Nisa ingin menghilang, meminjam mesin waktu Doraemon, atau pintu ke mana saja--apa saja asalkan Nisa bisa men-skip kejadian hari ini.
Teriknya sinar matahari semakin terasa ketika hunusan tajam dari makhluk yang duduk di sebelahnya terus menghantui Nisa. Membuat sensasi getar pada tubuh, perut mulas, maraton jantung, dan sensasi aneh lainnya yang sama sekali tidak mengenakkan.
Hal paling menyebalkan di dunia yang bernama 'sunyi' menjadi dominan di dalam kendaraan beroda empat itu. Membuat setiap gerak tubuh yang Nisa lakukan terasa seperti sebuah ancaman. Gerak sedikit, bom rudal berkekuatan dahsyat datang menimpanya.
Tubuhnya pun sudah begitu mepet ke pintu mobil. Kepalanya juga sudah menempel sempurna di kaca, tinggal membuka pintunya saja, maka Nisa akan terjerembap ke jalan aspal yang hitam mengkilap.
"Tidak sopan."
Nisa mengabaikan suara halus yang berseliweran di telinga. Tetap fokus pada kegiatannya saat ini--menghitung setiap ban mobil yang lewat di depannya.
"Dasar tidak sopan!"
Satu, dua, tiga, empat.
Nisa menghitung dalam hati. Menempelkan jari telunjuknya di kaca, kemudian bergerak menunjuk-nunjuk ban mobil yang baru saja lewat. Samar-samar dia mendengar suara-suara di dekatnya, namun dia abaikan, fokusnya masih tertuju pada puluhan mobil yang berlalu-lalang.
"Apa menurutmu tindakan membelakangi orang yang lebih tua darimu itu sopan!"
Huh, jantung Nisa rasanya seperti ingin copot. Sungguh, dia sangat terkejut melihat salah satu mobil yang bannya dihitung oleh Nisa tiba-tiba saja oleng dan menabrak tiang listrik. Untung saja tiang itu tidak tumbang dan mengenai pengendara yang lewat. Nisa benar-benar tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.
"Annisa Fadlan Lubis!"
"Ya?" Nisa menghentikan kegiatan menghitungnya dan menoleh ke arah kemudi. Sebuah kesalahan besar, karena setelah Nisa melihat orang yang tengah mengemudikan kendaraan yang dinaikinya itu, rasa ingin menghilang dari muka bumi menguap ke permukaan.
"Berperilaku sopanlah di dalam kendaraan orang!"
Meski Prisma tidak melihat ke arahnya ketika berbicara, Nisa bisa tahu kalau sedang ada kebakaran dahsyat di mata Prisma. Lihatlah kepulan asap yang keluar dari kepala pria itu, begitu tebal dan hitam.
Tenang, Nisa ... tenang ....
Nisa tetap mencoba bersikap tenang meskipun raganya sedari tadi ingin segera lari. Andai saja kursi yang didudukinya ini seperti kursi mobil di film-film action, yang jika Nisa memencet salah satu tombol di dekatnya, kemudian atap mobil yang di atasnya terbuka, setelah itu kursinya akan melompat ke atas setinggi mungkin, dan jatuh ke tempat lain--ke tempat di mana saja asalkan tidak ada makhkuk bernama Prisma.
"Ekhem!!"
Nisa yang sudah kembali ke aktifitasnya yang tadi pun kembali menatap ke arah Prisma. Lagi-lagi hunusan tajam yang menimbulkan efek getar pun kembali dilayangkan ke arahnya. Membuat nyali Nisa ciut, dan dengan segera dia mengubah posisi duduknya yang sedari tadi menghadap ke samping menjadi ke depan. Lirikan ke arah Prisma kembali Nisa lakukan. Dapat dilihatnya Prisma yang mengangguk-angguk sambil tersenyum puas.
Ooohh ... jadi itu manusia mau aku duduk ngadap depan? Bukanya bilang dari tadi!
Nisa menggerutu, kemudian mengambil ponsel di saku roknya hendak memainkan benda pipih tersebut.
"Jangan main handphone!"
Hampir saja Nisa menjatuhkan benda kesayangannya itu ketika mendengar suara Prisma yang sedikit meninggi. Lagi-lagi membuat tubuh Nisa gemetar, dan dengan gugup dia kembali menyimpan ponselnya ke saku. Tulisan tanda bahaya sudah tercetak jelas di otaknya.
Jika tidak boleh bermain ponsel, Nisa berpikir ingin membaca novel saja. Dia membuka tasnya dan mengambil novel yang tadi pagi dibacanya.
"Jangan baca buku!"
Kali ini novel yang ada di tangannya sudah jatuh. Untung saja benda itu jatuh ke pangkuannya, Nisa pasti tidak akan berani mengambilnya kembali jika novel itu jatuh ke bawah.
