TG 29 || Tanpa Judul

6.1K 635 12
                                    

Selamat membaca ....

.......

Sudah dua hari sejak kepulangan Prisma, Nisa sama sekali berlum pernah bertatap muka dengan pria itu, bahkan di dua hari itu pula, Nisa hanya akan keluar dari rumah jika ada sesuatu yang mendesak yang memaksanya harus pergi. Entahlah, Nisa hanya terlalu takut jika sewaktu-waktu dirinya bertemu Prisma. Meskipun terkadang dia sempat berpikir untuk memaki pria itu karena telah mengingkari janji yang dibuat sendiri, namun kembali lagi ke awal, Nisa terlalu takut, takut jika pertahanan dirinya goyah dan hatinya kembali merasakan sakit.

Anggap saja kalau Njsa terlalu bodoh karena memang seperti itulah faktanya. Setiap kali kakinya sudah melangkah mantap untuk menyampaikan segala umpatan dan makian yang dia simpan, di saat itu pula segala kenangan yang pernah pria itu toreh kembali teringat. Membuatnya tak lagi mampu menapak, dan berakhir dengan menangis di pojok kamar. Akalnya selalu mengomandu untuk beregrak maju tanpa gentar, namun hatinya malah bertolak belakang dengan tetap teguh di titik di mana dirinya berada sekarang--ambang kehancuran. Di saat-saat seperti itulah, Nisa menyesal mengapa dirinya terlahir sebagai seorang perempuan, yang mengedepankan dan menomorsatukan yang namanya perasaan.

"Heh, ngapain kau?"

Sentuhan pada bahu membuat Nisa tersentak dan segera tersadar dari lamunannya. Dia mendongak menatap mamaknya yang memandang Nisa sambil mengerutkan dahi.

"Mamak mau ke mana?" tanya Nisa balik, mengabaikan pertanyaan mamaknya tadi.

"Ke rumah bik Suci, mau bantu-bantu di sana."

Nisa mengangguk sambil bergumam oh. Lalu kembali menunduk dan melanjutkan kegiatannya di laptop.

"Ayoklah kau ke sana jugak, kau bantu bibikmu itu. Kasian dia banyak kali kerjaannya."

Kepala Nisa kembali mendongak, dia menatap mamaknya sambil mengerutkan kening. "Mau ngapain rupanya bik Suci?"

Terdengar suara decakan dan itu berasal dari mamaknya. Tak lama setelah itu terdengar pekikan dari mulut Nisa akibat pukulan di bahu yang dilayangkan mamaknya. "Makanya jangan asek ngurong di kamar, sampek hal kayak gini pun kau nggak tahu. Si Prisma itu besok, kan, dia mau nikah!"

Deg!

Tertegun, Nisa menatap kosong selama beberapa saat. Berita yang baru saja diketahuinya ini tentu saja sudah memperjelas bahwa memang sudah tidak ada lagi harapan akan hubungannya dengan Prisma.

Satu pukulan lagi dari mamaknya membuat Nisa kembali tersadar. Menahan sesak, Nisa menatap mamaknya dengan sebuah senyuman lebar. "Wah, bang Prisma mau nikah? Wih, bentar lagi bisa makan enak kalok gitu!"

Pletak!

Lagi-lagi Nisa memekik sakit ketika tangan mamaknya sudah bekerja menjitak kepalanya. Dia merengut, menatap mamaknya kesal. Sedangkan mamaknya menatap Nisa berang, sembari berkacak pinggang. "Nggak habes piker aku sama kau! Asek makanan aja yang yang ada di otakmu itu! Heran aku!"

Nisa membuka mulut hendak menjawab, namun urung karena melihat mamaknya yang malah melotot galak. "Jangan melawan lagi! Mendeng sekarang kau ikot aku ke rumah bik Suci!"

Nisa menggeleng lemah, menatap mamaknya dengan ekspresi bersalah yang dibuat-buat. "Nggak bisa, Mak. Kerjaanku masik banyak," ucapnya memelas.

Mamaknya mencibir, lalu segera melangkah keluar setelah berkata, "Hmm, udah tahu aku kau bakal jawab itu. Sia-sia memang aku ngomong sama kau!"

Nisa hanya tertawa menanggapi ucapan mamaknya. Sudah tahu akan sia-sia, kenapa mamaknya masih mau mempertanyakannya? Terkadang mamaknyaang selucu itu.

Tetangga Galak! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang