Double update😁
Ada yang nunggu cerita ini, nggak?
Oh, nggak ada, ya? Ya udah lah ga papa, aku mah apa atuh, cuma remahan peyek sisa lebaran😁................
Kepercayaan Nisa terhadap sebuah teori yang mengatakan kalau bumi itu bulat kini semakin bertambah. Bumi berputar pada porosnya, Nisa berputar cerita hidupnya. Yang awalnya dia selalu merasa tertindas, sekarang dia merasa terbang bebas. Melayang-layang bagai terbang di atas awan, mengitari ketinggian untuk menuju langit ke tujuh. Sebuah perumpamaan yang mengatakan kalau hidup itu seperti roda yang berputar, pun, benar adanya. Karena saat ini Nisa merasakannya, benar-benar merasakannya.
"Nis, bener, nya, ini yang ngirem bang Prisma? Kok, aku masik nggak percaya, ya." Tari menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, netranya masih serius menatap deretan kalimat yang tertera di ponsel Nisa yang saat ini dipegangnya. "Gilak! Pasti ada yang salah ini! Mana mungkin bang Prisma jadi kayak gini! Ah, nggak percaya aku!" Tari memukul meja di depannya, mulutnya berkomat-kamit membaca kata demi kata yang tertera di ponsel Nisa.
Nisa hanya melirik Tari sekilas, kemudian dia menghela napas. Melipat kedua tangannya di atas meja, Nisa menelusupkan wajahnya di sana. Matanya terpejam erat, berusaha mengusir sakit di kepalanya yang tak kunjung reda.
"Alamak! Parah, parah, parah! Pasti! Aku udah yakin kali! Ini pasti bukan bang Prisma! Gilak aja! Sejak kapan bang Prisma yang terkenal kayak macan yang menyeramkan berubah jadi kelinci yang manis? Kuceng yang gemes? Ah, pasti ada sebuah konspirasi di sini!" Tari berteriak heboh, mengakibatkan banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. Semua menatap heran ke arah Nisa dan Tari, yang satu nampak lesu, dan yang satu lagi nampak gila. Sebuah perpaduan yang menyenangkan apabila disatukan.
"Pohon tidak akan bisa hidup tanpa adanya cahaya matahari. Seperti saya, yang tidak akan bisa hidup tanpa cahaya darimu." Tari membacakan dengan keras kalimat-kalimat romantis mengarah ke bucin yang tertera di ponsel Nisa. Dia menggeleng takjub, melihat kalimat-kalimat bucin lainnya berbaris rapi di sana. "Nis, bener, kan, kalok bang Prisma nggak kau kasih pelet? Kok, aku jadi curiga." Tari menoleh ke samping kanan, memicingkan mata menatap Nisa yang masih membenamkan wajahnya.
"Ya nggak, lah! Enak aja! Kau piker bang Prisma itu ikan, pakek dikasih pelet segala!" seru Nisa. Dengan wajah yang masih terbenam di lipatan tangannya. Huh, dari pada Nisa pergi ke dukun dan menghabiskan banyak uang untuk memelet Prisma, lebih bagus uang itu dia gunakan untuk membeli bakso. Lebih bermanfaat, lebih berfaedah, dan tentunya lebih menyenangkan dan membuat si kampung tengah--alias perut-- kenyang.
"Alah! Nggak, aku nggak percaya!" Tari kembali memukul meja dengan keras, membuat Nisa berjengit kaget.
"Mati aja lah kau! Nggak ada otakmu!" teriak Nisa. Sebuah pukulan mendarat mulus di lengan Tari, Nisa menatap sahabatnya yang tengah meringis sakit itu dengan tajam. Huh, persetan dengan teman sekelasnya yang langsung melirik ke arah mereka, Nisa tidak peduli!
"Isss, makin yakin aku kalok bang Prisma udah kenak pelet dari kau. Kalok nggak, mana mungkin dia mau sama perempuan lasak kayak kau!" sungut Tari, sembari mengelus-elus lengannya yang terasa panas akibat dipukul Nisa.
Nisa melirik sinis, sebuah senyum mengejek tersungging di bibirnya. "Kok kayaknya kau iri kali sama aku. Merasa tersaingi, kau, iya, karena sekarang aku udah punya cowok," ucapnya.
Tari kembali memukul meja, kemudian menunjuk Nisa dengan pandangan jahil. "Nah! Kenak kau! Hahahaha, akhirnya kau ngaku jugak kalok kau sama bang Prisma udah ada sesuatu. Hah! Udah bisa nebak, nya aku." Tari tertawa terpingkal, sedangkan Nisa mengumpat. Sial! Kenapa bisa Nisa masuk ke dalam jebakannya Tari?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...