31

12.3K 1.8K 301
                                    




Kak Jano menatap gue lurus, dia kelihatan tenang sambil duduk di depan gue. Dia lagi nungguin gue makan, soalnya dari kemarin gue gak nafsu makan. Beberapa kali dia kelihatan tersenyum ke arah gue dan bikin gue mau keselek.

"Kak! Bikin keselek tau!"

Dia malah ketawa.

"Biasanya lo juga liatin gue kayak gitu. Kalau gue gak boleh? Hmm?"

Hmmm-nya itu lho, ganteng banget.

"Biar aku aja yang liatin Kakak, kakak gausah ikutan!"

"Duh, bucin itu kayak lo gitu ya Fa?" Tanyanya dengan nada menggoda.

"Gak tau ya, gue gak bucin kok. Tau apa kakak soal bucin?" Serang gue balik.

"Tapi kalau mau ngebucin gue, boleh banget Fa."

"Kita mau ke mana habis ini?" tanya gue mengalihkan pembicaraan.

"Selesai makannya dulu," katanya.

Gue cuma nurut, setelah selesai Kak Jano ngajak gue ke coffee shop terdekat. Katanya mau meeting sama client.

"Alamat rumahnya Dandy di mana?"

"Kakak mau kesana?" tanya gue

"Mau diselesaiin gak?" tanyanya balik.

"Katanya kakak mau ketemu client."

"Iya, hari ini Client saya bernama Sharefa Yushrin."

Kami sama-sama tersenyum. 

"Mau ngapain sih?" Gue masih penasaran.

"Silaturahmi."

"Ish! Seriusan ya Kak..."

"Dibilangin kok gak percaya sih. Seriusan Refa."

"Jadi alamat mas mantan dimana?"

"Kakak mau kesana?" tanya gue lagi.

"Tapi aku takut Kak, " cicit gue pelan sambil mengaduk-ngaduk minuman.

"Terus kalau kamu takut, kamu mau dilamar dia?"

Gue menggeleng.

Tangan Kak Jano kemudian menyangga wajahnya dimeja, "Kamu tau gak sih, dalam hukum sekalipun pernikahan yang dipaksa itu dilarang."

Agak tercengang.

Kok gue gak mikir sampai disitu ya?

"Buka deh UU nomor 1 tahun 74 tentang perkawinan"

Kak Jano kemudian menggeser hp nya dan di sana udah ada Undang-Undang yang dia maksud.

Oh jadi dari tadi mainan hp tuh buat belajar ya?

"Baca, syarat nikah apa aja." Suruhnya.

Gue kemudian menggerakkan jariku diatas benda kotak itu, membaca apa yang Kak Jano suruh tadi. Setelah selesai gue menatap Kak Jano malu.

Gue bahkan gak kepikiran sampai kesini. Cara kerja otak gue tuh emang sepenuhnya ngandalin emosi kayaknya. Dangkal banget.

"Udah tau? Kalau salah satu syarat nya kedua pihak harus setuju?"

"Gue bego banget ya kak?"

"Dih, kumat lagi sedihnya." Ejeknya.

Gue menatapnya dengan tatapan memelas. Demi apapun, gue cuma bsa ngandelin Kak Jano. Coba kalau dia enggak disini, bayangin aja gak berani.

"Gue gak bisa ngapa-ngapain kalau gak ada Kak Jano."

"Ck! Gak ah, cemberut gitu." Kak Jano melipat tangannya di dada.

Senior [1] : Finding Mr. RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang