Hadiah sempurna untuk orang yang telah 'pergi' adalah doa tulus penuh harap tentang ketenangannya.
ALBARISUS
Wanita ini masih menatap datar ke arah depan dengan posisinya bersandar pada ranjang. Memandang kosong dunia. Setelah tiga hari berada di rumah sakit, dokter akhirnya mengizinkan agar dirinya pulang. Kembali ke rumah yang sekarang tak lagi sama. Sudah hilang sebagian dari dunianya, sudah pergi dan tak akan kembali orang yang ia cintai dengan sepenuh jiwa. Delapan belas tahun bukan waktu yang sesebentar itu.
Buah hatinya, orang yang dulu ia tunggu-tunggu hadirnya malah pergi tanpa menunggu dia berada di sampingnya. Orang yang selalu berhasil membuatnya tersenyum setelah letih bekerja. Orang yang tak pernah menyia-nyiakan pengorbanannya juga sang suami.
Ardian adalah berlian. Berlian utama Elvano. Banyak prestasi yang dicetak olehnya, membuat kepala Dhita atau Arya selalu lurus ke depan. Tak pernah sekalipun Ardian membuat kepala mereka tertunduk sebab malu. Tak pernah Ardian membuat mereka sakit hati. Tak pernah Ardian mengatakan tidak pada orang tuanya. Ardian, berlian terindah yang pernah Elvano miliki.
Tanpa Dhita sadari, setetes air mata kembali mengalir dari netra coklat gelapnya, membuat ia segera menghapusnya. Butiran tadi tak pernah bisa dirinya cegah untuk tidak menampakkan hadir setiap wanita ini mengingat semua kisah tentang Ardian. Beberapa saat kemudian, sentuhan lembut pada lengannya berhasil membuat Dhita kembali pada dunia nyata. Memandang ke arah Arya yang sedang tersenyum lembut padanya.
"Makan dulu ya?" tawar Arya yang datang dengan sepiring makanan di tangannya.
Dhita ikut tersenyum tipis dan mengangguk kecil sebagai jawaban. Setelahnya Arya pun mulai menyuapi sang istri. Perawatan yang Dhita dapatkan di rumah sakit belumlah berhasil menjadikan wanita itu kembali seutuhnya. Tapi Arya sudah sangat bersyukur karena istrinya tidak lagi separah sebelumnya. Kini, setiap minggu Dhita harus datang untuk melakukan terapi, selain itu juga ada obat-obatan yang menunjang.
Hal lain yang berhasil membuat Dhita bangkit adalah Farrel. Anak itu menangis saat ia selalu berteriak histeris di rumah sakit, memanggil-manggil Ardian ketika obat penenang telah tak berefek. Dan setelah mampu mengendalikan diri, Farrel langsung mendekat sembari mencium pipinya, mengatakan bahwa ia merindukan bunda yang dulu. Bunda kuat, dan bunda harus bisa bangkit.
Bahkan setelah lima hari ini ia pulang, di setiap malamnya Dhita selalu merasakan kecupan di pipi sembari sebuah kalimat menusuk indra pendengarnya yang mengatakan. Bunda cepat sembuh, Farrel rindu.
Sekarang Dhita sudah ingin kembali pada dirinya. Ia akan berusaha, seperti yang ia janjikan pada dirinya sendiri. Masih ada Farrel juga Arya yang menunggunya. Itu yang Dhita pikirkan.
"Makasih," ucap Arya. Hari ini tanpa dirinya duga Dhita sudah menyiapkan makanan bersama sang ART. Membuat baik Arya dan Farrel tersenyum walau masih tak banyak kata yang diucapkan oleh Dhita. Tapi ini merupakan peningkatan yang begitu positif juga ditunggu-tunggu. Dhita pun sudah mau tidur di kamarnya sendiri setelah sebelumnya selalu berada di dalam kamar Ardian, bahkan ketika mereka mengadakan pengajian ketujuh hari Ardian. Hanya Arya, Farrel juga ART mereka yang mengurus seluruh persiapkan.
Dhita menganggukkan kepala. Selanjutnya berucap, "Udah lama kamu gak ke kantor. Besok masuk ya?"
Arya terdiam. Ragu akan permintaan yang istrinya utarakan.
"Aku gak pa-pa kok, kan ada Bi' Maya."
Dan untuk kedua kalinya dalam hari ini Dhita kembali berhasil membuat Arya mengambangkan senyum yang telah lama tak tampak. Membuat ia semakin percaya bahwa Dhita yang sepenuhnya akan segera berada di sisinya. Bersama mereka akan kembali menghadapi dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Roman pour AdolescentsMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...