Janganlah menghadapi masa sekarang dengan bayangan masalalu yang penuh duka. Tapi, hadapi dengan semangat serta keteguhan hati.
ALBARISUS
Pada kamar utama di lantai bawah milik keluarga Elvano, ketika pintu dibuka menjadikan sang pemilik kamar segera mengerutkan dahi saat melihat sebuah kotak kardus yang tersaji di depan pintu. Secara perlahan wanita yang penasaran tadi mengambil apa yang berada di sana. Sedikit menghiraukan waktu yang telah menunjuk angka sembilan pagi, di mana ketika hari Sabtu dirinya memang pergi bekerja dua jam lebih telat dari pada hari biasa.
Ia membaca pesan yang ditempel pada bagian atas kotak kardus. Selamat pagi, Bunda. Semoga rezeki Bunda lancar :) Jangan lupa dimakan sebelum berangkat ya, biar hari Bunda bisa semanis coklat ini. Dengan membaca kalimat yang tertera di sana, Dhita sudah bisa menebak siapakah orang yang meletakkan sekotak coklat lumayan besar ini di depan pintu.
Wanita tadi melirik ke arah ruang keluarga yang bisa ia tangkap dari depan kamarnya. Terdapat dua orang remaja yang kini sama-sama menatap ke arahnya, mengalihkan fokus yang sebelumnya tertuju pada televisi.
Tanpa pikir panjang, Dhita langsung membuang kotak berisi coklat itu ke sembarang arah, membuat kedua laki-laki yang duduk di sofa ruang keluarga melebarkan mata dengan seketika, bahkan Bi Maya yang sedang menyapu di sekitar ruang makan---kamar utama lantai bawah bersebelahan sekitar beberapa meter dengan tangga, di mana setelahnya terdapat ruang makan, dan di seberang ruang makan adalah ruang keluarga---segera menoleh ketika mendengar suara benda jatuh.
"Bi Maya, tolong bersihin sampah itu," pinta Dhita dengan nada tegas. Yang tentunya langsung mendapat anggukan dari Bi Maya. Dan tanpa kata lagi, Dhita pun bergegas untuk ke luar dari rumah ini. Meninggalkan tiga orang yang kini berada dalam keadaan canggung.
Bi Maya terlihat menatap sendu ke arah Rafa yang kini juga dipandangi dengan hal serupa oleh Farrel. Wanita paruh baya ini memang sudah dari kecil menemani keluarga Elvano, ia sudah tahu semua masalah yang terjadi, bahkan ketika remaja yang dulunya berumur empat belas tahun dipaksa pergi dari rumah.
"Lo gak pa-pa?" tanya Farrel. Tentu sudah tahu rencana tentang meletakkan sekotak coklat di depan kamar Dhita. Diam-diam, Bi Maya yang sedang mengambil kotak coklat yang untungnya tidak ada satupun dari makanan manis itu keluar dari kotak, turut menunggu jawaban yang akan dilontarkan Rafa.
"Emangnya gue kenapa?" tanya Rafa sembari terkekeh hambar. "Gue masih oke kok, gak kurang satupun waktu gue bangun tadi pagi."
Farrel terdiam, begitu juga dengan Bi Maya yang kini sudah berada di hadapan mereka.
"Ini Den," ucap Bi Maya sembari menyodorkan kotak coklat yang telah ia ambil.
Rafa menggeleng. "Ambil Bibi aja," ucapnya.
"Bener Den?"
"Iya Bi, aku gak suka coklat. Farrel juga enggak, di sini yang suka cuma Bunda, tapi kayaknya Bunda lagi gak mood buat makan coklat."
"Makasih, Den." Hanya itulah yang bisa Bi Maya ucapkan sebagai bentuk tanggapan. Setelahnya wanita itu pun permisi untuk kembali melanjutkan pekerjaan.
"Mau ikut gue gak?"
Rafa menoleh ke arah Farrel ketika mendengar tawaran tadi.
"Kemana? Gue gak mau ya kalo lo ngajak ke tempat yang aneh-aneh."
Farrel menghela napas. "Ya kali," jelasnya. "Gue mau ngajak lo ke suatu tempat yang pastinya bisa bikin lo lompat kegirangan."
"Kalo gitu ayo."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARISUS ✔
Ficção AdolescenteMendekatlah, biar kuceritakan padamu sebuah kisah tentang seorang anak yang hatinya setegar karang, senyumnya seputih salju hingga dapat memukau dirimu, serta tatapan netra indahnya yang dapat menenangkan jiwamu. Ini tentang Rafa, seorang remaja lak...