Jika sebagian orang bahagia ketika mendapatkan seseorang untuk menemani kisah percintaan, sebagiannya lagi bahagia ketika mendapatkan kembali kasih dari rumahnya sendiri.
ALBARISUS
"Lo mendingan stop deh ngejar-ngejar Andre. Lo itu cantik, banyak cowok yang ngejar kan?" ucap Alvan memulai perbincangan.
Kini ketiganya sudah berada di kantin. Duduk dengan meneguk minuman masing-masing, memanfaatkan waktu istirahat sesudah upacara untuk menyegarkan pikiran akibat panas matahari yang membuat masing-masing sangat gerah.
"Kalo lo mau, yuk jadi cewek gue juga gak pa-pa."
"Lo mau cari pacar apa lagi jualan kacang?" sahut Rafa. "Seenak itu minta anak orang jadi pacar."
"Sirik aja lo."
"Ya ... gimana lagi. Orang udah cinta," bela Lea.
"Gue gak yakin lo bisa bedain mana cinta mana obsesi," ujar Alvan.
Lea terdiam. "Umm ... oh ya, Raf, lo temenan sama Alvan?"
Rafa mengangguk. "Sahabat dari lama."
"Wih. Berarti temenan sama Andre juga?"
"Iya."
"Tumben lo gak tau tentang Rafa, bisanya yang berhubungan dengan Andre lo tau semua."
"Gue udah jarang stalker hidupnya dia," jawab Lea. "Gak ada waktu. Banyak tugas tau."
Selanjutnya. Mereka lantai membicarakan hal-hal acak. Hanya sebentar karena jam pelajaran pertama akan segera dimulai. Membuat ketiganya bergegas untuk ke kelas masing-masing, terutama Lea yang memang berada di kelas bahasa.
Sampai jam istirahat pertama, tidak ada yang istimewa di dalam kelasnya. Rafa hanya sibuk mendengarkan penjelasan guru di depan. Terkadang menyahut dengan kata-kata aneh dan unik sehingga membuat guru pengajar menggeleng-gelengkan kepala.
Rafa itu selalu berhasil membuat kelas heboh dengan tawa. Salah satu jalan yang remaja bernetra terang ini lakukan agar tidak merasa sendiri. Mencoba sekeras mungkin untuk kembali kepada Rafa dua tahun lalu.
Rafa merasa beruntung. Di sini, secara perlahan harinya mulai berubah, pun dengan hidupnya.
Ketika jam istirahat bebunyi, tentunya para murid segera bergegas keluar, begitu juga dengan Rafa. Rasa lapar membuatnya ikut melenggang dari kelas. Baru saja berada di luar, kehadiran seorang Arkan berhasil menarik perhatiannya. Lagi dan lagi, Rafa langsung menghentikan pergerakan laki-laki itu. Tetap berusaha mencari informasi, jujur saja, rasa tak tenang menjalari tubuhnya akibat semua opsi yang ia buat untuk menjawab apa yang terjadi pagi tadi.
"Gue mau bicara---"
Belum sempat Rafa menyelesaikan ucapannya, kali ini Arkan segera mendorong tubuhnya agar menyingkir. Pergi begitu saja tanpa suara. Ingin mengejar, tetapi kehadiran Alvan berhasil membuat Rafa menghentikan langkah. Tidak ingin sang sahabat kembali menanyakan hal-hal aneh. Mereka lantas memutuskan untuk segera pergi ke kantin.
Rafa belum berani mengungkap apa yang telah terjadi dengannya semenjak masuk ke sekolah ini, baik pada sang sahabat apalagi kepada kembarannya. Rafa masih ingin mencaritahu sendiri, sebenarnya siapa yang selalu berusaha 'menarik' perhatiannya. Lagipula, remaja ini tidak ingin orang lain menjadi terbebani, pun meyakini diri bahwa semua yang terjadi padanya hanyalah perilaku orang iseng saja.
Harinya di sekolah dilewati begitu saja. Ketika bel tanda sekolah berakhir, Rafa turut bergegas untuk menuju ke arah parkiran, biasanya ketika Farrel belum tiba, maka Rafa akan berada di sana untuk menunggunya. Sama seperti kali ini, sepertinya kelas kembarannya itu masih belum berakhir, Alvan juga turut menunggu kedatangan Andre.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Teen FictionMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...