05

10.8K 1.3K 71
                                    



Kalau ditanya apa yang bikin gue bertahan sama Dandy meskipun kita sering banget marahan akhir-akhir ini, jawabannya adalah karena cuma Dandy yang bisa nerima sifat moody gue, cuma Dandy yang betah gue omelin berjam-jam, dan cuma Dandy yang ada di saat gue berada di fase capek sama hidup.

Cuma Dandy.

Berawal dari mobil gue yang tiba-tiba di gores dengan sengaja dengan kata-kata kasar, dia tanpa diminta nungguin gue nangis selama hampir satu jam di parkiran Fakultas Kedokteran. Semenjak saat itu Dandy, Kakak tingkat beda fakultas itu mulai masuk ke hidup gue.

Di masa perkuliahan, gue enggak punya temen yang bener-bener tulus berteman sama gue. Adapun orang-orang di sekitar gue, kalau enggak orang yang mau numpang famous, pasti mereka orang-orang yang cuma mau benefit. Gue akui, gue ini mahasiswa populer karena nama bokap. Di Fakultas Hukum, enggak ada dosen yang enggak kenal sama bokap gue. Beberapa dosen memberikan special treatment karena gue adalah Sharefa Yushrin anaknya Pak Yushrin.

Enak dong?

Nyatanya enggak.

Gue yang gak pinter tiba-tiba sering dimasukin ke tim perlombaan yang diikuti anggota UKM Fakultas, padahal gue gak pernah daftar. Nilai-nilai gue selalu bagus bukan karena gue pinter, melainkan karena gue anaknya Pak Yushrin dan mereka segan sama Bokap gue. Banyak orang-orang yang sengaja nempel sama gue demi kecipratan benefit tersebut.

Namun yang paling ngeselin dan bikin gue sering down adalah...

Kebencian terhadap gue semakin menjadi-jadi. Karena mereka gak bisa  ngebully gue secara fisik, mereka secara anon nyerang psikis gue. Surat-surat teror, pesan-pesan dengan kata-kata kasar, jadi bahan makanan gue. Dan ketika gue mulai melemah dan ingin menyerah, Tuhan kirim Dandy buat gue.

Dia memang enggak merubah caci maki orang-orang di luar sana, tapi dia nguatin gue dan selalu ada buat gue. Bahkan kala itu gue berpikiran kalau, enggak apa-apa orang ngomong jelek, yang penting ada Dandy di sini. Karena itu, mau semarah apapun. Padanya akhirnya gue bakal balik ke Dandy lagi. Meskipun gue harus jatuh di lubang yang sama, enggak apa-apa kalau itu Dandy.

Ya, segila itu. Karena dia adalah Dandy. Orang yang megang tangan gue di masa-masa sulit.

Dan dia Dandy yang dulu selalu merelakan kemejanya basah karena tangis gue. Dia juga Dandy yang tanpa lelah bilang kalau gue harus jadi orang yang kuat buat ngelawan kebencian.

 Dia juga Dandy yang tanpa lelah bilang kalau gue harus jadi orang yang kuat buat ngelawan kebencian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Habis dari mana?" tanya gue melihat Dandy turun dari mobilnya dan berjalan ke arah teras rumah gue.

"Tadi nganterin Mama ke bandara."

"Kamu gak kerja apa?"

"Shift malem," jawabnya.

Dari arah gerbang mobil bokap gue memasuki halaman rumah. Gak lama Papa melewati kami begitu saja tanpa menyapa Dandy. Sedikit rahasia umum di antara kami, Papa enggak terlalu suka sama Dandy.

Senior [1] : Finding Mr. RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang