[33] Bukti

5.1K 657 34
                                        

Lea, gadis berambut sebahu itu berjalan ke arah sebuah rumah minimalis dengan beberapa buku di dalam tote bag juga sekantong plastik berisi kue yang ia bawa. Niatnya hari ini adalah ingin belajar bersama dengan remaja yang ibunya merupakan mantan pekerja di rumahnya. Baru berhenti beberapa bulan lalu karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Saat tiba di teras rumah, ia disambut langsung oleh wanita yang sedari kecil telah merawatnya, duduk di kursi roda, serta diawasi oleh seorang perawat yang ditugaskan oleh orang tuanya untuk merawat orang yang telah sangat berjasa untuknya itu. Salah satu tanda terimakasih juga karena sudah mau bekerja dengan keluarga mereka, sedari Lea masih kecil. Jadi, sudah dianggap keluarga sendiri. Jika sempat, sekitar satu atau dua minggu sekali Lea dan keluarga agar berkunjung, tetapi untuk kali ini hanya Lea seorang diri sebab orang tuanya sedang ada urusan. Begitu juga dengan kakaknya yang mengerjakan tugas kuliah.

“Udah dateng, Nak?”

Lea, dia tersenyum ke arah wanita yang berada di kursi roda tersebut. “Iya, Bu. Selamat pagi, maaf yang lain gak bisa dateng.”

“Gak pa-pa kok. Kamu aja dateng ke sini, Ibu udah bersyukur banget.”

Lea mengangguk, setelahnya menyodorkan sebungkus kue pada perawat.

“Makasih loh, Nak.”

“Sama-sama, Bu,” sahut Lea. “Oh ya, Dave ada kan?”

“Ada kok. Dia lagi di teras belakang, kamu samperin aja. Di sana juga ada Farrel, temennya yang satu tim dulu waktu lomba. Kayaknya mereka mau belajar bareng juga, baru aja dateng kok.”

Lea mengangguk, ia juga bisa melihat dengan jelas sebuah motor terparkir di halaman rumah. Setelahnya Lea pamit untuk menemui Dave di teras belakang rumah. Lea berjalan santai sebelum suara Farrel yang dapat ia dengar saat baru saja tiba di depan pintu pembatas rumah dengan teras belakang yang sedikit bercelah membuatnya menghentikan langkah.

“Gue bisa beri lo uang berapapun yang elo mau—”

Lea membulatkan mata. Benar-benar membulatkan mata, terutama setelah nama ‘Rafa’ disebut oleh Farrel.

-ALBARISUS-

“Kenapa sih?” tanya Rafa yang menyadari sedari tadi melihat Lea bukannya fokus pada makanan melainkan terus-terusan melirik ke arahnya.

Lea menggeleng cepat. “Gak pa-pa.”

Rafa mengangguk, Alvan yang berada di depan cowok itu juga ikut melirik Rafa. Sudah beberapa hari ini Rafa enggan berbicara tentang topik mereka yang terakhir kali. Jika Alvan ingin membuka kata, Rafa langsung menyela. Mengatakan bahwa ia masih belum mau membahas hal tersebut, turut meyakinkan Alvan bahwa ‘orang itu’ sudah lama tidak bergerak.

“Raf, gue mau bicara berdua sama elo. Boleh?”

“Mau bicara apa lo? Mau nembak Rafa ya?” sahut Alvan.

“Iya, kenapa? Iri ya lo?”

Alvan menggeleng. “Sama sekali enggak. Sorry ya, tipe gue bukan kayak elo. Tipe gue tuh yang cantik, pinter, kalem. Bukan pencicilan kayak elo, bego lagi.”

“Alvan kampret!” seru Lea. “Lo pikir gue mau sama cowok kayak elo ha?!”

“Udah, gak usah munafik. Gue tau lo ngagumin gue.”

“Ya Tuhan, tolong segera jauhkan setan-setan kampret yang sok ganteng padahal buriqnya udah gak ketolong secepatnya Tuhan.”

Berlanjut. Perdebatan tadi terus berlangsung hingga mereka selesai makan. Sampai-sampai Andre pamit untuk pergi duluan karena meja merekalah yang paling heboh.

ALBARISUS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang