Bryan berjalan dengan tangan kanannya yang merangkul pundak Kayla. Sesekali pula ia mengacak rambut Kayla, membuat cewek itu memekik kesal akibat rambutnya yang berantakan.
Sudah sejak sepuluh menit yang lalu mereka berjalan-jalan di sekitar Alun-Alun Bandung.
"Yan."
"Hm."
"Sejak kapan kamu jadi petinju?" tanya Kayla di tengah-tengah langkah kakinya bersama Bryan.
Bryan bergumam sebelum menjawab pertanyaannya, "Eum, sewaktu aku di Amsterdam, mungkin." jawabnya dengan tangan yang kini berubah jadi menggenggam tangan Kayla. "Sejak aku pulang ke Indo, waktu anter Kakek aku gak sengaja mampir di tempat gym tadi. Dan ya, kebetulan di sana aku ketemu sama coach tinju, setelah aku tanya-tanya dia tiba-tiba nawarin aku buat gabung sama dia." lanjut Bryan dengan penjelasannya.
Kayla mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. Ia mendongak menatap Bryan dari samping.
"Terus kenapa Bunda bisa larang kamu main tinju? Padahal aku liat kamu udah kayak profesional gitu tadi." tanyanya lagi yang masih penasaran akan kekhawatiran Rhea pada Bryan.
Bryan tertawa pelan, lalu kini genggaman tangannya berubah menjadi rangkulan posesif di pinggang Kayla, dan itu sama sekali tidak mengganggu konsentrasi Kayla yang dengan senang hati mendengarkan cerita Bryan.
"Dulu sewaktu di Amsterdam, aku pernah ikutan tinju nasional, di liput di tv juga. Dan waktu itu aku ngalamin cedera kaki saat bertanding dengan lawan yang, yaa..bisa di sebut udah senior. Saat itu Bunda bener-bener panik banget pas tau aku sampai masuk rumah sakit. Dan saat itu Bunda ngelarang aku buat ikutan tinju lagi.." Bryan mengambil napas panjang lalu dihembuskannya perlahan sebelum melanjutkan kembali penjelasannya. "Tapi ya emang akunya yang keras kepala. Setelah sembuh, aku gak dengerin omongan Bunda yang nyuruh aku buat berhenti. Aku malah diem-diem ikut pertandingan lagi, tapi dengan syarat aku gak mau di liput media. Saat itu cuma Kakek yang tau aku masih suka tinju."
Kayla menatap Bryan tanpa berkedip. "Nekad juga kamu, ya. Padahal udah pernah kena akibatnya, lho." ucapnya menggeleng pelan.
"Resiko jadi petinju itu emang kalo gak menang yang pasti babak belur." balas Bryan santai.
"Emang dasar kamunya aja yang keras kepala!" geram Kayla sambil mencubit perut Bryan sehingga membuat Bryan melepaskan rangkulannya.
Setelah itu Kayla langsung kabur dengan berlari menjauhi Bryan yang berusaha mengejarnya. Sesekali ia menoleh ke belakang dan memeletkan lidahnya bermaksud mengejek Bryan yang belum berhasil menangkapnya.
BRUKKK
"Aww..." Kayla merintih kesakitan ketika lututnya bergesekan dengan aspal.
"Ya ampun, Kay. Kamu gak papa?" tanya Bryan yang terkejut saat melihat Kayla lagi-lagi tak sengaja menabrak seseorang saat berlari menghindarinya.
Ia membantu Kayla untuk kembali berdiri dan menepuk celana jeansnya yang sedikit kotor.
"Kalian lagi!" geram seorang wanita yang baru saja di tabrak Kayla. "Enggak di mall, nggak di tempat syuting, setiap ketemu kalian saya selalu sial!" sarkasnya tajam.
Kayla menatap wanita itu dengan tatapan nanar. Entah mengapa tiba-tiba matanya memanas.
"E eh, kok malah nangis?! Gak ada bosennya ya kalian pacaran terus!"
"Kay, ya ampun kamu kenapa nangis?" tanya Bryan kaget saat mendengar ucapan wanita itu. Dan benar saja, saat ia menoleh pada Kayla, dia mendapati gadisnya yang sedang terisak.
"Maaf, Mbak. Pacar saja gak sengaja nabrak Mbaknya barusan."
"What? Mbak?" pekik wanita itu dengan tatapan ngeri yang di layangkannya pada Bryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR KAYLA
Teen Fiction'Mengenal tanpa dasar berkenalan?' Mungkin itu yang terjadi pada seorang Kayla Katrina dan Bryan Mahendra. Walau pada dasarnya wajah pria bernama Bryan itu memang tidak begitu asing baginya. Mengapa demikian? Ikuti cerita mereka dalam sebuah kisah m...