Ketika jalan penyelesaian dipilih tanpa memikirkan seribu kemungkinan yang nantinya terjadi, bisa saja hasilnya bukan penyelesaian melainkan konflik berkepanjangan.
ALBARISUS
Pantulan bola yang baru saja melewati ring mengakhiri latihan sore ini. Dengan nada tegas khas leader seorang remaja dengan netra coklat terang itu mempersilakan para anggotannya untuk pulang. Tak banyak bicara dan tanpa ekspresi, seperti biasanya. Setelahnya ia berjalan ke tepi lapangan untuk mengambil tasnya. Para anggota yang lain turut melakukan hal serupa. Tubuh penuh keringat membuat mereka ingin lekas pulang ke rumah dan mandi secepatnya.
Ketika yang lain sudah benar-benar menyingkir dari lapangan, remaja sang pemilik netra coklat terang itu lebih memilih untuk mendudukkan diri. Duduk di sana dan mengambil botol air mineral dari tasnya. Dengan rakus ia meminum penghilang dahaga itu.
Awan suram menjadi penghias langit sore ini, mungkin sebentar lagi akan hujan. Tapi remaja tadi tetap berada di sana, seakan enggan untuk kembali ke tempat yang telah menampungnya sekitar dua tahunan ini. Masih terlalu lelah untuk menjalankan sandiwara ketika sampai di rumah demi menunjukkan bahwa ia tak pernah berubah.
Selama bermenit-menit lamanya ia tetap terduduk di sana. Duduk dalam keheningan juga sendirian. Berusaha menjelajah kenangan indah agar ia tak merasa kosong. Sampai rintikan air yang jatuh dari langit membuat ia segera membangkitkan tubuh dengan tergesa-gesa, berlari menuju ke arah parkiran untuk mengambil motornya.
Di sepanjang jalan, para gadis yang juga mengikuti ekstrakurikuler serta sedang berteduh sekilas melirik ketika pria itu lewat. Beberapa tersenyum, tak ragu untuk menampakkan raut bahagia ketika melihat hadirnya. Namun, beberapa memilih diam, memendam apa yang dirasa walau dalam hati sudah menjerit heboh. Siapa yang tidak tahu remaja itu. Si ketua basket yang menjadi idaman gadis-gadis di sekolah mereka. Rupanya menjadikan orang-orang tergila-gila, netra coklat terang itu memancarkan aura tersendiri hingga mampu menarik perhatian lawan jenis. Menjadikan ia tak pernah kekurangan pujian.
Namun sayang, para pengagum hanya mampu melihatnya, tanpa bisa memiliki. Remaja laki-laki itu terlampau cuek dan tak pernah menganggap kehadiran para gadis yang mengejarnya. Wajahnya selalu tanpa ekspresi, netra miliknya begitu tajam dalam menatap orang-orang, juga bibir yang tak pernah mengembangkan senyum menjadikan orang-orang cukup segan jika ingin berdekatan.
Hujan pun menderas, menjadikan laki-laki yang sudah berada dalam perjalanan pulang semakin mempercepat kelajuan motornya. Satu yang ia benci dari keadaan ini, hujan berhasil menyentuh tubuhnya, membuat seluruh kisah pahit yang selalu berusaha dirinya lupakan kembali hadir. Kejadian dua tahun lalu yang terus berdampak hingga kini.
•••
"Belum diangkat juga?" tanya Alvan ketika melihat sang sahabat terus menelepon bundanya, tapi tak kunjung diangkat. Jika ada ayahnya, Alvan pasti akan meminta agar mengantarkan Rafa, tetapi ayahnya juga sedang tidak ada di rumah, belum kembali dari luar kota.
Rafa yang sedari tadi meminjam telepon milik Alvan untuk menghubungi Dhita karena wanita itu lah yang mengantarnya ke sini---sebab ada urusan mendadak di butiknya-lantas menoleh saat mendengar pertanyaan sang sahabat. Minggu ini mereka mengerjakan tugas kelompok yang akhirnya baru saja selesai. "Belum, mungkin sibuk di butik."
"Kenapa gak nelpon Kak Ardi aja? Daripada lo nunggu Bunda. Ini kayaknya udah mau hujan lagi loh, Raf," ujar Alvan. Tadi pagi jam 10 hujan mengguyur kota, sekadar rintikan dan berhenti sekitar dua jam lalu. Sekarang, langit sepertinya akan kembali menumpahkan airnya.
"Kan lebih deket butik ke rumah elo ketimbang dari rumah gue ke sini."
"Tapi kalo Bunda gak angkat-angkat kayak sekarang, lo masih mau nunggu? Iya kalo sebentar lagi diangkat, kalo enggak? Lo mau nelpon sampek entar malem?" sahut Alvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Teen FictionMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...