Lampu yang memang sudah dalam keadaan remang-remang, tiba-tiba saja berulah. Hidup-mati, hidup-mati, begitu terus berulang-ulang, menemani setiap langkah seorang gadis yang tengah berlari menyusuri lorong panjang. Wajahnya berkeringat, napasnya tersengal-sengal, lorong yang tengah ia telusuri entah mengapa seperti tidak bertepi.Dia terus berlari tanpa tujuan dan arah yang jelas. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang dan ritme berlarinya semakin cepat setiap kali dia melakukan hal itu. Di belakang sana, sesosok makhluk menyeramkan tak berkepala tengah mengejarnya. Berjalan dengan kaki pincang, tangan kanan memegang kapak sedangkan tangan kiri memegang kepala. Bajunya berlumur darah, menciptakan bau anyir dan busuk menusuk hidung.
Kepanikan melanda dirinya disaat langkahnya terpaksa berhenti. Menatap ke depan, dinding berdiri kokoh. Ke kanan, juga sama. Lalu ke kiri, lagi-lagi sama. Dia memutar badan, tubuhnya gemetar begitu makhkuk yang mengejarnya tadi semakin dekat. Langkahnya dengan perlahan mundur terarur, air mata mengalir deras diiringi isak pilu. Napasnya tercekat begitu tubuh bagian belakang menabrak dinding, sudah tidak ada jalan lagi--pikirnya. Kemudian, tiba-tiba saja makhluk mengerikan tadi sudah berdiri tepat di depannya. Tangan yang tadi memegang kepala, sekarang beralih memegang lehernya. Air matanya semakin mengalir deras dan napasnya sudah terputus-putus. Cekikan di leher terasa begitu menyiksa, dia kesulitan untuk bernapas.
Matanya sudah terpejam pasrah ketika dilihatnya makhluk tadi sudah mengangkat kapak yang dipegang. Air matanya semakin mengalir deras, sudah tidak ada lagi hari esok--pikirnya. Lalu, ketika kapak itu sudah berayun ke arahnya, dia membuka lebar mulutnya, kemudian ....
"AAAAAAA!!!"
BRUKK!
"NISA! KAMU KENAPA?!"
Kepala Nisa dengan cepat menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Prisma yang berdiri di depan pintu dengan napas yang ngos-ngosan.
Nisa tidak menjawab, pandangannya beralih menatap ponselnya yang sudah tergeletak mengenaskan di lantai, dia menunduk, meratapi ponselnya yang tak lagi berbentuk.
Huh, dasar film setan kurang ajar! Gara-gara nonton itu hape ku jadi rusak!'
Nisa mengumpat dalam hati, sembari terus menatap ponselnya nanar.
Sedangkan Prisma yang tidak mendapati jawaban dari Nisa pun semakin merasa khawatir. Ditambah lagi dengan kepala gadis itu yang terus menunduk, rasa khawatirnya senakin menjadi. Dengan langkah cepat dia menghampiri Nisa, menepuk pundak gadis itu agar melihat ke arahnya dan langsung memeluk Nisa begitu gadis itu menatapnya.
"Ssssttt ... sudah. Semua baik-baik saja sekarang." Prisma mengelus-elus kepala gadis yang berada di dekapannya. Dalam otaknya dia sudah menerka-nerka, sepertinya tadi Nisa sudah teridur kemudian dia bermimpi buruk.
Nisa yang tiba-tiba saja dipelluk oleh Prisma pun menjadi bingung. Dahinya berkerut, memikirkan apa penyebap dari tingkah aneh Prisma. Lalu, pelukan ini, apa maksud dari pekukan ini?
"Hmm ... Bang. Abang ngap-"
"Sssttt ... sudah. Kamu tenang saja. Itu hanya mimpi, tidak nyata. Sudah ada saya di sini, kamu aman."
Nisa semakin mengerutkan dahi, semakin bingung dengan apa yang dikatakan Prisma. Apanya yang mimpi? Apanya yang tidak nyata? Kenapa Nisa semakin bingung di sini?
"Tap-"
"Sudah, kamu tenang saja." Prisma semakin mengeratkan pelukannya, gadis ini pasti sangat ketakutan--pikirnya. Bahkan, berbicara saja gadis itu terbata-bata.
Oke, sepertinya Nisa harus meluruskan hal ini dengan segera. Sebab, ketika pria itu semakin memeluknya erat, semakin kencang pula debaran di jantungnya. Huh, Nisa tidak mau mati akibat terkena serangan jantung. Dosanya masih banyak, hutangnya dengan Tari masih ada dua ribu lagi, jadi, dia tidak mau mati terkena serangan jantung setelah ini.
"Aku nggak pa-pa, loh, Bang," ucap Nisa, berniat menyuruh Prisma melepaskan pelukannya. Namun, bukannya dilepas, pria itu malah semakin memeluknya erat, membuat Nisa menjadi sulit bernapas.
"Apanya yang baik-baik saja. Kamu saja masih gemetar begitu," celetuk Prisma, dengan masih memeluk Nisa erat.
Kayak mana gak gemetar, orang dipeluk sampek sesak napas gini!
Nisa bersungut dalam hati, kesal juga jadinya dia dengan Prisma.
PLAKK!
"Aduh! Kenapa kamu mukul saya?"
Nisa langsung menghirup udara di sekitarnya rakus. Dadanya sudah mulai terasa plong akibat pasokan oksigen yang masuk ke paru-paru sudah kembali normal. Selanjutnya dia menatap Prisma yang tengah mengelus-elus lengan kanannya yang tadi dipukul Nisa. "Abang ngapain cobak, peluk-peluk anak orang?!" tanya Nisa ketus.
Prisma mengerutkan dahi, dengan tangan kanan yang tak berhenti mengelus-elus tangan kiri. "Kamu ketakutan karena mimpi buruk, makanya saya peluk."
"Siapa yang mimpi buruk?"
"Ya kamu!" ketus Prisma.
"Ha?" Otak Nisa sudah bekerja mengingat-ingat hal apa yang dia lakukan sebelum ini. Tadi, selepas makan malam, Nisa langsung masuk ke kamarnya dan menonton film horor. Jadi, bagaimana caranya Nisa bisa bermimpi buruk? Sedangkan kalau bermimpi itu kita harus tidur lebih dulu, dan tadi Nisa sama sekali tidak tidur.
"Mimpi buruk apaan? Orang aku nggak ada tidor, kok."
"Terus, tadi yang kamu teriak-teriak, itu ngapain?"
Teriak-teriak, oh! Nisa tahu sekarang!
"Teriak-teriak?" tanya Nisa menahan tawa. Dia menutup wajahnya dengan bantal, karena tidak tahan, tawa yang sudah ditahannya akhirnya dia keluarkan.
"HAHAHAHAHA!"
Prisma menatap Nisa bingung, kenapa gadis itu malah tertawa?
"Kenapa ketawa?"
Tawa Nisa masih belum mereda, malah semakin keras. Lalu, dengan perlahan dia mencoba untuk menghentikan tawanya. Dia menghirup udara di sekitarnya rakus. "Tadi, tadi aku abis nonton film setan," ucapnya, dan usahanya untuk meredakan tawanya malah gagal dan dia sekarang malah tertawa semakin keras.
Namun, karena tidak mendapat respon apa-apa dari Prisma, tawa Nisa mulai berhenti. Dia mengangkat wajahnya menatap pria itu. Seketika tawanya yang tadi masih ada, kini langsung lenyap begitu mendapati pria itu tengah menatapnya tajam. Nisa berdehem pelan. "Tadi aku abis nonton film setan makanya teriak, Bang. Tuh, tengok, hapeku rusak gara-gara tadi kulempar. Heheh." Rasanya sungguh tidak menyenangkan saat Prisma menatapnya seperti itu. Nisa merasa menjadi seorang tersangka kasus penculikan dan pembunuhan, yang akan segera diadili dan diberi sanksi.
Prisma menaikkan sebelah alisnya, tangannya terlipat di depan dada dengan pandangan menatap tajam ke arah Nisa. Sebenarnya dia sudah ingin mengumpat memarahi Nisa, dia merasa dipermainkan, tadi Prisma benar-benar merasa khawatir dengan gadis itu yang menjerit ketakutan, yang ternyata dia lakukan hanya karena menonton sebuah film horor. Hah! Benar-benar menyebalkan, bukan? Baiklah, demi kelancaran aksi pendekatannya dengan gadis itu, Prisma akan menahan rasa kesalnya.
"Kamu harus mendapat hukuman." Hmm ... ternyata, ada untungnya juga dari kejadian mengesalkan barusan, Prisma jadi tidak perlu susah-susah untuk mulai melancarkan rencananya.
"Huk-hukuman apa? Aku nggak salah apa-apa, ya!" Nisa merasa kesal sendiri dengan pria di depannya ini. Sedikit-sedikit dihukum, salah sedikit, dihukum. Nisa tidak punya salah juga dihukum. Sebenarnya, Prisma ini manusia apa, sih?
Mengabaikan protesan Nisa, Prisma tersenyum miring, kemudian di membalikkan badannya. "Saya tunggu kamu sepuluh menit. Jika dalam waktu sepuluh menit kamu tidak turun, hukumanmu akan bertambah," ucapnya, kemudian berjalan keluar dari kamar Nisa.
.........
Hayo loh Nisa, dihukum kau, kan😂
Terima kasih udah mau baca
Jangan lupa vote dan coment ya😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...