Tujuh belas hari. Tujuh belas hari Rafa memutuskan untuk menuruti permintaan Farrel pada dirinya. Rafa tidak pernah lagi bertegur sapa dengan sang kembaran, mungkin yang ia lakukan terlalu berlebihan? Rafa tidak tahu, tetapi menurutnya Farrel terlihat cukup puas.
Rafa menunggu, menunggu sang kembaran mengatakan bahwa caranya terlalu berlebihan dalam menanggapi permintaan Farrel waktu itu, tetapi tidak ada tanggapan resmi dari Farrel tentang apa yang dilakukan oleh Rafa. Menjadikan remaja bernetra coklat terang itu semakin sadar, Farrel benar-benar sudah terganggu dengan keberadaannya.
Seminggu pertama Rafa masih bersikap seakan semua baik-baik saja, Rafa masih melayangkan senyum juga ucapan selamat pagi pada Farrel. Namun, tidak pernah ada tanggapan pasti dari kembarannya itu, Farrel hanya akan mengangguk canggung, atau mungkin ... risih? Oleh karena itu Rafa benar-benar memutuskan menjauh.
Sulit, sangat. Seringkali Rafa melihat Farrel sendirian di perpustakaan atau mereka tidak sengaja berpapasan, ingin rasanya menyapa seperti biasanya, tetapi hubungan mereka terasa begitu asing. Terlalu kaku sebab mendingin. Rafa menjauh, seperti apa yang Farrel minta, tetapi ia hanya melakukannya jika Farrel berada di sekitarnya. Bersikap seolah-olah ia memang sudah tidak perduli dengan kembarannya. Namun, ketika Farrel tidak ada, ia akan terus mencari hadirnya. Andre juga tidak luput Rafa jadikan narasumber.
Aneh, Rafa memang merasa aneh. Mereka seperti orang asing di rumah sendiri. Ayah menyadarinya, Bunda pun sepertinya begitu, tetapi hanya Arya yang bertanya pada Rafa juga Farrel ketika mereka berkumpul tanpa ada percakapan antara keduanya. Terlalu banyak alibi juga elakan yang Rafa katakan ketika Ayah bertanya kenapa keduanya jarang terlihat berbincang bersama, bahkan Rafa selalu terlebih dahulu berangkat ke sekolah tanpa menunggu Farrel seperti sebelum-sebelumnya. Arya terlihat percaya dengan semua alibi yang dikeluarkan oleh kembar Elvano. Rafa juga pernah mendengar percakapan Bunda dengan Farrel, Dhita mengatakan bahwa ia menyetujui jika Farrel menjauhi Rafa yang tentunya ditepis oleh Farrel dengan mengatakan bahwa mereka baik-baik saja. Tidak ada masalah.
Tidak, Rafa tidak sedang beranggapan bahwa hubungannya dengan Farrel sedang baik-baik saja. Farrel selalu bertingkah tenang dengan menganggap tidak pernah terjadi apa-apa, bahkan ketika mereka ‘terpaksa’ harus berkumpul bersama, Farrel tetap terlihat baik-baik saja, sedangkan Rafa mulai merasa asing. Farrel semakin asing untuk dirinya sendiri. Mereka saudara kembar, tetapi mengapa harus seperti sekarang?
Harapannya. Harapan Rafa tentang permintaan Farrel yang tidak akan berpengaruh pada hubungan persaudaraan mereka ternyata hanya angan, sebab nyatanya mereka benar-benar merenggang. Rafa tidak penah berani lagi memulai pembicaraan, apalagi melihat Farrel benar-benar terlihat menikmati ‘kehidupannya’ tanpa Rafa.
“Lo ada masalah ya sama Farrel?”
Rafa sontak menggeleng ketika mendengar pertanyaan dari Alvan. “Gak ada, kenapa?”
“Gue gak pernah liat kalian bareng lagi kalo berangkat sama pulang sekolah.”
“Kita sibuk sama urusan masing-masing,” jelas Rafa.
“Sok sibuk lo,” tanggap Alvan yang ditanggapi kekehan oleh Rafa.
“Farrel akhir-akhir ini sibuk buat persiapan lombanya, dia kan udah masuk final,” lanjut Rafa. “Harus belajar sama Dave, juga dia ada binjar. Belom lagi tugas-tugas yang lain.”
Alvan mengangguk paham. “Tetep aneh sih, janggal gitu. Kalian kan satu atap.”
“Kita beda kelas, Van. Gue kan lebih sering pulang awal dari pada dia, jadi dia nyuruh gue langsung pulang aja biar gak usah nungguin terus.”
“Nungguinnya juga cuma sebentar kan?”
“Dia kan sayang sama gue, jadi takut gue kecapekan,” sahut Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Novela JuvenilMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...