan sepenuhnya amarah yang saat ini tengah melanda diri. Tak peduli banyak orang berlalu lalang di jalanan yang mungkin saja bertanya-tanya akan keadaan dirinya.
"Jisoo ada apa dengan mu!? kenapa kau disini?" tergesa menghampiri Jisoo disamping jalan
Hingga satu mobil entah darimana kini berhenti didepannya, Jisoo masih dalam kepedihan.
Pria yang ternyata Jonghyun lah yang mencoba menyadarkan isak tangis Jisoo, membantu Jisoo terbangun dan memeluknya khawatir.
"Hey apa yang terjadi? kau tidak apa apa?" mendengar isakkan Jisoo membuat hati Jonghyun merasa terpukul.
Tangannya seolah menenangkan mengusap punggung Jisoo yang bergetar karna tangisan. Biarkanlah pakaiannya sedikit terbasahi air mata, Jisoo menenggelamkan wajahnya dipelukan Jonghyun.
"Menangislah jika itu bisa membuatmu tenang"
🍾🍾🍾
😥
KAMU SEDANG MEMBACA
Champagne | Jisoo • Christian Yu ✔️
Fanfic"Terlepas dari banyak persoalan kelam, kau memang harus aku tepatkan karena dirimu yang selalu ada menemani. Aku selalu berharap dan menunggu agar waktu yang seterusnya, sisa itu ada untuk kita menjalin hidup bersama" Christian. By, rrb.