Demi apapun, gue paling enggak suka yang namanya nunggu. Tapi dengan begonya, gue nungguin seorang Dandy Ezra Thaniel dateng ke rumah gue.
Katanya cuma sebentar, tapi sebentar bagi dia itu bisa jadi satu jam, dua jam, tiga jam. Ukuran sebentar Dandy bener-bener bikin gue lumutan.
Meskipun gue udah bilang gak usah dateng ke rumah sewaktu telponan di apartemen Kak Jano, dalam hati gue pengen banget dia dateng. Labil banget si Fa!
Jam di kamar gue nunjukin pukul 8 malam. Sebuah pesan singkat muncul disana. Dua detik kemudia ada panggilan masuk.
"Halo?"
"Halo? Kamu di rumah?"
"Hmmm," jawab gue.
"Aku kesana ya?"
"Gak usah!"
Gengsi gue suka kenapa sih? Padahal gue mau ketemu Dandy, biar puas marahin orangnya secara langsung.
"Aku langsung balik berarti ya?"
"Hmm."
"Aku tutup ya? Good night," tutupnya.
Berikutnya gue meraung sambil menggaruki bantal lantaran kesal.
Kenapa Dandy enggak ada bujukin atau gimana?!
Paginya Dandy nganterin gue ke kantor. Dengan wajah yang masih masam, gue diem sedari masuk ke mobil. Hingga mobil Dandy masuk ke area kantor, gue masih diem.
"Nanti balik jam empat kan?" tanyanya.
"Aku balik sendiri aja," kata gue tanpa ngeliat ke arah Dandy.
Gue ngebuka pintu mobil dan menutupnya kembali dengan kasar. Di sisi lain, Dandy juga ikut keluar dari mobilnya.
"Ngapain?" tanya gue.
Dandy diam sambil berjalan. Ke arah gue.
"Sana kerja," suruh gue.
"Masih ada setengah jam lagi sebelum jam kerja aku mulai." Dandy meraih tangan gue dan ngebawa gue berjalan ke arah kursi dekat parkiran mobil.
"Ngapain?!"
Lelaki tinggi dengan kemeja berlengan pendek berwarna navy itu duduk disamping gue, masih dengan tangannya yang menggenggam satu tangan gue.
"Kamu itu kalau minta maaf gak pernah serius!" gerutuku.
"Tapi memang terkadang situasi aku gak memungkinkan," balasnya.
"Udah berapa kali kamu kayak gini? Kamu ngetik buat kasih kabar aku ga memakan waktu satu menit Dandy."
Dandy cuma diem sambil dengerin gue marah-marah. Emang enak pagi-pagi udah dikasih sarapan omelan dari gue.
"Sebenernya aku itu penting enggak sih buat kamu?"
"Memang aku pernah bilang kamu enggak penting? Jelas kamu penting buat aku."
"Terus hubungan kita ini penting enggak buat kamu? Kamu kayak main-main sama aku, kamu selalu entengin aku."
"No... Kenapa kamu mikir kayak gitu? Aku serius sama kamu. Ta-"
"Tapi kamu nyebelin Dandy!"
Dandy diam, matanya menatap pasrah ke arah gue. Iya dia sadar kalau dia emang nyebelin.
"Maaf, aku yang salah."
"Emang kamu yang salah!" seruku.
Tapi sebenernya setelah ngomong kayak gitu, gue ngerasa bersalah juga. Padahal kemarin juga gue gak bilang kalau ada di rumah Kak Jano. Semisal kemarin Dandy jemput gue, dan gue enggak ada di kantor, bisa aja Dandy marah sama gue.
![](https://img.wattpad.com/cover/191885712-288-k216030.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior [1] : Finding Mr. Right
FanfictionCinta aja ternyata enggak cukup dalam sebuah hubungan. Secermerlang apapun karier juga ternyata enggak cukup kalau itu hanya untuk ajang pembuktian. Semuanya rumit bagi Sharefa Yushrin. Inginnya, sang kekasih selalu perhatian dan ada untuk dirinya...