TG1 || Tetangga Galak!

34.6K 1.9K 136
                                    

"Nisa, tolong kau antarkan lah dulu rendang ini ke tempatnya bik Suci," ucap seorang wanita paruh baya. Meletakkan sebuah rantang di atas meja, dia menatap anak gadisnya yang tengah sibuk memainkan ponsel.

Nisa pura-pura tidak mendengar, dia masih sibuk dengan ponselnya yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh dia mainkan, hanya mengusap-usap layarnya ke kanan, ke kiri, ke atas, dan ke bawah.

"Hei!!"

Sebuah centong nasi mendarat indah di kepala Nisa. Dia mengusap-usap dagunya, menatap mamaknya dengan bibir mengerucut. "Iss ... Mamak, lho. Masik anak Mamaknya aku ini," ucapnya.

Mamaknya menatap Nisa garang sembari berkacak pinggang. "Teroslah kau maini hape kau itu, ya. Sampek dipanggil Mamaknya pun nggak dengar. Lama-lama kusita jugak nya hape mu itu. Biar tau rasa kau!" omel mamaknya.

Memposisikan diri sebagai anak yang berbakti, Nisa mendengar omelan mamaknya dengan ikhlas. Sudah terbiasa, kupingnya sudah kebal.

"Ya udah. Udah ku tarok hape ku ini. Nah!" Nisa meletakkan ponselnya ke atas meja. Kemudian menatap mamaknya yang nampak tidak semarah tadi.

"Hmmm ... gitu, kan, enak." Mamaknya tersenyum, Nisa mencibir. "Cepatlah kau antar ini ke tempat bik Suci." Rantang yang tadi ada di sebrang Nisa, sekarang sudah berpindah di depannya. Mamaknya menatap Nisa sembari tersenyum manis, hal biasa yang mamaknya lakukan jika menginginkan sesuatu.

"Besok aja, lah, Mak. Pegal kali kakikku ini, saket kalok untuk jalan." Nisa memegang kedua kakinya, mencoba meyakinkan mamaknya tentang kebohongan yang dia katakan.

"Nggak bisa, segan Mamak sama dia. Kelapa yang Mamak pakek untuk masak tadi, dia semalem yang ngasih. Teros, apa pulak kau bilang tadi? Pegal kakikmu, iya? Habis ngapai rupanya kau kok bisa pegal? Ku tengok, tidur aja nya kerjaan kau di rumah," cibir mamaknya.

Lagi-lagi Nisa mengerucutkan bibirnya. "Iss ... males aku, lho, Mak. Anjingnya wak Supri galak kali, takot aku." Nisa kembali mencari alasan. Kali ini dia membawa-bawa Anjing peliharaan tetangga depan rumahnya yang sebenarnya sangat jinak.

"Alah! Banyak kali alesanmu! Sejak kapan si Beo itu galak, hah?! Udah, cepat kau antarkan. Mamak mau nonton film India dulu, udah lama pulak lah Mamak gak nonton film itu, udah ketinggalan jaoh ini pasti," ucap Mamaknya sembari berjalan pergi.

Nisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia menatap rantang di depannya sejenak, kemudian menatap mamaknya yang sedang mencari posisi nyaman untuk menonton TV. Peperangan batin terjadi, memilih antara pergi mengantarkan rantang itu atau tidak? Jika Nisa tidak mengantar makanan itu, otomatis Mamaknya akan marah besar padanya. Sedangkan kalau dia mengantarnya, dia pasti akan bertemu dengan tetangganya yang galak.

"Hufftt ...." Nisa menghela napasnya. Dia telah memutuskan untuk mengantar makanan itu. Tidak apa dia harus bertemu dengan tetangga galaknya daripada dia harus absen uang jajan karena mamaknya yang marah.

.....

Nisa berdiri di pekarangan rumahnya. Menatap rumah ber-cat Putih di sebelah rumah yang nampak sepi. Kemudian, gadis berdarah Batak itu mulai melangkah mendekati rumah tersebut, meski keraguan masih melanda hati.

Nisa berhenti berjalan, menatap pintu di depannya bimbang. Haruskah ia mengetuk pintu itu? Atau dia memanggil nama pemilik rumah saja?
Tangannya sudah naik hendak mengetuk pintu, namun karena takut, tangannya kembali diturunkan. Begitu terus sampai suara berat seseorang mengagetkannya.

"Mau apa."

Nisa berbalik, didapatinya seorang pria bertelanjang dada berdiri menjulang menatapnya tanpa ekspresi. Dia menggigit bibir bawahnya. Sejak kapan orang itu ada di sini? Tadi saat dia berjalan ke sini, dia sama sekali tidak melihat orang itu di sekitar rumah. Kini, rasa takut merasuki dirinya.

"Mau apa." Masih dengan menatap Nisa datar, lelaki tersebut kembali bicara. Dia menatap gadis di depannya dengan alis terangkat setengah.

"Bi-bibik mana, Bang? Aku mau nganter ini," ucap Nisa gugup. Dia mengangkat rantang ditangannya dengan kepala menunduk.

"Di dalam. Masuk saja," ucap pria itu. Kemudian berjalan memasuki rumah.

'Huh, bukannya sekalian dibawa'

Nisa mendengkus, kemudian berbalik lagi menatap pintu yang tadi tertutup kini sudah terbuka. Dia ragu, haruskah dia masuk? Kalau saja pria tadi --anaknya bik Suci-- tidak ada di dalam, Nisa pasti akan langsung masuk saja. Tetapi, sekarang keadaannya berbeda. Menurutnya, anaknya bik Suci itu galak, seram lagi. Kalau menatap orang seperti kita ini punya hutang sama dia, tajam.

Anggapan Nisa tentang anaknya bik Suci yang galak itu sebenarnya bermula saat kejadian tujuh tahun yang lalu. Saat keluarga bik Suci baru saja pindah ke sini. Saat itu Nisa dan mamaknya membantu bik Suci membereskan rumahnya yang berantakan karena baru saja pindahan. Sebelumnya bik Suci tinggal di Pekanbaru. Namun, karena suaminya dipindah tugaskan ke Medan, jadilah mereka pindah ke Medan dan tinggal di sebelah rumahnya.

Saat itu umur Nisa masih sepuluh tahun, masih kelas empat SD. Yang ada di pikirannya saat itu hanya ada main, main, dan main. Melihat sesuatu yang asing di matanya, dia langsung kepo. Hal itulah yang menyebabkan kejadian itu terjadi, di mana saat itu Nisa sangat penasaran dengan sebuah benda berbentuk persegi yang tergeletak di atas meja. Benda tersebut memiliki layar, dan ada tombol-tombolnya. Karena penasaran, Nisa memencet tombol-tombol itu. Namun, tidak terjadi apa-apa, membuatnya semakin penasaran dan semakin kuat memencet semua tombol-tombolnya. Kegiatannya berhenti ketika dia mendengar suara lelaki berteriak di belakangnya. Dia berbalik, dilihatnya seorang remaja laki-laki menatapnya dengan mata melotot. Dengan cepat dia mengambil benda persegi di depan Nisa dan pergi setelah memelototinya.

Nisa yang tidak tahu apa-apa pun merasa takut. Dia berpikir apakah dia membuat kesalahan sampai-sampai lelaki itu marah padanya? Dan sejak kejadian itulah, setiap kali Nisa menatap laki-laki itu, Nisa selalu takut. Didukung dengan tatapan tajam lelaki tersebut, lengkap sudah ketakutan Nisa. Bahkan rasa takutnya tidak hilang sampai sekarang.

"Kenapa masih di luar? Masuk! Bunda sudah nunggu di dalam!"

Nisa tersentak melihat anaknya bik Suci kembali keluar. Menatap Nisa masih dengan ekspresi yang seperti tadi, datar.

"I-iya, Bang. Ini aku mau masuk." Nisa menjawab gugup. Lelaki di depannya menganggukkan kepala kemudian berbalik lagi ke dalam.

Nisa menghela napas, kemudian mulai melangkahkan kakinya berjalan memasuki rumah bik Suci dengan kaki gemetar.

****

Uhuyy, cerita baru lagi😁
Jangan lupa vote dan komen ya😊😊

Tetangga Galak! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang