Hati-hati jika ingin mengobati satu hati, karena bisa saja saat kamu 'mengobati' seiring dengan melukai hati yang lain.
Setelah itu, siap-siap dengan buahnya.
ALBARISUS
Mengeratkan pelukan pada lutut yang dirinya tekuk, membawa kaki untuk berada di satu kursi dengannya. Hujan sudah mulai reda, dan sekarang ia berada di balkon kamar dengan pandangan sendu ke arah tetesan hujan. Di sini basah, menjadikan tubuhnya ikut terkena sentuhan air, membuat usaha mandinya sia-sia. Juga membiarkan seluruh kenangan pahit ditampilkan kembali oleh otaknya, demi merasakan sakit sebagai salah satu penebus dosa dari jutaan dosa.
Remaja itu tahu, apa yang dirinya lakukan memang tidak seberapa. Dengan membiarkan hujan menamparnya tak menjadikan semua akan kembali seperti sediakala, baik-baik saja dan bahagia. Tetapi, dirinya hanya berusaha untuk merasa apa yang bunda rasakan. Merasa sakit dengan jatuh ke jurang paling dalam.
Cairan bening mengalir begitu saja, membuat rasa hangat pada kulit yang mendingin. Dulu ayah pernah berkata bahwa laki-laki harus kuat dan tidak boleh menangis, itu yang ayah katakan saat Rafa kecil menangis ketika jatuh dari sepeda. Tapi sekarang dia menangis, mengabaikan perkataan ayah yang tidak pernah dirinya bantah, bahkan ketika ayah menyuruhnya meninggalkan rumah dan tidak kembali sebelum mereka menjemputnya. Rafa selalu menuruti semua hal tadi, sesuai dengan pesan Ardian yang mengatakan bahwa orang tua adalah pintu surga terbaik.
Dan sekarang, di tanggal ini, Rafa kembali ditarik untuk mengulang kembali seluruh potongan-potongan kejadian yang terjadi dua tahun sebelumnya. Kejadian yang berhasil mengubah semua hanya dalam satu kali kedipan mata. Rafa pun tak berusaha untuk menghindar, sesuai dengan perkataannya, jika bunda dan ayah merasa sakit, jadi dirinya juga harus merasakan hal itu.
"Kak, Rafa bener-bener minta maaf, Rafa belum bisa mengembalikan semuanya."
Remaja itu terdiam, setelahnya menenggelamkan kepalanya pada kedua lutut yang tertekuk. Membiarkan ia membantah pesan ayah.
Di belakangnya, seorang pria paruh baya mengepalkan tangan. Mengurungkan niat awal, dirinya langsung melangkah ke luar dari kamar sang cucu dengan tergesa-gesa. Sesampainya diluar, dirinya segera mengambil benda pipih yang berada di saku celana. Menunggu beberapa saat hingga orang di seberang mengangkat panggilan.
"Halo, Pa. Ada apa?"
"Kapan kamu bawa Rafa pulang?" ucapnya berusaha menekan suara agar tidak meluapkan amarah yang sudah memuncak sekarang ini.
"Aku sudah pernah bilang sama Papa---"
"Kamu selalu punya seribu alasan, Ar."
Orang di sana terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Dan seribu alasan itu aku lontarkan agar semua tetap baik-baik saja. Tidak ada hati yang akan hancur lagi."
"Kamu hanya mengobati satu hati, Ar, tidak dengan yang lain."
"Sampai kapan kamu membiarkan Rafa menangis sendirian? Kapan kamu akan merengkuhnya? Dia masih kecil, Nak."
"Aku begini karna aku gak mau Rafa terluka."
"Niat kamu baik, tapi cara kamu salah." Kalimat tadi adalah kata terakhir sebelum Dhamar mematikan sambungan sepihak. Pria ini menghela napas, meremas dadanya yang berdenyut nyeri.
-ALBARISUS-
Melangkah masuk ke dalam ruangan yang selalu berhasil membuat kakinya bergetar selama seminggu lebih ini. Takut akan pikirannya sendiri tentang bagaimana jika ia kehilangan dia. Kehilangan orang yang dirinya sayangi lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/204815077-288-k342456.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Ficção AdolescenteMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...