Sungguh, saat ini Nisa benar-benar ingin menemui Doraemon dan meminjam mesin waktu milik Kucing itu. Kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua kesalahan-kesalahan yang dia perbuat pada Prisma. Kalau bisa, dia ingin kembali saja di saat awal pertemuannya dengan Prisma, menolak ajakan mamaknya yang waktu itu ingin membantu bik Suci, jadi dia tidak perlu bertemu dengan Prisma dan mengenalnya.Setiap orang tidak pernah luput dari yang namanya kesalahan dan dosa. Maafkan mereka yang berbuat salah, ingatkan, tuntun mereka ke jalan yang benar sampai dia tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. Ya, begitulah kehidupan yang seharusnya, saling memaafkan tanpa ada rasa dendam di hati. Seharusnya juga, hal itulah yang dilakukan oleh Prisma. Nisa tahu, dia sudah banyak berbuat salah pada pria itu, dan Prisma sebagai manusia seharusnya bisa memaafkannya, 'kan? Memaafkan segala kesalahan yang Nisa lakukan?
Namun, nyatanya hal tersebut tidak berlaku pada Prisma. Buktinya, Nisa sampai bergetar ketakutan mengetahui rencana licik Prisma yang ingin menjualnya. Dengan kedok mengajak pulang bersama, namun ternyata bukan rumah, lah, tujuannya.
Nisa menggigit bibir bawahnya sembari mencoba mengingat segala kelakuannya di masa lalu. Menghitung dalam hati berapa banyak kesalahan yang dia perbuat pada Prisma, dan sebuah kenyataan pahit yang dia ingat menghantam kewarasan Nisa begitu keras. Jari-jari tangannya yang tadi dia gunakan untuk menghitung kini sudah tidak bekerja lagi. Nisa tertegun mengingat jika selama ini semua hal yang dia lakukan pada Prisma selalu salah di mata pria itu. Jadi, sebegitu banyaknya, kah, salahnya pada Prisma? Baiklah, Nisa mengakuinya, tetapi tidak bisakah Prisma menghukumnya dengan cara lain? Haruskah pria itu menjualnya?
Jantung Nisa berdetak dengan sangat cepat ketika mobil yang dinaikinya berhenti. Keringat dingin mengucur begitu deras, lagi-lagi Nisa merasakan kebutuhan akan oksigen untuk memompa paru-parunya melinjak tajam. Wajahnya yang putih sudah berubah pucat, seakan rasa takut yang dia rasakan menyerot habis sinar wajahnya yang biasanya berseri.
"Turun."
Nisa menoleh ke samping kanan dan menemukan Prisma yang sudah membuka pintu mobil--bersiap untuk turun. Sedangkan Nisa kembali menggigit bibir bawahnya, pandangannya mengarah ke depan menatap sebuah bangunan yang diduganya adalah sebuah restoran, yang seketika membuat dahinya berkerut bingung. Dalam benaknya muncul tanda tanya besar, untuk apa pergi ke tempat seperti ini? Bukankah akan sangat berbahaya jika ingin menjual seseorang namun membawanya ke tempat ramai?
Bukanya Nisa ikhlas untuk dijual. Namun, hal yang dilakukan oleh Prisma sekarang adalah suatu kebodohan besar, karena Nisa bisa dengan mudah kabur jika di tempat ramai seperti ini.
Pinter tapi bodoh. Prisma, lah, orangnya.
Entah mengapa, keinginan untuk tertawa tiba-tiba begitu besar dirasakannya. Membuat sudut bibirnya berkedut dan wajah yang nampak lucu karena menahan tawa.
DUK! DUK!
Ketukan pada kaca di sampingnya membuat kesadaran Nisa kembali. Di luar, Prisma sudah menunggunya untuk turun, dengan cara memelototkan matanya yang seketika membuat rasa takut dalam diri Nisa datang kembali. Buru-buru dia keluar dari mobil begitu tatapan mata Prisma semakin tajam. Nisa tidak boleh menambah daftar kesalahannya lagi, sudah cukup kesalahannya yang lalu yang menimbulkan masalah besar.
Dengan langkah lebarnya Prisma berjalan begitu saja setelah Nisa turun. Tentu saja tubuh Nisa yang tidak sebanding dengan pria itu membuat Nisa kesusahan, langkah kakinya yang kecil begitu susah mengimbangi pria itu.
Nisa terus saja mengekori Prisma di belakang, dengan kepala menunduk, memerhatikan setiap langkah yang dia buat agar tidak terjatuh. Bahkan ketika Prisma berhenti melangkah pun Nisa terus saja berjalan, membuat jidatnya menabrak punggung Prisma yang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...