Beberapa kali gue narik nafas berat sambil menggandeng tangan Kak Jano. Yang digandeng berjalan dengan tegap disamping gue. Sementara gue keliatan kayak monyet lagi gelayutan dilengan Kak Jano.
Kak Jano menghentikan langkahnya ketika kami sampai di sebuah rumah dengan pintu berwarna putih. Jantung gue udah detak gak karuan, gue mencoba mengatur nafas sebisa mungkin tapi tetep ada perasaan resah gak karuan. Isi otak gue Cuma hal-hal yang negatif doang.
Kak Jano ngode gue buat nekan bell, tapi gue malah memandang dia memelas, berharap dia mau bawa gue kabur dari rumah Dandy.
"Kak..." panggil gue sambil menggerakkan lengannya.
"Mau gue yang nekan bell atau lo sendiri." Dia seolah gak peduli sama tatapan memelas gue.
Kak Jano ngelepas tangan gue dan memundurkan badannya satu langkah, akhirnya gue nekan bell rumah Dandy. Gak beberapa lama, mbak yang kerja di rumah Dandy muncul. Wajahnya sedikit kaget karena liat gue beridiri di sana.
"Siapa yang dateng?" Seseorang dari dalam rumah bertanya, gue kenal banget suaranya. Itu suara mamanya Dandy.
"Ma-masuk Mbak," katanya mempersilahkan gue sama Kak Jano masuk.
Di ruang tamu ternyata udah ada Mamanya Dandy yang lagi duduk di sana. Matanya melebar dan dia langsung berdiri dari posisi duduknya.
"Refa?" panggilnya.
Jiwa-jiwa cengeng gue kembali dateng. Lihat mamanya Dandy, mata gue mulai berair dan berjalan mendekat kearahnya. Tante Kira langsung menyambut gue dengan pelukan hangatnya. Tangannya memeluk gue erat sambil ngusap rambut bagian belakang gue.
"Tante maaf..."
Mamanya Dandy melepas pelukannya kemudian narik tangan gue buat duduk dideket dia. Tangannya menangkup lembut wajah gue dan ngehapus air mata gue. Dia menggeleng ke arah gue.
"Gausah minta maaf Fa, harusnya Tante yang minta maaf. Tante gak tau kalau kalian ternyata selama ini gak baik-baik aja."
Gak ada kata lain selain maaf, yang bisa gue ucapin ke Mamanya Dandy.
***
Dua minggu berlalu, Dandy enggak ada kabar. Sebenarnya antara lega, dan enggak lega. Gue rasa gue harus ketemu Dandy sekali lagi buat ngelurusin semuanya. Dan lucu banget, Kak Jano selalu nanyain ke gue apa Dandy udah ngajak ketemu atau ngabarin gue?
Bahkan Kak Jano nyuruh gue buat yang pertama nge-reach Dandy. Wow? Bukannya dilarang ngehubungin mantan, Kak Jano malah nyuruh gue ngehubungin duluan.
"Males kak." Kata gue sore itu seusai pulang kerja.
"Gak bakal selesai-selesai Fa, kalau lo gak duluan yang ngajak dia ketemu."
"Lo juga gak bakal tenang, emang lo mau dihantui mantan terus. Atau mau gue lagi?" tanyanya.
Gue menggeleng. Akhirnya gue nurut buat ngechat Dandy, beberapa hari yang lalu gue udah nyoba ngehubungin, tapi Dandy gak bales. Dan betapa kagetnya gue, baru aja ngechat manggil nama dia, sekarang udah ada panggilan masuk dari Dandy.
"Kak?"
"Angkat." Suruhnya.
Kak Jano menepikan mobilnya buat dengerin gue ngangkat telpon dari Dandy.
"Halo Dandy?"
"Fa?"
"Dan, kamu di-mana?"
"Bisa kita ketemu?" tanyanya.
Gue ngelirik Kak Jano sekilas, Kak Jano mengangguk kearah gue, "Iya bisa, dimana Dan?"
"Cafe deket Rs bisa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/191885712-288-k216030.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior [1] : Finding Mr. Right
FanfictionCinta aja ternyata enggak cukup dalam sebuah hubungan. Secermerlang apapun karier juga ternyata enggak cukup kalau itu hanya untuk ajang pembuktian. Semuanya rumit bagi Sharefa Yushrin. Inginnya, sang kekasih selalu perhatian dan ada untuk dirinya...