Nisa melirik Prisma yang nampak fokus mengemudi. Sebenarnya, apa yang diinginkan pria itu? Sepertinya dari tadi semua hal yang dilakukan Nisa selalu salah. Eh, ralat, sebenarnya sudah dari dulu segala hal yang dilakukan Nisa selalu salah di mata Prisma. Hahaha, Nisa tersenyum miris menyadari fakta tersebut.
Akhirnya, Nisa memilih untuk membuka kaca di sebelahnya saja. Mungkin saja rasa takutnya bisa hilang ketika tanpa sengaja Nisa melihat cowok ganteng yang lewat. Hihi, Nisa terkikik dalam hati.
"Jangan buka kacanya!!"
Topan keterkejutan membuat Nisa tersentak. Tangannya yang sudah bergerak ingin membuka kaca mobil seketika terhenti. Tubuhnya kaku, kakinya gemetar, suara Prisma barusan seperti suara petir yang menyambar.
Dengan kinerja jantung yang sudah menggila, dia melirik Prisma takut-takut. Wajah pria itu nampak kesal, tangannya mencengkram erat setir kemudi. Bahkan, Nisa bisa mendengar suara dengkusan kasar pria itu. Tiba-tiba saja sebuah tanda tanya besar singgah di kepalanya. Masa iya hanya karena Nisa ingin membuka kaca mobil pria itu sampai marah?
"Tidak bisakah kau duduk diam!!" Prisma sudah tidak tahan untuk tidak meninggikan suaranya. Sudah cukup pekerjaannya membuat Prisma kesal, jangan ditambah lagi rasa kesalnya dengan tingkah Nisa yang sedari tadi tidak mengacuhkannya.
Prisma melirik sedikit ke arah Nisa yang nampak takut, terbukti dengan tubuh gadis itu yang sedikit gemetar. Hufftt ... Prisma menghela napas panjang. Perasaan bersalah kini singgah di hati, sebenarnya tadi Prisma tidak bermaksud untuk meninggikan suaranya, sampai-sampai membuat tubuh gadis di sampingnya gemetar. Namun, karena pekerjaannya tadi sedikit bermasalah ditambah lagi gadis itu yang terus saja tidak mengacuhkannya, membuat emosinya tiba-tiba saja membara.
Prisma mengusap wajahnya gusar. "Maaf," ucapnya. Sungguh, saat ini dia benar-benar menyesal.
Nisa tidak menjawab, dia hanya mengangguk kecil sebagi respon. Takut jika nanti dia bicara Prisma akan membentaknya lagi.
Setelah itu hening, tidak ada lagi suara yang terdengar selain suara kicauan burung di dalam mobil. Eh, kicauan burung? Nisa mengkerutkan dahi bingung, sejak kapan di dalam mobil ini ada burung? Sampai suara Prisma mengangkat telpon menjawab kebingungan Prisma.
Ooohh ... suara nada dering rupanya. Gilak aja, suaru burung dijadiin nada dering kayak gitu.
Nisa tertawa dalam hati.Nisa kembali menatap ke arah jalan, menikmati pemandangan kota yang dilaluinya selagi Prisma masih menerima telpon. Namun, lama-kelamaan kerutan di dahinya muncul. Nisa masih hapal betul jalan menuju rumahnya, dan dia sangat tahu kalau jalan yang mereka lewati saat ini bukanlah jalan pulang.
Perasaan takut kali ini kembali menghampiri, bahkan lebih besar dari yang tadi. Apa tadi Prisma sangat marah sampai-sampai pria itu mau menjualnya? Nisa tahu dan dia juga merasa bersalah akan semua sikapnya selama ini, tetapi, haruskah Prisma membalas semua itu dengan menjualnya? Setega itu, kah, Prisma?
"kita mau ke mana, Bang?" Rasa takutnya tidak bisa ditutupi. Suaranya bergetar bertanya pada Prisma.
Sedangkan Prisma sama sekali tidak menjawab, dia masih berbicara menanggapi orang yang tadi menelponnya dengan sangat serius, sama sekali tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan Nisa, pria itu hanya melirik sebentar ke arahnya kemudian kembali sibuk berbicara.
Ketakutan Nisa semakin bertambah begitu mendengar Prisma tengah berbicara serius mengenai target penjualan dan harga. Keringat dingin mengucur di pelipisnya, begitu juga dengan rasa untuk melompat turun dari mobil ini yang tiba-tiba saja begitu besar. Jujur, Nisa masih ingin hidup, dia masih ingin menamatkan sekolahnya yang tinggal beberapa bulan lagi. Nisa juga masih ingin menikah dan merasakan bagaimana indahnya biduk rumah tangga, tetapi, kenapa Prisma tega menghancurkan semua mimpi-mimpinya? Dia tega menjual Nisa yang notabenenya adalah tetangganya sendiri. Ingin rasanya Nisa menangis meratapi hidupnya yang akan hancur sebentar lagi.
..............
Terima kasih sudah mau baca😊
Vote dan coment cerita ini kalau kalian suka
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...