[25] Berbeda

4.6K 578 19
                                    

Semua orang selalu berkata kita beda, dibandingkan tanpa memikirkan apa yang kita rasa. Namun, mereka benar, kita beda, kita semua memang berbeda.

ALBARISUS

“Mau Rafa bantuin siramin gak Bun?” tanya Rafa, masuk ke halaman samping rumah dimana Dhita terlihat sibuk menyiram bunga-bunganya.

“Gak usah.” Dhita menyahut ketus tanpa menoleh ke arah orang yang bersuara. Arya belum pulang, sedangkan Farrel pergi setelah sarapan, katanya ada tugas kelompok.

“Bunda gak kerja?” tanya Rafa lagi, membuntuti Dhita yang terus berjalan untuk menyirami semua tanaman. Biasanya jika hari Sabtu Bunda pasti menyempatkan diri ke salon atau restoran karena di hari inilah tempat itu ramai.

“Saya lagi capek, dan ngeliat kamu bikin pikiran saya tambah ruwet,” sarkas Dhita.

“Mau aku pijetin gak, Bun?”

“Gak usah, mendingan kamu main sama temen-temen kamu, atau kalo enggak belajar di kamar kamu biar pinter kayak Farrel. Basket dan musik gak akan ngejamin hidup kamu.”

Bukan tersinggung, Rafa malas memekarkan senyumnya. Bunda tahu tentang ‘keahliannya?’

Dhita yang berbalik karena ingin berpindah tempat untuk menyirami tanaman lain harus mengerutkan dahi ketika melihat remaja di hadapannya tersenyum cerah. Dia menggeleng, sepertinya anak ini sudah mulai kehilangan akal, tersenyum disaat ia menyindir. Luar biasa.

“Um ... sebenernya aku mau jalan hari ini. Bunda mau nitip sesuatu gak?”

Dhita terdiam, kembali melanjutkan langkahnya untuk pergi menuju pada tanaman yang belum tersiram.

“Mau aku beliin martabak gak?” tawar Rafa. Mengingat kebiasaan Ardian ketika mengajak dirinya keluar, pasti tidak akan luput membeli martabak manis untuk Dhita. Katanya, Bunda sangat suka makanan manis tersebut.

Namun, tetap tidak ada jawaban, menjadikan Rafa harus menghela napas pasrah ketika Dhita lebih memilih untuk masuk ke dalam rumah. Rafa sempat mengejar, tetapi Dhita langsung membanting pintu saat wanita itu masuk ke dalam kamar, menjadikan Rafa mematung di tempatnya.

Rafa tersenyum tipis, setelahnya bergegas untuk pergi ke kamarnya, ia akan bersiap-siap. Hari ini Alvan dan Andre mengajaknya untuk ke taman hiburan, bersama Lea dan Felisha juga.

Mereka janjian di tempat parkir, Rafa datang sedikit terlambat sebab kemacetan di weekend sekarang. Setelahnya, kelimanya lantas segera masuk ke dalam, awalnya Lea meminta agar dirinya saja mendorong kursi roda Felisha, sedikit mencari perhatian pada Andre tentunya, tetapi seperti biasa remaja itu acuh tak acuh terhadapnya, menganggap tawaran yang diberikan adalah angin lalu, serta tak pantas dipertimbangkan. Jadilah Lea pasrah dan mepet ke arah Rafa.

“Di sini gue kayak jomlo yang udah ngenes banget tau,” curhat Alvan ketika melihat hanya dialah yang tidak didampingi seorang gadis.

“Mangkanya, cari pacar dong!” sahut Lea.

“Ye ... kayak lo punya pacar aja,” sindir Alvan.

“Ada kok!” seru Lea sambil menggandeng lengan Rafa, menjadikan remaja itu hanya terkekeh. Ada-ada saja memang, sudah jelas di sini ada Andre, tetapi gadis berambut sebahu ini masih sempat memainkan candaan seperti ini dengannya.

“Gimana, ganteng kan pacar gue?”

“Ngalu teross!”

Lea terkekeh ketika mendengar sahutan dari Alvan tadi. Sedangkan Alvan sudah siap dengan argumen barunya, tak ingin kalah. Andre tentu tetap menjadi orang kalem yang pendiam, di sisi lain, Felisha tersenyum kecil melihat bagaimana tingkah remaja-remaja ini.

ALBARISUS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang