Jangan lupa tekan🌟 ya😉
Selamat membaca😊................
Adakah cara lain selain membenturkan kepala ke aspal agar kita bisa hilang ingatan? Kalau ada, Nisa mau mencobanya. Karena, hidup dibayang-bayangi dengan ingatan mengerikan itu sungguh tidak enak. Apalagi jika ingatan itu berisikan sifat Prisma yang mendadak berubah. Pria itu tiba-tiba saja berubah menjadi lebih manis, lebih lembut, lebih terlihat manusiawi, dan tentu saja hal itu membuat Nisa ngeri.
Mencoba lupa, malah ingat. Di ingat-ingat, bukannya cepat lupa, malah semakin ingat. Membuat Nisa jadi kelimpungan sendiri, semua kerja tubuhnya pun bergerak tidak sinkron. Niatnya mau menyendokkan bakso ke dalam mulut, malah berakhir dengan baksonya yang terbang melayang. Niatnya mau minum, malah gelas yang dia pegang jatuh ke lantai dan pecahannya bertebaran di mana-mana. Membuat Nisa menggeram kesal, dalam hati terus mengumpat sial, sebegitu berpengaruhnya, kah, perubahan sifat Prisma pada dirinya?
"Kau kenapa, nya? Perasaan dari tadi kau ceroboh kali." Tari mendumel di samping Nisa, sembari membantunya mengumpulkan pecahan gelas.
Nisa berdecak. Memangnya, Nisa mau jadi ceroboh begini? Dia juga tidak mau. Namun, ingatan-ingatan kejadian tadi pagi terus menghantui, bak sebuah kaset yang terus menayangkan sebuah film romantis.
"Udahlah, bantuin aja kenapa. Nggak usah merepet aja kau. Udah mirip mamakku pulak kau sekarang." Nisa berjalan jongkok ke meja pojok, mengambil pecahan gelas yang terlempar ke sana. Untung saja saat ini suasana di kantin tidak terlalu ramai, jadi setidaknya Nisa tidak menanggung malu terlalu besar.
"Untung kau kawanku, kalok enggak, udah ku sleding kau dari tadi. Dibantuin bukannya bilang makasih, malah marah-marah!" ketus Tari.
Nisa mengabaikan ocehan Tari, netranya terus bergerak mencari keberadaan pecahan gelas di lantai. Takutnya nanti terinjak oleh murid lain, kan, bisa bahaya.
"Iya, makasih!"
"Ucapan terima masih tidak diterima."
Nisa memutar bola matanya, kemudian berdecak. "Ck! Terima kasih Tari manis ... Tari cantik ... Puas?!"
Tari menyengir lebar sambil terkekeh. "Aku tahu, kok, kalok aku cantik dan manis." Kemudian Tari mengibaskan rambutnya ke belakang, tersenyum pongah.
"Nyesel aku muji kau," ucap Nisa. Kemudian bangkit berdiri dan berjalan ke arah tong sampah membuang pecahan gelas yang sudah dia kumpulkan.
"Ayok lah kita pigi. Nanti bik Marni tahu pulak gelasnya kupecahkan." Nisa segera menarik tangan Tari pergi dari kantin. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang mengawasi bik Marni--si tukang bakso.
"Dasar manusia nggak bertanggung jawab." Tari mencibir, menatapa Nisa sinis. Manusia tidak bertanggung jawab seperti Nisa ini, mestinya dihilangkan saja dari muka bumi. Dari pada tetap menetap, gadis itu bisa membuat rugi bik Marni bik Marni yang lain.
"Biarlah. Kepalaku masik sumpek. Pening ini!" sungut Nisa."
"Huh! Bilang aja kalok kau nggak punya duet buat bayar ganti rugi," cibir Tari. Gadis itu menepis tangan Nisa yang memegang tangannya. "Nggak usah pegang-pegang! Aku alergi sama orang kayak kau," ucap Tari. Kemudian mengusap-usap tempat bekas pegangan Nisa tadi dengan ekspreai jijik.
Dengan cepat tangan panas Nisa mendarat di lengan Tari. Tari memekik, melotot menatap Nisa sembari meringis.
"Mampos kau!" Nisa tertawa setan. Tangan kanannya menangkup mulut agar tawanya tidak kebablasan. Namun, tak berselang lama, suara pekilan Nisa pun ikut terdengar. Dia menatap Tari tajam, sambil berjinjit-jinjit menahan sakit pada kaki kirinya yang baru saja dipijak Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...