Mentari Elvano kembali meredup.
Sekarang, akankah ALBARISUS ikut memudar?
12-06-2020
Rafa terduduk lemas di depan ruang UGD dengan kedua lutut yang ditekuk setelah sekitar puluhan menit lalu selesai menelepon Agam, menceritakan kejadian buruk apa yang baru saja menimpa Farrel, kembarannya. Otaknya penuh dengan segala opsi yang akan terjadi nantinya, terutama tanggapan sang Bunda. Rafa mengalami ketakutan yang sangat amat, bahkan ketika ia mencoba untuk menepis, Rafa masih saja berpikiran buruk.
Ada dua orang lain di sini, Arkan dan Angga. Mereka berdua yang bertugas untuk mengantar Farrel, sedangkan Alvan mengurus Andre. Arkan menatap datar ke arah ruang di hadapannya sembari berdiri dengan kedua tangan bersendekap di dada, begitu juga dengan Angga. Namun, menyadari jika sedari tadi tidak ada suara dari orang yang terduduk lemas di sampingnya, Angga memutuskan untuk ikut mendudukkan tubuh.
“Semua bakalan baik-baik aja,” ujar Angga pelan. Kalimat tadi ia harap bisa membuat orang di sampingnya merasa tenang, walau nyatanya sama sekali tidak berpengaruh pada Rafa. Pikirannya kalut sudah.
Rafa yang tadinya duduk lantas dipaksa bangkit ketika melihat empat orang berjalan ke arah mereka dengan tergesa-gesa. Keyra mendekat ke arah Rafa dengan segera, memeluk tubuh anak itu yang diyakininya mengalami syok. Mengelus surainya lembut. Sedangkan Agam, Arya dan Dhita langsung meminta penjelasan tentang proses pengobatan yang sudah dilaksanakan pada Angga dan Arkan.
Dhita kini menatap nyalang seseorang yang berada di dalam pelukan Keyra. Ini yang selalu dirinya takutkan. Ini yang berusaha ia hindari, Rafa kembali berulah, menghancurkan kehidupannya yang sudah mulai normal dan kembali tenang. Dengan tergesa-gesa Dhita menarik Rafa dan pelukan Keyra, membuat perhatian keempat pria lain yang berada di sana teralih.
“M—maaf Bunda,” pinta Rafa.
Dhita menggeleng. “Seharusnya saya gak pernah mencoba untuk ngijinin kamu kembali.”
Rafa menunduk. Berusaha untuk menyembuhkan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang ketika mendengar penuturan Bunda.
“Seharusnya saya nurutin kata hati saya,” lanjut Dhita, nadanya masih berusaha ia pelankan agar tidak menganggu, tetapi sudah cukup membuat perasaan Rafa hancur tak karuan. “Jika saya nurutin, semua gak akan seperti ini.”
“Dhit—”
“Kamu pembawa sial dalam kehidupan saya,” ujar Dhita. Masih dengan nada yang pelan, tetapi menusuk. Memotong perkataan Arya yang ingin berusaha menyanggah sang istri.
Kalimat yang keluar itu pun berhasil membuat Arkan dan Angga bergeming di tempatnya. Kaget? Sangat. Melihat Rafa adalah sosok ceria yang selalu menebar senyum di sekolah, mereka turut tak menyangka jika Rafa mengalami hal seperti sekarang. Yaitu, wanita yang dipanggilnya Bunda mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak diucapkan seorang ibu.
Rafa terus menunduk. Ini yang dirinya takutkan, dan hal itu terjadi di tempat yang sama. Rumah sakit. Entah mengapa, sekarang Rafa merasa semakin tak nyaman, hatinya berkata bahwa semua akan semakin hancur beberapa saat lagi.
“Dhit. Ini bukan salah Rafa, jangan kayak gini lagi,” ujar Arya.
Dhita menggeleng. Ia lantas menarik Rafa ke arah Agam, mendorong remaja itu kepada iparnya. “Bawa dia pergi. Pergi sejauh mungkin.”
“Bun—”
“Kamu sayang kan sama saya?”
Mendengar kalimat tadi, Rafa mengangguk. Mengurungkan niat untuk bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Novela JuvenilMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...