بسم الله الرحمن الرحيم
"Semua yang ada akan terasa berarti jika telah pergi. Hargailah selagi masih ada, karena penyesalan biasanya akan datang belakangan."
.
.
.Happy Reading
Siang ini begitu terasa sejuk, tidak panas dan tidak juga mendung. Tampak beberapa santriwati pun ada yang menyempatkan suasana ini untuk hafalan dan muroja'ah-mengulang hafalan. Suasana seperti ini memang cocok untuk kegiatan mengingat-ingat, hafalan maksudnya. Asal jangan mengingat yang bukan mahram saja, itu tidak boleh, dosa. Namun, ada juga yang memilih asyik dengan alam bawah sadar, alias tidur.
Pada intinya, semua tampak tenang, tapi kali ini tidak denganku. Hati ini sama sekali tidak sesejuk cuaca, bisa dikatakan tidak tenang. Satu ayat pun tidak dapat dihafal. Sekuat apapun berkonsentrasi, hasilnya tetap sama, nihil.
"Mbak Nasya!" Panggilan seseorang membuyarkan konsentrasiku yang tengah berusaha fokus menghafal.
Aku mendongak, menoleh ke arah sumber suara. "Iya, ada apa, Mbak?" tanyaku pada santriwati yang aku ketahui sebagai santri ndalem.
Santriwati itu mendekat. "Mbak, dipanggil sama ummah. Kata beliau, Mbak disuruh menghadap sekarang," jawabnya to the point.
"Oh, nggeh. Saya taruh Al-Quran dulu di dalam sebentar. Mbak duluan saja, enggak apa-apa." Dengan langkah tergesa-gesa, aku masuk ke kamar untuk menaruh Al-Quran sekaligus memakai kaus kaki.
"Buru-buru sekali. Mau ke mana, Sya?" tanya Dita seraya bangkit dari posisi rebahannya.
"Ditimbali ummah," jawabku singkat sembari memakai kaus kaki.
"Apa, Sya?" Seakan tidak mendengar, Dita kembali bertanya.
"Ditimbali ummah. Enggak paham bahasa Jawa, ya? Maksud aku, dipanggil ummah," jawabku memperjelas. Dita ini memang orang Bandung, tapi dia sedikit-sedikit bisa bahasa Jawa. Sedikit sekali, haha.
"Iya, aku tahu." Belum sempat menyahut, Dita kembali berucap, "Bukan itu maksudku. Dipanggil sama ummah? Serius disuruh menghadap ummah atau Gus Akhsan?" tanya Dita seakan menggoda kesabaranku yang hampir habis karena gagal menghafal barusan.
"Dipanggil sama ummah, Anindita Keisha! Sudahlah, aku mau pergi dulu. Lama-lama di sini bisa ketularan enggak waras kaya kamu. Assalamu'alaikum," ucapku seraya beranjak pergi tanpa menunggu jawaban salam darinya.***
Langkahku semakin tergesa-gesa menuju ndalem. Bukan apa-apa, takut Ummah Alia menunggu lama. Sampai akhirnya, selangkah kemudian aku berhasil meraih tangan Ummah Alia, alhamdulillah, capek.
"Assalamu'alaikum, Ummah. Maaf, Nasya lama," ucapku setelah mencium punggung tangan Ummah Alia.
"Wa'alaikumussalam, nggeh, enggak apa-apa, Ning." Jeda beberapa detik. "Kamu temani ummah ke bandara, ya," tambah Ummah Alia seakan tanpa meminta persetujuan.
Seketika aku mengernyitkan dahi, bingung. "Untuk apa, Ummah?" tanyaku.
"Mengantar Akhsan. Dia mau ke Yaman untuk mengurus beberapa surat pindah yang belum selesai sekaligus jalan-jalan melepas lelah katanya," jawab Ummah Alia kemudian terkekeh.
Sontak aku menatap ke arah Gus Akhsan yang masih duduk di kursi samping Umma Alia berdiri yang juga ternyata sedang menatapku. Netra kamu bertemu, pandangan kami beradu sampai ada sesuatu yang tidak biasa terjadi di ruang hati ini.
Secepat kilat aku kembali mengalihkan pandangan. "Nggeh, Ummah. Apa perlu, Nasya ganti baju? Ini sudah dipakai seharian soalnya, takut Ummah merasa risi," ucapku, kemudian Ummah Alia menggelengkan kepala pelan sebagai jawaban pertanda tidak perlu. Aku hanya mengangguk.***
Selaju kemudian, setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mobil Honda Mobilio putih pribadi milik Gus Akhsan berhenti di jalanan depan bandara. Ummah Alia sengaja menyuruh kang santri yang mengantarkan tadi untuk membeli sesuatu terlebih dahulu di sebuah toko yang tidak terlalu jauh dari bandara sebelum kembali menjemput Ummah Alia dan aku.
"Huft ...." Aku bernapas lega. Kecanggungan di dalam mobil selama perjalanan tadi begitu menyiksa. Ummah Alia yang tertidur membuatku menjadi wanita yang matanya terjaga sendirian. Sehingga Nasya yang manis ini lebih memilih diam, haha.
![](https://img.wattpad.com/cover/215048407-288-k80022.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Gus Tampan (END)
Spiritüel⚠️ADA INFO PENTING DI DESKRIPSI PALING BAWAH Di gerbang pesantren ini, aku mulai mengaguminya. Akan tetapi, kekaguman itu berubah menjadi rasa sebal saat melihat sikap aslinya. Aku yang mati-matian menolak masuk ke sini pun seolah terjebak dalam lin...